Ibu Kota RI Pindah ke Luar Jawa, Bagaimana Nasib Jakarta?

Jakarta akan tetap menjadi kota besar dengan penduduk yang semakin banyak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Des 2017, 19:30 WIB
Suasana kawasan Monas yang terlihat dari kawasan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (14/11). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan akan mengubah pergub terkait larangan kegiatan keagamaan di Monas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro tengah melakukan pencarian ibu kota baru yang akan menggantikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Lalu, bagaimana nasib Jakarta setelah sudah tidak lagi menjadi pusat pemerintahan dan akan menjadi pusat bisnis?

"Jakarta tetap akan berfungsi sebagai pusat bisnis," kata Bambang usai menghadiri Outlook Pasar Modal 2018 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Ke depan dengan predikat tersebut, Bambang menggambarkan bahwa Jakarta akan tetap menjadi kota besar dengan penduduk yang semakin banyak. Perekonomian DKI Jakarta akan kian melambung yang diikuti dengan semakin tingginya pendapatan per kapita warga.

"Kita ingin (pindahkan ibu kota) untuk mulai menciptakan alternatif sumber pertumbuhan baru terutama di luar Jawa," dia menjelaskan.

Lebih jauh mantan Menteri Keuangan itu menerangkan, salah satu yang mampu mendorong pertumbuhan baru di luar Jawa adalah dengan pusat pemerintahan. Hal ini sudah terjadi di beberapa negara.

"Tentunya kota yang didesain nanti tidak hanya pusat pemerintahan, tapi juga didukung kualitas ekonomi pendukungnya. Jadi, tidak hanya bergantung pada pemerintahan," tutur Bambang.

Dengan kata lain, ibu kota baru nanti bukan saja akan menjadi pusat pemerintahan, melainkan juga ada bisnis pendukung yang akan bertumbuh. Bambang mencontohkan Washington DC dan New York. New York menjadi pusat keuangan besar, sedangkan Washington selain pusat pemerintahan, juga lengkap dengan semua kegiatan ekonomi tapi tidak dalam skala besar seperti New York.

"Ya namanya businessman, melihat peluang pasti akan datang. Kota itu tetap pusat pemerintahan, tapi pusat bisnisnya tidak akan besar," Bambang berujar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Kata miliarder

Pengunjung mengambil gambar pemandangan Monas dari atas Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Senin (6/11). Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas) yang baru ini di diresmikan Presiden Jokowi Pada 14 September 2017 lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, pendiri GarudaFood Group, Sudhamek AWS, berpendapat, gagasan pemindahan ibu kota, terutama ke Kalimantan, sudah menjadi wacana sejak masa pemerintahan Presiden RI pertama, Ir Sukarno.

"Dari sudut pertahanan dan ekonomi, sebetulnya ini adalah ide yang baik. Tapi perlu perencanaan yang matang dan realisasinya secara bertahap untuk proyek sebesar ini," kata Sudhamek saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (13/12/2017).

Orang terkaya di Indonesia peringkat 38 versi Forbes itu menilai, dunia usaha atau pengusaha tidak mempermasalahkan rencana pemindahan ibu kota Indonesia. Sudhamek meyakini, hal itu tidak akan mengganggu bisnis para pemilik dana yang sudah telanjur berinvestasi di Jakarta.

"Dunia usaha tidak masalah karena Jakarta sudah menjadi kota metropolitan yang matang dan tidak akan banyak berubah karena pemindahan ibu kota," ujar dia.

Apabila terwujud, Sudhamek yakin pemindahan ibu kota justru akan berdampak positif terhadap pemerataan pembangunan. Pada akhirnya, sambung dia, hal tersebut akan meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya di Kalimantan.

"Jauh atau dekat (lokasi ibu kota baru) tergantung dilihat dari mana. Indonesia adalah negara kepulauan sehingga bagi orang luar, Jakarta adalah jauh," tegas pemilik nilai kekayaan US$ 810 juta atau sekitar Rp 10,94 triliun (kurs Rp 13.500 per dolar AS) itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya