Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meralat konten buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas VI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) Kurikulum 2006.
Seperti disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno, pihaknya akan segera menyebarluaskan ralat konten buku IPS tersebut ke setiap sekolah melalui dinas pendidikan setempat.
Advertisement
"Hari ini draftnya sudah ada. Mudah-mudahan besok sudah bisa (disebarluaskan). Konten dalam buku tersebut diralat menjadi ibu kota negara Israel adalah Tel Aviv," ujar Totok di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Dia menegaskan, Kemendikbud mengambil sikap untuk merevisi konten buku IPS tersebut berlandaskan sikap politik luar negeri Indonesia yang tidak mengakui penjajahan. Oleh karena itu, upaya penguasaan Yerusalem oleh Israel yang diawali pada Perang Arab-Israel tahun 1948 tidak sesuai dengan konstitusi Indonesia.
"Sesuai Pembukaan UUD 1945 Alinea I yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadlian," ucap Totok.
Dia menambahkan, ada sisi positif dari kesalahan penulisan ibu kota Israel di buku IPS tersebut. Dengan adanya laporan dan informasi dari masyarakat di media sosial menunjukkan masyarakat juga peduli terhadap konten-konten buku pelajaran di sekolah.
"Segi positif dari kejadian ini bahwa masyarakat dengan teknologi media sosial saat ini semakin menunjukkan kepedulian terhadap konten perbukuan, khususnya buku yang dibaca oleh anak-anak," ujar Totok.
Tidak Ada Sanksi
Namun, Kemendikbud memutuskan tidak memberikan sanksi kepada penulis buku IPS Kelas VI tersebut, yaitu Sadiman dan Shendy Amalia. Seperti diketahui, keduanya telah melakukan kesalahan terkait penulisan Yerusalem sebagai ibu kota Israel di buku pelajaran tersebut.
Totok mengatakan, pihak Kemendikbud hanya meminta kedua penulis tersebut untuk meralat kesalahan penulisan di buku itu dan tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.
"Saya kira untuk perbaikan nggak selalu alatnya itu sanksi. Kalau ternyata penulis itu kurang kapasitasnya ya ditingkatkan kapasitasnya," ujar Totok.
Advertisement
Belum Ada Aturan
Totok menjelaskan, hingga saat ini Kemendikbud belum memiliki aturan untuk menjatuhkan sanksi kepada penulis terkait kejadian seperti itu.
"Untuk menjatuhkan sanksi harus ada aturan. Sekarang ini aturannya belum ada. Yang selama ini dilakukan bila terjadi demikian adalah melakukan ralat. Kita tidak menengok ke belakang tapi yang penting solusi ke depan seperti apa," jelasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini: