Liputan6.com, Jakarta - Merayakan 69 tahun lahirnya dokumen Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pusat Informasi PBB untuk Indonesia (UNIC Indonesia) menggelar Human Rights Day di Jakarta. Dikemas dalam bentuk diskusi panel, Human Rights Day mengambil tajuk sub-tema HAM soal isu perdagangan orang -- khususnya dalam konteks yang terjadi di Indonesia.
Sub-tema itu dipilih sebagai fokus refleksi atas proses implementasi prinsip-prinsip DUHAM di Tanah Air.
"Isu itu (perdagangan manusia) relevan untuk dipilih dalam fokus diskusi ini, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang terkendala, memerhatikan sekaligus ikut memimpin penanggulangan isu tersebut -- tercermin pada lahirnya Bali Process 2002 dan ratifikasi konvensi PBB seputar pada isu yang sama," kata Anita Nirody, Perwakilan Tetap Sekretariat Jenderal PBB untuk Indonesia, saat membuka diskusi panel, Jumat (15/12/2017).
Nirody, yang turut menyampaikan kata sambutan dari Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa kejahatan perdagangan orang juga menjadi ujian dan tantangan tersendiri bagi relevansi prinsip-prinsip DUHAM pada masa kini di kawasan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Diseminasi dan Penguatan HAM, Bambang Iriana Djajaatmadja -- yang membacakan pidato sambutan Dirjen HAM Kemenkumham -- mengakui bahwa penanganan kasus tindak pidana perdagangan manusia di Indonesia masih menghadapi banyak kendala.
"Pemerintah masih belum optimal dalam melakukan mekanisme pencegahan hingga ke tataran masyarakat, penanganan yang belum berbasis HAM serta hanya berorientasi pada pemberantasan dan penghukuman pelaku tanpa berorientasi pada pemberdayaan korban," kata Bambang mengutip pidato Dirjen HAM Kemenkumham Mualimin Abdi.
Baca Juga
Advertisement
Kendati demikian, Bambang menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk mengurangi kendala tersebut, mulai dari yang bersifat preventif, represif dan rehabilitatif.
Di sisi lain, dari perspektif penegakan hukum, darurat perdagangan manusia (Tindak Pidana Perdagangan Orang, TPPO dalam konteks hukum Indonesia) di Tanah Air disebabkan oleh sejumlah faktor yang salin berkelindan.
Faktor itu meliputi; pelaporan kasus yang hanya aktif dilakukan oleh aparat tanpa partisipasi masyarakat, jaringan perdagangan yang kompleks dengan modus perekrutan yang rumit dan semu, serta polemik ekonomi (sebagai faktor pendorong dan penarik).
"Ditambah lagi dengan minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat terkait isu tersebut, justru semakin memperparah fenomena TPPO," kata AKBP Hafidz Susilo dari Bareskrim Polri saat menyampaikan materi diskusi panel.
Mengomentari soal solusi terkait darurat perdagangan orang di Indonesia, Komisioner Komisi Nasional HAM, Ahmad Taufan mengatakan bahwa pemerintah memiliki peran besar. Di samping itu, masyarakat juga harus berkontribusi secara lebih aktif -- tentunya berdasarkan arahan dari pemerintah.
Ahmad melanjutkan, "Sedarurat apa pun, namun patut diakui bahwa Indonesia, setidaknya, telah memiliki mekanisme yang cukup komprehensif dalam menangani isu TPPO."
"Tapi tak cukup di situ. Kita harus mengembangkan lebih jauh kebijakan penanggulangan TPPO. Serta perlu adanya keterlibatan dari elemen masyarakat, berbagai lembaga aparat, serta komunitas internasional, seperti PBB," tambahnya.
Perdagangan Manusia Jadi Salah Satu Pelanggaran HAM Terberat
Perdagangan manusia merupakan salah satu pelanggaran HAM yang sangat serius dan berat, karena beririsan dengan bentuk pelanggaran HAM lain meliputi perbudakan, penyelundupan, dan eksploitasi manusia.
Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM, angka kasus perdagangan manusia, meski mengalami penurunan dari tahun ke tahun -- tetap cukup memprihatinkan.
Pada 2014, terdapat 141 kasus TPPO (tindak pidana perdagangan orang). Tahun berikutnya mengalami penurunan hingga 123 kasus. Dan pada 2016 kembali menyusut menjadi 103 kasus (sedangkan untuk data 2017 masih dalam pengembangan).
Angka itu hanya kasus yang tercatat dalam data statistik resmi pemerintahan. Pihak Kemenkumham dan Polri sendiri meyakini bahwa masih banyak kasus-kasus yang tak terdata (undocumented cases) serta yang saat ini masih terjadi namun belum terungkap.
Advertisement