Bukan Justin Bieber... 5 Fakta Gila Simbol Seks Paling Fenomenal

Franz Liszt dinobatkan jadi simbol seks, jauh sebelum era Justin Bieber, Michael Jackson, The Beatles, bahkan Elvis Presley.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Des 2017, 20:40 WIB
Franz Liszt adalah pemain piano klasik asal Hungaria yang dianggap simbol seks pada masanya (Wikipedia/Public Domain)

Liputan6.com, Budapest - Artis ini dinobatkan jadi simbol seks, jauh sebelum era Justin Bieber, Michael Jackson, The Beatles, bahkan Elvis Presley.

Franz Liszt, namanya, adalah pemain piano klasik asal Hungaria. Sulit membayangkan ada penonton yang histeris bahkan pingsan saat konser musik klasik. Tapi, itulah yang terjadi.

Pada pertengahan Abad ke-19, dengan pesonanya, sang pianis menggebrak tempat minum-minum atau saloon, juga gedung-gedung konser.

Para penonton, terutama kaum hawa yang biasanya sopan dan menjaga martabatnya, berubah liar tak terkendali. Para perempuan, secara harfiah, menyerang sang idola: menyobek bajunya, memperebutkan senar piano yang rusak, menyimpan helaian rambut di dalam liontin, bahkan melempar celana dalam ke panggung.

Tak hanya diakui kepiwaiannya menekan tuts-tuts piano, Liszt menjelma jadi idola sekaligus simbol seks.

Eropa belum pernah melihat hal seperti itu sebelumnya. Saking hebohnya, seorang penyair besar Jerman, Heinrich Heine, menyebut fenomena itu sebagai 'Lisztomania'. Sementara, sejumlah dokter berpendapat, ketenaran sang pianis adalah epidemi gangguan jiwa.

"Liszt punya kepribadian yang dinamis," kata seorang pianis ternama dunia Stephen Hough, seperti dikutip dari situs NPR, Jumat (15/12/2017).

"Dia adalah seorang penggoda atau pemikat -- tak hanya seksual, tapi juga secara dramatis." Seperti halnya orator ulung, karisma Liszt mampu membius para audiensnya.

Berikut 5 fakta gila Franz Liszt yang dianggap simbol seks pada masa lalu, seperti dikutip dari situs Listverse:


1. Lemparan Celana Dalam

Franz Liszt adalah pemain piano klasik asal Hungaria yang dianggap simbol seks pada masanya (Wikipedia/Public Domain)

Pada masanya, Franz Liszt menjadi simbol seks. Keberadaannya memicu kegilaan yang sebelumnya tak pernah disaksikan Eropa yang beradab.

Sebelumnya, konser musik klasik dianggap luar biasa dan 'menghentak' jika tepuk tangan para penonton lebih panjang dari biasanya.

Namun, ketika Liszt tampil, orang-orang pun menggila. Para perempuan melempar celana dalam mereka ke panggung.

Tak semua orang membawa celana dalam untuk dilemparkan ke pianis Hungaria itu. Beberapa melakukan hal yang lebih sopan, melempar sapu tangan, buket bunga, atau sobekan pakaian.

Lainnya, duduk di barisan paling depan, sedekat mungkin dengan sang idola, sambil membawa teropong. Maksudnya?

Teropong itu mereka gunakan untuk melihat ke arah Liszt, sehingga mereka bisa melihat setiap pori di wajahnya.

Selama konser yang kacau di Berlin pada 1842, sejumlah perempuan histeris, tertawa tak terkendali saat melihat Franz Liszt, lainnya pingsan seketika.

Sebagian besar tak bisa menyaksikan pertunjukan, sementara, para gadis yang masih bisa berdiri sontak mencatat sejarah: untuk kali pertama dalam sejarah, para penonton menyerbu panggung ke arah sang idola.

Bahkan kaum pria pun mengagguminya. Penulis terkenal Hans Christian Andersen mengatakan, "Ketika Liszt memasuki saloon, seolah ada sengatan listrik yang menyertainya," tulisnya dalam buku harian, saat menyaksikan sang pianis untuk kali pertamanya. "Seakan sinar terang mentari menerpa wajah setiap orang."


2. Puntung Rokok Diperebutkan

Franz Liszt jadi jadi simbol seks, jauh sebelum era Justin Bieber, Michael Jackson, The Beatles, bahkan Elvis Presley (Wikipedia/Public Domain)

Setiap konser Franz Liszt berakhir, kerusuhan terjadi. Para perempuan menyerbu panggung dan berupaya mencuri apapun yang bisa diambil dari sang idola.

Ada yang memperebutkan sapu tangan milik sang pianis. Sarung tangan beludru milik Liszt disobek-sobek, agar setiap gadis di sana bisa membawa pulang secuil kenang-kenangan dari idolanya.

Ada laporan yang menyebut, sejumlah perempuan membawa botol kaca kecil, untuk menampung ampas kopi dari cangkir Liszt.

Penggemar wanita memperebutkan apapun, terutama yang telah menyentuh bibir pria tersebut.

Seorang penulis mengaku melihat seorang penggemar fanatik memungut puntung rokok yang sudah habis diisap Liszt dari selokan.

Tak hanya membawanya pulang, gadis tersebut menyimpannya dalam liontin yang diberi inisial F dan L dari berlian.

Bau tak sedap tentu saja menguar dari dalam liontin. Namun pemakainya dengan bangga membawa dan memamerkannya ke mana pun ia pergi.

