Kaleidoskop Health 2017: Gempar Peredaran Pil PCC di Kendari

September 2017 masyarakat Indonesia digemparkan pil PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 15 Des 2017, 19:00 WIB
BNN Menggrebek pabrik pembuatan pil PCC di Solo. Pabrik tersebut setiap harinya memproduksi 50 ribu butir pil PCC, Senin (4/12).(Liputan6.com/Fajar Abrori)

 

Liputan6.com, Jakarta September 2017 masyarakat Indonesia digemparkan pil PCC. Pil berbentuk bulat ini membuat orang yang menenggaknya jadi seperti zombie (mayat hidup). Jalannya sempoyongan dan mata mendelik.

Kasus pil PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara menjadi sorotan. Puluhan orang, yang kebanyakan remaja, menjadi korban pil PCC. Para korban pil PCC ini kemudian dibawa ke rumah sakit jiwa.

Di waktu agak bersamaan sudah berdatangan puluhan pelajar SD, SMP, dan SMA, usia antara 15-22 tahun dengan kondisi serupa. Namun, ada juga korban ibu rumah tangga dan pegawai kantoran.

Kepala BNN Kendari Murniati menyebutkan, para korban dimasukkan ke rumah sakit jiwa karena tingkah laku mereka seperti orang tidak waras atau mengalami gangguan kepribadian dan disorientasi. Sebagian datang dalam kondisi delirium (linglung, tidak mampu berpikir jernih). Sebagian besar mengamuk, berontak, bicara tak karuan, hingga terpaksa diikat.

"Ada yang pingsan, berontak, kejang-kejang, mulut berbusa. Semuanya masih dalam pengaruh obat. Jadi, bisa dikatakan tidak sadarkan diri," ujar Humas BNNP Sultra, Adi Sak-Ray menambahkan.

Rupanya, mereka menjadi korban penyalahgunaan pil bertuliskan 'Pil PCC' (Paracetamol Cafeine Carisoprodol)--bukan narkoba jenis flakka seperti yang sebelumnya disebut-sebut.

 

Saksikan juga video menarik berikut:


Telan korban jiwa

Pil PCC buatan Semarang bermerk Zenith, baru keluar dari mesin produksi. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Pengguna pil PCC tidak hanya membuat hilang kesadaran atau tidak waras. Ada kondisi yang lebih gawat yakni nyawa melayang.

"Kemarin meninggal R, pelajar SD kelas VI, umur 13 tahun. Dia memang sempat dibawa ke RS, tapi sudah terlambat," ujar Adi bulan September lalu.

Dia mengatakan ada satu lagi yang meninggal. Diduga usai menelan pil ini. Hanya saja, korban belum sempat dibawa ke rumah sakit.

"Ini kami dapat info ada lagi yang meninggal, belum sempat dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan, jadi belum terdata," katanya.

Para korban kebanyakan mengonsumsi pil PCC bersamaan dengan minuman berenergi. Hal ini membuat efeknya menjadi mata merah, kejang-kejang, dan halusinasi.

Menurut Kepala Balai POM di Kendari, Adila Pababbari, bila seseorang mengonsumsi pil tidak dengan aturan dan dikonsumsi bersamaan dengan minuman penambah energi, jelas memberikan efek negatif.

"Bila orang itu mengonsumsi sekali itu ada 10 (tablet) atau lima (pil) terus dicampur dengan minuman lain, ya jelas ada efeknya. Apalagi ini tidak ada izin edarnya," kata Adila lagi.


Iming-iming pengedar pil PCC

Kebanyakan remaja Banyumas tak mengenal pil PCC kecuali dari gambar. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dari wawancara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan korban pil PCC diketahui para korban sebagian besar bukan pengguna narkoba. Sebagian besar tidak tahu dampak buruk pil ini.

Para korban diiming-imingi oleh pengedar bahwa dengan mengonsumsi pil PCC ini bisa membuat pintar. Tablet itu pun diberi gratis, bukan beli.

"Berdasarkan wawancara terhadap korban yang 19 tahun, ada orang yang naik motor lalu mengiming-imingi kalau stres atau pusing makan ini tiga kali. Sementara saat ke anak-anak, dikatakan PCC ini bisa membuat pintar," kata BPOM, Penny Lukito.

"Kami melihat ada unsur kesengajaan di sini," tegas Penny.

BPOM melihat aksi masif pengedar pil PCC sebagai bentuk perlawanan mafia kejahatan. Dalam beberapa bulan terakhir memang BPOM melakukan operasi pemberantasan penyalahgunaan obat.


PCC Bukan Obat

Petugas menunjukkan sejumlah barang bukti saat pengungkapan kasus pabrik pil terlarang jenis Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) di Semarang, Jawa Tengah, Senin (4/12). (Liputan6.com/Gholib)

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny Lukito, mengatakan, PCC yang membuat puluhan anak dan remaja di Kendari hilang kesadaran dan halusinasi tidak pernah memiliki izin edar. Sehingga produk tersebut ilegal dan tidak boleh dikonsumsi siapa pun.

"PCC bukan obat, itu tablet berbahaya," tegas Penny di kantor BPOM RI Jakarta pada Senin (18/9/2017).

Penny menjelaskan sesuatu yang disebut obat itu mulai dari bahan baku hingga sebelum sampai ke tangan konsumen alias pre-market seharusnya di bawah pengawasan BPOM.

Termasuk, obat tersebut memiliki izin edar. Lalu, obat yang salah satu komponennya obat keras --dalam hal ini carisoprodol yang ada dalam PCC-- harus dikonsumsi berdasarkan pengawasan dokter.

"Kalau kedua hal itu tidak terpenuhi, bukan obat, itu racun," tegas wanita berkacamata ini.

Berdasarkan hasil uji laboratorium BPOM, terdapat dua jenis tablet PCC yang berbeda kandungannya yang dikonsumsi korban di Kendari. Jenis pertama mengandung Parasetamol, Carisoprodol, dan Cafein. Jenis kedua mengandung Parasetamol, Carisoprodol, Cafein, dan Tramadol.

Paracetamol baik sebagai sediaan tunggal maupun kombinasi bersama Kafein saat ini masih diperbolehkan untuk penggunaan terapi.

Sementara, Carisoprodol merupakan bahan baku obat yang memberi efek relaksasi otot dengan efek samping sedatif dan euforia.

Pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapi, Carisoprodol dapat menyebabkan kejang dan halusinasi, serta efek lainnya yang membahayakan kesehatan hingga kematian.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya