Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia atau World Bank memberikan pengumuman penting, yakni menghentikan bantuan pendanaan untuk eksplorasi minyak dan gas pada 2019. Pengumuman ini diungkapnya pada konferensi internasional One Planer Summit yang diinisiasi Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Dikutip dari sciencealert.com, Jumat (15/12/2017), di tengah perhelatan konferensi, badan internasional ini memberikan keputusan untuk tidak lagi menggelontorkan bantuan pendanaan bagi perusahaan yang mengeksplorasi bahan bakar fosil. Hal ini dilakukan demi hal yang disebut "perubahan dunia secara cepat".
Baca Juga
Advertisement
Namun, Bank Dunia tetap akan mempertimbangkan untuk membiayai eksplorasi gas hulu di beberapa negara termiskin dunia. Hal ini merupakan pengecualian dengan catatan sumber energi tersebut tetap bisa dimanfaatkan untuk mendukung keberlangsungan lingkungan.
"Ini akan tetap kami lakukan jika hanya upaya tersebut selaras dengan komitmen Paris Agreements tentang perubahan iklim," mengutip keterangan Bank Dunia.
Ini bukanlah pertama kalinya Bank Dunia mengeluarkan kebijakan untuk mendukung isu keberlanjutan lingkungan.
Sebelumnya, Bank Dunia juga berjanji untuk memberikan 28 persen dari portofolio investasinya untuk mendukung riset di bidang pemanasan global pada 2020.
Kebijakan yang akan segera diterapkan ini merupakan pukulan telak bagi perusahaan yang bergerak di industri energi bahan bakar fosil, dan kemenangan yang signifikan bagi para pemerhati lingkungan.
Pelaku ekonomi di bidang energi memang sedang berbondong-bondong menyerukan kebijakan yang berfokus pada lingkungan. Diharapkan nantinya makin banyak perusahaan yang tertarik beralih untuk menggarap energi baru terbarukan (EBT).
Biaya operasional dan instalasi energi terbarukan yang kini semakin terjangkau di beberapa tempat di dunia juga menjadi penyebab perkembangan EBT makin banyak diminati.
Tonton Video Pilihan Ini:
RI Yakin Capai Target Energi Terbarukan
Pemerintah optimistis dapat mencapai target penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dengan porsi 23 persen dalam bauaran energi 2025. Mesk begitu, masih ada permasalahan yang mengganjal pengembangan energi bersih tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan, meski bukan merupakan hal yang mudah, pemerintah optimistis bisa mewujudkan target tersebut.
"Sulit dicapai bukan berarti tidak bisa dicapai. Upaya-upaya maksimum sudah kita lakukan di Kementerian ESDM,” kata Rida, di Jakarta, Kamis (14/12/2017.
Rida mengungkapkan, penetapan target 23 persen atau setara dengan 92,2 Million Tonne of Oil Equivalent (MTOE) merujuk pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 yang sekitar 8 persen.
Penetapan target bauran energi ini telah disahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Ketentuan ini tidak dapat dievaluasi sebelum lima tahun sejak disahkan.
“KEN atau Kebijakan Energi Nasional dapat ditinjau kembali paling cepat lima tahun, itu pun jika dipandang perlu,” jelas Rida.
Selain itu, pemenuhan kebutuhan EBT juga didasari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) serta sejalan dengan Nawacita pembangunan Jokowi-JK, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur EBT banyak dilakukan di daerah terpencil sebagai upaya Kementerian ESDM dalam menyediakan energi secara merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. “Jadi inilah gambaran bagaimana kemudian bauran energi kita ukur,” tutur Rida.
Advertisement