Impor Bom, Granat sampai Gula Mentah RI Melonjak dalam Sebulan

BPS mencatat impor bom dan granat yang melonjak 400 persen dari US$ 2,5 juta di Oktober 2017 menjadi US$ 12,5 juta di November 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Des 2017, 14:00 WIB
Suasana bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan nilai impor barang konsumsi naik signifikan sebesar 31,15 persen menjadi US$ 1,36 miliar di November 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan tertinggi adalah produk bom, granat, dan gula mentah (raw sugar).

Kepala BPS, Suhariyanto atau akrab disapa Kecuk mengungkapkan, nilai impor pada bulan kesebelas ini mencapai US$ 15,15 miliar atau naik 6,42 persen dibanding realisasi Oktober 2017.

Impor nonmigas tercatat naik 7,37 persen menjadi US$ 12,92 miliar di November ini dibanding Oktober sebesar US$ 12,03 miliar.

"Impor barang konsumsi di November ini sebesar US$ 1,36 miliar. Naik 8,22 persen dibanding Oktober, sementara dibanding November 2016, kenaikan impor barang konsumsi mencapai 31,15 persen," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Data BPS menunjukkan kenaikan tertinggi impor barang konsumsi, di antaranya impor bom dan granat yang melonjak 400 persen dari US$ 2,5 juta di Oktober 2017 menjadi US$ 12,5 juta di November 2017.

Sementara secara kumulatif Januari-November 2017, kenaikan impor bom dan granat sebesar 15,51 persen menjadi US$ 94,6 juta dibanding US$ 81,9 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan terbesar lainnya, adalah impor gula mentah sebesar 435 persen dari US$ 2 juta di Oktober 2017 menjadi US$ 10,7 juta pada bulan kesebelas ini.

Namun, impor gula mentah pada Januari-November 2017 justru anjlok 41,53 persen menjadi US$ 42,1 juta dari periode yang sama tahun lalu US$ 72 juta.

Impor tank dan kendaraan tempur lain meningkat 154,90 persen dari US$ 5,1 juta pada Oktober ini menjadi US$ 13 juta di November 2017. Di periode yang sama, impor susu atau krim naik signifikan 131,17 persen dari US$ 7,7 juta menjadi US$ 17,8 juta.

Impor beras patah untuk bahan baku tepung beras di periode tersebut juga meroket 130,67 persen dari US$ 7,5 juta menjadi US$ 17,3 juta. Serta impor kopi instan meningkat signifikan 111,11 persen dari US$ 3,6 juta di Oktober 2017 menjadi US$ 7,6 juta di November 2017.

"Iya memang ada impor bom dan granat. Tapi dominasinya makanan dan minuman, dan hasil minyak untuk bahan bakar minyak (BBM)," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Yunita Rusanti.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kebijakan Kontroversial Trump Tak Pengaruhi Ekspor RI ke AS

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump, dikenal memiliki kebijakan kontroversial, seperti proteksionisme perdagangan, sampai dengan yang terakhir menyebut Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Tindakannya itu menyulut kecaman dari para pemimpin dunia. Kebijakan tersebut tidak berdampak terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk, mengungkapkan nilai ekspor Indonesia pada November ini naik tipis 0,26 persen atau senilai US$ 15,28 miliar dibanding bulan sebelumnya. Dibanding periode November 2016 yang sebesar US$ 13,50 miliar, nilai impor bulan kesebelas ini meningkat 13,18 persen.

Secara kumulatif Januari-November ini, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 153,9 miliar, naik 17,16 persen ‎dari realisasi di periode yang sama tahun lalu senilai US$ 131,4 miliar. Ekspor nonmigas tercatat US$ 139,7 miliar atau naik 16,89 persen dibanding US$ 119,5 miliar.

Ekspor nonmigas terbesar sepanjang Januari-November 2017, yakni lemak dan minyak hewan atau nabati US$ 21,04 miliar atau 15,06 persen‎ dan bahan bakar mineral senilai US$ 19,11 miliar atau 13,68 persen.

"Pangsa pasar ekspor nonmigas terbesar kita selama periode Januari-November ini tidak berubah, yakni China, Jepang, dan Amerika Serikat (AS)," tutur Kecuk saat Rilis Neraca Perdagangan November di kantornya, Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Dia menjelaskan, China menjadi negara tujuan ekspor Indonesia terbesar pertama dengan nilai US$ 19,13 miliar di periode 11 bulan ini. Sedangkan Jepang di urutan kedua senilai US$ 13,22 miliar, dan AS di posisi ketiga dengan nilai impor US$ 15,72 miliar.

"Ini artinya ekspor kita ke AS masih kuat, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sana dengan komentar apa yang terjadi di sana (AS) dengan komentar-komentar dari presidennya. Ekspor kita masih besar," terang Kecuk.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya