Jember - Para pemburu yang meyakini wangsit harta karun Bung Karno (Presiden pertama RI Sukarno) di Bukit Mandigu, Kecamatan Mumbulsari, Jember, Jawa Timur, seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya nyawa yang hilang, puluhan juta rupiah uang keluarganya juga habis, untuk biaya perburuan harta karun yang ternyata akal-akalan sang penipu. Seperti apa kisahnya?
Baihaki seperti tak punya sedih. Dia masih tampak aktif, lari-larian di keramaian orang. Padahal, orang di sekitarnya, pipinya belum kering dengan air mata. Terlebih, ibunya yang bernama Sulastri. Tangisnya pecah setelah ditinggal mati suami dan anaknya.
Bukan karena umur Baihaki yang masih tujuh tahun. Tetapi, dia memang belum tahu apa yang terjadi pada ayah (Munawar) dan kakaknya (Farihen). Bahkan, beberapa kali dengan polosnya, tanya ke mana ayahnya pada sang ibu. Saat muncul pertanyaan begitu, tangis Sulastri kembali pecah.
Bocah kelas 1 SD itu, sebulan terakhir ini tidak pernah lagi tidur bersama ayahnya. Karena setiap sore, Munawar pergi dan pamit kerja bersama Farihen. Saat keduanya datang yang katanya pulang kerja, Baihaki sudah tidak ada di rumah karena sekolah.
"Bapaknya setiap hari pulang. Tapi berangkat sore, pulangnya pagi," ucap Sulastri, kepada JawaPos.com, yang dilansir, Rabu, 13 Desember 2017.
Baca Juga
Advertisement
Sulastri tak pernah diberi tahu pekerjaan suami dan anaknya itu. Mereka hanya bilang sedang kerja bareng adik kandungnya, Munasik. Karena tidak pernah diberi uang belanja selama bekerja "misterius" (cari harta karun di Bukit Mandigu--red.) itu, Sulastri pun harus mencari penghasilan lain menjadi buruh tani.
Beberapa kali saat ditanya pekerjaan, Munawar, berkali-kali pula melarang istrinya bertanya lagi. Tetapi jawaban yang dipertegas suaminya, mereka sekeluarga tidak lama lagi bakal kaya. "Bahkan neneknya anak-anak menegur keras, karena pekerjaannya dinilai mencurigakan," tuturnya.
Kecurigaan keluarga bukan pada perburuan harta karun Bung Karno itu. Bahkan lebih ekstrem. Mereka curiga kepala keluarganya sedang "kerja malam" (maling--red.). Tetapi, kecurigaan itu dibuang begitu saja. Karena selama sebulan itu, bapak tiga orang anak tersebut malah seret alias tak pernah memberi uang belanja.
Setiap kali hendak pamit berangkat kerja, Munawar, selalu dijemput pria bermobil. Bahkan di Minggu pagi, 10 Desember 2017, beberapa jam sebelum kejadian maut di dalam gua, suami dan anaknya dijemput tiga orang dengan mobil Isuzu Panther warna putih.
Sebelum berangkat, para pemburu wangsit harta karun Bung Karno itu juga sempat meminjam mesin penyedot air, ke tetangga sebelah rumahnya. Mesin itu yang ditemukan di dalam gua.
Baca berita menarik dari JawaPos.com lain di sini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Minta Carikan Bunga 7 Rupa dan Janur
Keanehan lainnya, setiap kali hendak berangkat kerja, Munawar, meminta istrinya mencarikan bunga tujuh rupa, sekaligus janur kepala. Bunga itu pula yang ditemukan sudah mengering di pintu gua, tempat ayah dan anak itu meregang maut.
Sebelumnya, kata Sulastri, suaminya pekerja serabutan. Kadang di sawah. Semisal ada tetangga yang membutuhkan tenaganya, dia pun bekerja di sana. Pindah haluan dan mulai meninggalkan pekerjaan awalnya, setelah Munawar diajak kerja "misterius" oleh adiknya Munasik.
Pun demikian dengan Munasik. Bapak tiga orang anak itu, ternyata pekerjaannya lebih jelas ketimbang kakaknya. Karena dia, masih tercatat sebagai anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Subo, Kecamatan Pakusari. Bahkan, beberapa proyek pembangunan fisik di desanya, dia memiliki peran penting.
Namun, sejak beberapa bulan belakangan ini, dia meninggalkan perannya di LPM Desa Subo. Bahkan, beberapa proyek seperti pavingisasi dan pembangunan irigasi desa, ditinggal mangkrak dan memilih tak aktif lagi.
Beberapa saudara dan tetangga menyayangkan sikapnya yang demikian. Bahkan Munasik pernah diingatkan. Tetapi, dia tetap memilih pekerjaan yang dinilai misterius oleh para tetangganya. "Semenjak itu, Pak Fredy (Munasik--red.) orangnya malah jadi tertutup," kata Wiwik Iriani, salah satu keluarga korban.
Tetangganya tidak ada yang tahu pekerjaan Munasik bersama kedua anaknya Fredy dan Firman. Sama, tetangga yang tinggal di Dusun Sanggar, Desa Subo, Kecamatan Pakusari, juga tahunya mereka berangkat kerja sore dan pagi baru datang.
