Nakhoda Diminta Waspadai Cuaca Ekstrem

Cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 2,5 - 4 meter dan hujan lebat akan terjadi di beberapa perairan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 14 Des 2017, 12:41 WIB
Ilustrasi kapal. (Doc. Kemlu).
Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) meminta nakhoda kapal untuk memperhatikan faktor cuaca sebelum berangkat berlayar, terutama menjelang layanan angkutan laut Natal 2017 dan Tahun Baru 2018. Saat ini kondisi cuaca dinilai ekstrem sehingga bisa membahayakan.
 
"Kami terus mengingatkan adanya cuaca ekstrem yang akan terjadi dalam tujuh hari ke depan dengan mengeluarkan Maklumat Pelayaran No: 114/XII/Dn-17 tanggal 11 Desember 2017," kata Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Marwansyah dalam keterangannya, Kamis (14/12/2017).
 
 
Marwansyah mengatakan momen kenaikan angkutan laut jelang Natal dan Tahun Baru 2018 dimulai pada 18 Desember 2017. Himbauan bertujuan agar seluruh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, Kepala Kantor Pelabuhan Batam, Kepala Kantor Unit Penyelenggaran Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia selalu mengutamakan keselamatan pelayaran.
 
Berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 10 Desember 2017, diperkirakan pada 10 Desember hingga 16 Desember 2017, cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 2,5 - 4 meter dan hujan lebat akan terjadi di beberapa wilayah.
 
Wilayah tersebut, yakni perairan Laut Natuna Utara, Perairan Kepulauan Anambas, Perairan Kepulauan Talaud, laut Sulawesi Bagian Barat dan Tengah, Samudera Pasifik Utara Kepulauan Halmahera, Samudera Pasifik Utara Papua Barat dan Biak.
 
"Untuk itu, sedini mungkin pihak terkait dalam hal ini regulator dan operator termasuk nakhoda harus siap dan dapat mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem," tambah dia.
 
 

Pantau Cuaca 6 Jam Sebelum Berlayar

Marwansyah melanjutkan, sebagai upaya mencegah terjadinya kecelakaan laut, agar para kepala UPT melakukan beberapa tindakan preventif.
 
Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan menempelkannya di terminal penumpang.
 
"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Marwansyah.
 
Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB.
 
Lebih lanjut Marwansyah menyebutkan bahwa saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book.
 
"Bila kapal mendadak  menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan," imbuh Marwansyah.
 
Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya