Dubes Palestina Ingin DK PBB Gerak Cepat, untuk Apa?

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, ingin Dewan Keamanan PBB bertindak cepat soal isu Yerusalem.

oleh Afra Augesti diperbarui 15 Des 2017, 07:48 WIB
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour. (UN/Devra Berkowitz)

Liputan6.com, New York - Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, ingin Dewan Keamanan PBB bertindak cepat soal isu Yerusalem.

Menurutnya, seperti dikutip dari Al Araby, Kamis (14/12/2017), DK PBB harus segera memberikan suaranya pada rancangan resolusi yang menolak pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, meski tindakan tersebut nantinya akan dihadapkan pada hak veto AS.

Ia menambahkan, resolusi tersebut akan memaksa AS membatalkan keputusannya terhadap Yerusalem. Meski Mansour dengan lantang membantah, beberapa diplomat lain mengatakan bahwa unek-unek yang ia lontarkan belum begitu kuat.

Sementara itu, menurut keterangan seorang diplomat senior, Mesir diperkirakan akan mengedarkan rancangan resolusi kepada anggota dewan awal minggu ini.

Mansour menjelaskan, ia sedang mengerjakan sebuah naskah rancangan yang akan menegaskan kembali posisi DK PBB dan meminta AS untuk membatalkan keputusannya.

AS sendiri merasa dirinya terisolasi dalam sidang DK PBB pekan lalu, ketika ke-14 anggota lainnya -- termasuk Inggris, Prancis dan Italia -- mengecam keputusan Donald Trump. Pasalnya, mereka menganggap AS telah melanggar kesepakatan internasional.

Status Yerusalem merupakan isu paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina.

Israel mengklaim seluruh Kota Suci tersebut sebagai ibu kotanya, sedangkan Palestina menginginkan sektor timur -- yang disita Israel dalam perang 1967 -- sebagai ibu kota abadinya.

Beberapa resolusi PBB meminta Israel untuk menarik diri dari wilayah yang dicaploknya itu. PBB juga menekankan agar Israel segera mengakhiri pendudukan di sana.

Pada 1980, DK PBB mengadopsi sebuah resolusi yang menyatakan bahwa semua kegiatan legislatif dan administratif yang diambil oleh Israel -- termasuk pendudukan -- yang dimaksudkan untuk mengubah karakter dan status Kota Suci Yerusalem, tidaklah memiliki legalitas sah.


OKI Deklarasikan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina

Para kepala negara anggota OKI saat berkumpul di Istanbul, Turki, pada 13 Desember 2017 untuk membahas isu Yerusalem (AP Photo/Lefteris Pitarakis)

Hasil KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang diselenggarakan di Istanbul, Turki, pada Rabu, 13 Desember 2017 mendeklarasikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. OKI menolak pengakuan sepihak Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dalam KTT Luar Biasa yang digelar sepekan setelah pidato pengakuan Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, para pemimpin OKI menyerukan seluruh negara untuk mengakui Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya yang tengah diduduki.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis, OKI menambahkan bahwa 57 negara anggotanya tetap berkomitmen atas "perdamaian yang adil dan komprehensif berdasarkan solusi dua negara". OKI mendesak PBB untuk "mengakhiri pendudukan Israel" atas Palestina dan menyatakan bahwa pemerintahan Trump bertanggung jawab untuk "semua konsekuensi bila keputusan ilegalnya tidak dicabut".

"Bagi kami deklarasi (Trump) berbahaya, yang bertujuan untuk mengubah status hukum kota (Yerusalem), tidak sah dan tidak memiliki legitimasi," ujar OKI dalam pernyataan bersamanya.

Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera mengatakan bahwa KTT Luar Biasa OKI di Istanbul menyoroti bahwa rakyat Palestina, warga Arab, dan muslim terus berkomitmen pada perdamaian.

"Sekarang, negara-negara muslim dengan bersekutu bersama Palestina mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina," ucap Bishara.

"Negara-negara Islam tersebut siap untuk menghukum setiap negara yang mengikuti jejak Amerika Serikat dalam hal mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya