Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menganggarkan dana desa hampir mencapai Rp 60 triliun pada 2018. Dengan anggaran sebesar itu, nantinya masing-masing desa akan memperoleh alokasi mulai dari Rp 1-2 miliar.
Terkait perolehan dana desa tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro meminta pemerintah daerah untuk lebih transparan kepada masyarakat dan pemerintah pusat.
Baca Juga
Advertisement
Sistem pemerintahan yang terbuka dan transparan dinilai menjadi komitmen yang harus diwujudkan mengingat Indonesia menjadi anggota Open Government Partnership (OGP) di Asia Pasifik.
"Jadi kita harapkan pemerintah tdidak hanya berhenti pada daerah yang dijangkau, tapi juga bisa menularkan semangat open government ke pemerintah desa. Jadi harus lebih terbuka," kata Bambang di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Dengan adanya pemerintah desa yang lebih terbuka ini, diharapkan penggunaan dana desa akan terkontrol, sehingga tepat sasaran dalam rangka membangun ekonomi di desa.
Tidak hanya terbuka dalam hal penggunaan anggaran, Bambang juga meminta pemerintah daerah untuk terbuka terhadap masyarakatnya. Dengan begini, pemangku kebijakan bisa memahami apa yang diperlukan masyarakat.
"Masyarakat juga harus begitu, harus tahu, dana desa itu dapat bantuan berapa, harus aktif bertanya apa manfaat dari dana desa itu. Kalau ini dijalankan, bisa jadi cikal bakal yang baik untuk open government," dia menegaskan.
Alokasi Dana Desa Rp 1,4 Miliar Baru Akan Terealisasi di 2019
Pemerintah batal mengalokasikan dana desa sebesar Rp 1,4 miliar per desa pada tahun depan. Alokasi sebesar Rp 1,4 miliar baru akan direalisasikan pada 2019.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Boediarso Teguh Widodo mengatakan, memang sebelumnya pemerintah telah mencanangkan untuk meningkatkan alokasi dana desa sebesar menjadi Rp 120 triliun atau Rp 1,4 miliar per desa di 2018.
"Mestinya 2018 itu kan Presiden pernah janji mau dinaikkan dua kali lipat dari Rp 60 triliun menjadi Rp 120 triliun," ujar dia di Jeep Station Indonesia, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/12/2017).
Namun demikian, dalam penyaluran dana ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus melakukan evaluasi terhadap realisasi dan manfaat dari penyaluran dana desa.
Sebab, menurut Boediarso, tujuan dari adanya alokasi dana desa adalah untuk mengentaskan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, serta mengatasi ketimpangan layanan publik antardesa.
Namun, dari evaluasi yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir, ternyata dana desa ini belum optimal dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.
"Memang kalau dilihat, sebelum kami menaikkan alokasi dana desa, kami lihat dulu realisasinya. Dari keempat itu, kemudian ternyata memang dana desa pelaksanaan tiga tahun itu berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin dan gini rasio di perdesaan. Itu harus diakui. Cuma peningkatannya tidak masif. Artinya multiplier efeknya belum maksimal. Jadi ada something wrong yang perlu diperbaiki di dana desa itu," kata dia.
Boediarso menyatakan, dirinya justru khawatir dengan besar dana desa yang melompat tajam hingga Rp 1,4 miliar justru akan menimbulkan banyak masalah di daerah, terutama terkait penyalahgunaan dananya.
"Kalau kita tidak mempersiapkan capacity building kemampuan aparat mengelola keuangan desa, dikhawatirkan kenaikan dana desa dalam jumlah besar justru malah menjadi pemborosan atau inefisiensi dan salah sasaran. Itu yang harus kami kejar. Kan di banyak media massa banyak diberitakan adanya OTT (operasi tangkap tangan)," jelas dia.
Advertisement