"Setelah datang kerja, sampai siang mereka tidak keluar rumah. Kata istrinya tidur. Sore, berangkat lagi," bebernya.
Meski demikian, mereka juga beberapa kali menemukan tamu tak dikenal di rumah Munasik. Kabarnya, mereka menggelar semacam selamatan, tapi tidak ramai. Hanya orang tertentu. "Selebihnya kami tidak tahu apa-apa," katanya polos.
Advertisement
Korban Ternyata Bersaudara
Aparat kepolisian menyebut, gua di Bukit Mandigu, Desa Lampeji, Kecamatan Mumbulsari, Jember, yang konon menyimpan harta karun adalah gua bullshit (omong kosong/palsu). Sebab, gua itu ternyata gua buatan manusia dengan cara digali. Selain itu, wangsit yang mengarah ada harta karun di sana rupanya hanya tipu-tipu dari orang yang mengaku paranormal.
Pernyataan itu disampaikan Kapolsek Mumbulsari, AKP Heri Supadmo, Selasa, 12 Desember 2017. Kepada Jawa Pos Radar Jember, dia memastikan lubang di bawah batu yang disebut gua, adalah buatan manusia. Terlebih, ada beberapa bukti serta petunjuk lain yang terkesan sengaja didisain untuk aksi tipu-tipu tersebut.
"Tekstur tanahnya juga terlihat bekas galian manusia," ungkapnya.
Alhasil, polisi mengimbau masyarakat jangan lagi percaya kabar bohong di dalam lubang gua bullshit itu ada harta karun peninggalan zaman Majapahit dan Presiden Sukarno.
Bahkan, menurut Heri, setelah proses hukumnya tuntas, polisi akan mengajak PT Perhutani menutup lubang tersebut. Tujuannya, supaya tidak ada lagi orang yang sesat pikir dan sikap.
Penelusuran Jawa Pos Radar Jember di rumah para korban tewas, terungkap bahwa mereka memiliki ikatan saudara. Bapak dan anak. Antarbapak, adik, dan kakak, serta antaranak dan sepupuan.
Beberapa data faktual diperoleh Jawa Pos Radar Jember, saat berkunjung ke rumah duka, Senin, 11 Desember lalu. Bahkan, identitas yang sebelumnya diinformasikan, ada beberapa yang salah. Seperti korban yang sebelumnya diberitakan selamat bernama Fredy, ternyata nama aslinya adalah Munasik yang tak lain bapaknya Fredy.
Nama Fredy memang masuk dalam data korban tewas. Dia sulung dari tiga bersaudara. Sedangkan nama korban Taufiq, yang dimaksud adalah bapaknya Taufiq yang bernama Munawar. Sedangkan Taufiq, tidak ikut terlibat dalam perburuan harta karun palsu tersebut.
Munawar ini memiliki tiga orang anak. Anak kedua Munawar yang semula dikabarkan bernama Bari, ternyata nama panggilannya Fari. Nama lengkapnya adalah Farihen. Munawar dan Farihen, sama-sama menjadi korban tewas di dalam lubang.
"Munawar alias bapaknya Taufiq (anak pertama) dan Munasik alias bapaknya Fredy (anak kedua)," ungkap Zainul, yang mengaku adik dari kedua korban tersebut.
Menurut Zainul, sebenarnya masih ada seorang korban lagi yang sempat masuk lubang gua bullshit itu. Tapi dia bisa menyelamatkan diri. Bahkan, tidak sampai pingsan seperti keempat korban lainnya. Dia bernama Firman. "Firman adiknya Fredy. Dia anak kedua dari Pak Munasik. Kalau sama Fari, dia sepupuan," jelasnya.
Zainul mengakui, kedua kakaknya sempat berembug bahkan merayu dirinya, supaya ikut memburu harta karun di Bukit Mandigu tersebut. Tetapi Zainul menolak. Apalagi, biaya perburuan harta karun itu juga lumayan banyak. "Iya, sawah peninggalan orang tua digadaikan," katanya.
Korban Selamat Mulai Membaik
Sementara itu, korban selamat bernama Munasik alias Pak Fredy, kondisinya mulai membaik. Bahkan, korban yang sebelumnya kritis dan harus dirawat di ICU RSD dr Soebandi, Jember, sejak Selasa 12 Desember 2017, sudah bisa dirawat inap di ruang mawar.
Seperti kata Zainul, kakaknya mengeluh sesak napas. Dia meyakini, kondisi seperti itu efek dari banyaknya menghirup asap mesin penyedot air di dalam gua. Meski demikian, dia mengaku belum tahu pasti penyebabnya, karena pihak dokter pun juga belum memberi keterangan resmi padanya.
Menurut Zainul, ketiga korban tewas memang tidak diautopsi. Keputusan itu atas permintaan keluarga. Selain itu keluarga memang meyakini, mereka bertiga tewas karena kecelakaan saat ada di dalam gua.
"Kedua kakak dan ponakan saya itu bukan dibunuh. Makanya kami tidak mau mereka diautopsi," jelasnya.
Kejadian itu mendapat atensi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember. Bukan hanya BPBD Kabupaten Jember saja yang menaruh perhatian. Wakil Bupati Abdul Muqit Arief, seketika itu langsung menjenguk korban selamat yang dirawat di RSD dr Soebandi, Minggu malam, 10 Desember 2017.
Advertisement