Sementara itu, sejumlah penggemar mengirimkan surat pada Franz Liszt, memohon-mohon agar ia memberikan rambutnya -- untuk dimasukkan di sela-sela buku harian atau disimpan dalam liontin.

Surat semacam itu luar biasa banyak, Liszt bisa-bisa botak jika memenuhinya.

Namun, karena tak mau mengecewakan para penggemarnya, ia membeli anjing yang punya bulu sewarna dengan rambutnya. Setiap surat permohonan datang, Liszt menggunting bulu itu dan mengirimkannya pada sang penggemar.

Hebatnya, permintaan itu tak berhenti bahkan sampai Franz Liszt tak lagi bernyawa.

Seorang perempuan, yang menemukan pria itu tak bernyawa, memberitahukan hal itu pada putri Liszt. Sesaat kemudian ia minta izin untuk memotong rambut dari jasad sang pianis.


3. Amuk Sang Penari Erotis

Franz Liszt adalah pemain piano klasik asal Hungaria yang dianggap simbol seks pada masanya (Wikipedia/Public Domain)

Menjadi sosok yang dipuja, tak heran jika Franz Liszt jadi playboy. Ia sering terjerat hubungan asmara dengan perempuan yang mengaguminya.

Salah satunya Lola Montez. Perempuan itu adalah penari erotis yang sempat menjalin hubungan cinta sesat dengan penulis The Three Musketeers, Alexandre Dumas hingga Raja Bavaria.

Suatu hari, Montez dekat dengan Franz Liszt. Mereka tidur bersama di sebuah hotel. Namun, setelah bercinta, sang pianis menyelinap pergi malam itu juga.

Montez sama sekali tak senang dengan tindakannya itu. Dengan penuh amarah, ia mengamuk, merusak kamar, menghancurkan semua perabotan, sebelum akhirnya menghambur pergi, meninggalkan ruangan dalam kondisi rusak parah.

Liszt rupanya telah menyadari, perempuan yang ia kencani luar biasa emosional. Sebelum meninggalkan hotel, pria itu memberikan setumpuk uang pada pemilik hotel.

Kepada sang pemilik, ia memperingatkan, "Dalam beberapa menit, ruangan hotel itu hanya tinggal puing."


4. Diperlakukan Sebagai Raja

Franz Liszt adalah pemain piano klasik asal Hungaria yang dianggap simbol seks pada masanya (Wikipedia/Public Domain)

Penggemar Franz Liszt berasal dari segala latar belakang: orang biasa, kaum elite, para selebritas, bahkan penguasa sekalipun.

Para bangsawan Eropa tergila-gila kepadanya. Salah seorang kritikus bahkan menyebut, "ia tidak diperlakukan bak raja, tapi sebagai raja." Bahkan oleh seorang raja sungguhan.

Perkataannya tak berlebihan. Saat meninggalkan Jerman untuk tur ke Eropa, raja dan ratu menuju balkon untuk mengantar kepergiannya.

Pihak kerajaan bahkan menyiapkan prosesi khusus, yang terdiri atas 30 kereta kuda dan pasukan pengawal.

Jika Franz Liszt tak mendapatkan penghormatan seperti itu, ia akan menuntut untuk dihormati.

Saat bermain piano untuk Tsar Rusia, Nicholas I, Liszt merasa frustasi ketika sang penguasa berpidato di tengah konsernya.

Sang pianis menolak bermain. Ia melotot ke arah tsar dan berkata lantang. "Musik sendiri merasa seharusnya diam ketika Nicholas bicara."


5. Dianggap Menularkan Kegilaan

Lukisan yang terinspirasi musik Franz Liszt, pianis asal Hungaria (Wikipedia/Public Domain)

Suatu hari, Franz Liszt berkunjung ke rumah novelis terkenal Prancis, Honore de Balzac.

Istri simpanan sang penyair, Eva Hanska menggila. Saking terkesimanya, perempuan itu bahkan tak sanggup bicara.

Pada masa puncaknya, Franz Liszt tak hanya populer. Ia adalah masalah sosial.

Banyak ahli menulis esai tentang bagaimana dia mempengaruhi orang banyak. Itu bukan sekadar kekaguman.

Heinrich Heine, yang menciptakan istilah 'Lisztomania' -- yang merujuk pada masalah sebagai "kegilaan yang sesungguhnya" dan menganggapnya sebagai "domain patologi."

Atau dengan kata lain, para penggemarnya adalah orang gila.

Para dokter menulis esai untuk menjelaskan fenomena itu. Beberapa di antaranya menyebut, Lisztomania muncul akibat kuman yang menyebar di aula konser. Ada juga yang menganggap, hal tersebut adalah serangan epilepsi massal.

Sejumlah ahli medis bahkan menulis artikel soal bagaimana cara mengimunisasi publik untuk mencegah Lisztomania.

Salah satu yang paling dikhawatirkan dari Franz Liszt adalah efek 'guncangannya' terutama pada para perempuan.

Sebuah surat kabar, Neuigkeits-Bote mempublikasikan artikel demi artikel yang memperingatkan orang-orang tentang bahaya penularan Lisztomania.

Sebuah artikel bernada merayakan kepergian Liszt ke luar kota. "Para perempuan akhirnya mempedulikan anak-anak, dapur, dan suami," kata artikel tersebut. Sejenak, kaum hawa bisa melupakan simbol seks yang jadi idola mereka. (Ein)

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya