Liputan6.com, Jakarta - Akhir pekan lalu, Manchester City memenangi laga Derbi Manchester. Di Stadion Old Trafford, Raheem Sterling dkk. menang 2-1 atas sang tuan rumah, Manchester United. Padahal, tadinya banyak yang berharap The Citizens kehilangan poin di laga ini agar perburuan gelar juara Premier League jadi lebih menarik.
Kemenangan Man. City dalam laga itu membuat persaingan di papan atas kian membosankan. Tambahan tiga poin dari pertandingan tersebut membuat klub asuhan Pep Guardiola unggul 11 poin dari Man. United yang berada di posisi kedua.
Baca Juga
Advertisement
Banyak orang pun bertanya-tanya. Apakah Manchester City sudah tak tertahankan untuk menjadi kampiun musim ini? Sepertinya sih begitu. Walaupun kompetisi belum menyelesaikan paruh pertama, Premier League musim ini sesungguhnya sudah berakhir.
Dalam sejarah Premier League sejak 1992-93, keunggulan poin The Citizens atas pesaing terdekat hingga pekan ke-16 adalah salah satu yang terbesar. Itu hanya kalah dari Man. United pada 1993-94. Kala itu, hingga pekan ke-16, Red Devils unggul 12 angka atas klub yang berada di posisi kedua, Blackburn Rovers. Keunggulan itu pun bertambah menjadi 14 poin pada pekan berikutnya, tapi atas pesaing terdekat berbeda, Leeds United.
Keunggulan besar itu adalah modal besar. Man. United pada 1993-94 berhasil mempertahankan gelar yang didapat pada musim sebelumnya. Lalu, hingga musim lalu, tak pernah ada klub dengan keunggulan lebih dari lima poin pada pekan ke-16 yang gagal juara.
Klub pemuncak klasemen pekan ke-16 terbodoh adalah Newcastle United pada 1995-96. Unggul lima poin atas pesaing terdekat, The Magpies gagal juara karena lantas disalip Man. United yang memang menjadi pesaing terkuat mereka pada pekan ke-16.
Itu memang cuma data sejarah. Namun, dengan keunggulan 11 poin dari pesaing terdekat saat ini, di kompetisi mana pun, sulit membayangkan Man. City gagal menjadi juara.
Sulit pula mengharapkan Manchester City mengalami kisah seperti TSG 1899 Hoffenheim, Herbstmeister Bundesliga 1 musim 2008-09 yang jeblok pada paruh kedua hingga finis tanpa menggenggam tiket ke kancah antarklub Eropa.
Bendera Putih
Kedigdayaan Man. City atas Man. United yang dilanjutkan kemenangan 4-0 atas Swansea City pada tengah pekan makin menandaskan hal tersebut. Kemenangan atas Swansea juga mengantar anak-anak asuh Guardiola menorehkan 15 kemenangan beruntun. Itu rekor baru di Premier League. Sebelumnya, pada 2002, Arsenal hanya membukukan 14 kemenangan secara beruturut-turut.
Kedigdayaan itu secara psikologis menumbuhkan ketakutan kepada klub-klub lain. Mereka yang akan menghadapi Kevin De Bruyne cs. sudah kalah sebelum bertanding. Khusus dalam perburuan gelar juara, Mauricio Pochettino yang menangani Tottenham Hotspur dan Antonio Conte yang mengasuh Chelsea sudah mengibarkan bendera putih.
Conte yang musim lalu membawa The Blues juara, menyerah usai kekalahan dari West Ham United, akhir pekan lalu. Menurut dia, empat kekalahan dari 16 pertandingan adalah terlalu banyak, sementara Man. City justru selalu menemukan cara untuk mendulang kemenangan dari pekan ke pekan.
Conte tak peduli dirinya disebut pesimistis atau apa pun. Faktanya, menurut dia, menanti The Citizens kalah tak ubahnya menanti hujan pada kemarau panjang. Itu karena, seperti kata Jose Mourinho usai kekalahan Red Devils, Man. City seolah didukung oleh semesta. Dewa sepak bola dan Fortuna tengah asyik dengan mereka.
Itu tidaklah keliru. Dua gol David Silva dan Nicolas Otamendi ke gawang David De Gea di Old Trafford tak terlepas dari error para pemain Red Devils saat bertahan dari eksekusi bola mati. Sapuan yang tak sempurna justru mengarah kepada kedua pemain yang berada bebas di mulut gawang itu.
Sebelum kemenangan atas Man. United, tiga kemenangan The Citizens di Premier League ditentukan oleh gol-gol dalam 10 menit jelang laga usai. Bahkan, sepanjang musim ini, sudah dua kali mereka mencetak gol penentu kemenangan pada akhir injury time, yakni saat melawan Bournemouth dan Southampton. Kedua gol itu sama-sama dicetak oleh Sterling.
Di satu sisi, ini bisa dianggap sebagai keberuntungan. Namun, di sisi lain, ini merupakan bukti ketangguhan mental mereka untuk keluar dari situasi sulit dan menggapai kemenangan. Mereka pun selalu bisa mencetak gol dari situasi apa pun. Inilah sebenarnya yang disebut mental juara.
Advertisement
Unggul Segalanya
Kubu Man. City memang tak mau sesumbar dan terang-terangan mengklaim sudah juara. Kyle Walker dan Ilkay Guendogan sama-sama mengatakan, mereka belumlah juara walaupun kini memiliki keunggulan 11 angka. Mereka sama-sama berdalih, masih banyak laga yang harus dilakoni hingga akhir musim nanti.
Seperti diakui Walker, memang itulah yang diajarkan Guardiola. Pelatih asal Katalonia itu memang tak pernah jemawa dan selalu waspada. Bila ditanya apakah timnya sudah juara saat musim belum berakhir, apalagi saat pergantian tahun pun belum terjadi, dia akan menjawab, “Tidak ada trofi yang diraih pada Desember!”
Ketimbang mengumbar kata-kata yang menimbulkan kesan pongah dan mengundang antipati publik, Guardiola lebih suka anak-anak asuhnya memberikan klaim di lapangan. Itulah yang ditunjukkan De Bruyne cs. saat ini.
Cobalah tengok statistik 20 tim Premier League musim ini. The Citizens nyaris menjadi yang terbaik di semua kategori. Koleksi 52 gol dalam 17 pekan menjadikan mereka sebagai tim tertajam, sedangkan 11 gol yang diderita menempatkan mereka sebagai tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit, sama dengan Man. United.
Soal tembakan, penguasaan bola, dan akurasi umpan, Man. City juga berada di posisi teratas. Satu-satunya kategori yang gagal mereka puncaki adalah dribel. Untuk urusan yang satu ini, mereka kalah dari Liverpool. The Citizens hanya melakukan 12,2 dribel per pertandingan. Itu 0,3 dribel lebih sedikit dari yang dilakukan para penggawa The Reds.
Dengan keunggulan mutlak di segala hal, sungguh sulit mengharapkan The Citizens empat kali terpeleset sehingga tergelincir dari puncak klasemen. Satu-satunya kemungkinan mereka kalah adalah karena mereka atau Guardiola memang “menghendakinya”. Itulah yang ditunjukkan di kandang Shakhtar Donetsk pada matchday terakhir fase grup Liga Champions.
Sialnya, seperti lawan Shakhtar, Guardiola hanya akan melakukan hal itu bila laga yang dihadapinya tak lagi menentukan nasib timnya. Di liga, dia hanya mungkin melakukannya ketika The Citizens secara de facto sudah juara. Sebelum kepastian didapatkan, Guardiola hanya ingin anak-anak asuhnya meraih tiga poin dari setiap laga.
*Penulis adalah jurnalis dan pengamat sepak bola. Tanggapi kolom ini @seppginz.