Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPR Fadli Zon menyetujui adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan menikah dengan teman sekantor. Menurut dia, hal itu sah-sah saja karena merupakan hak asasi manusia.
"Itu hak asasi, masa tidak boleh. Saya kira itu sah-sah saja," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/12/2017).
Advertisement
Dia menjelaskan, pekerjaan merupakan masalah pribadi setiap individu. Kalaupun itu nantinya menimbulkan masalah dengan pekerjaan, banyak cara untuk menyikapinya.
"Kalau ada konflik kepentingan, bidang kerjanya saja dipisah. Saya kira itu teknis, secara prinsip harusnya tidak boleh ada larangan itu," tegas Fadli Zon.
Perusahaan kini memang tak bisa lagi membuat aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan sekantor. Hal ini menyusul dikabulkannya permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam persidangan di MK, Kamis 14 Desember 2017.
Dalam putusannya, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
Kontroversi UU Kesusilaan
Sementara, terkait penolakan Mahkamah Konstitusi terhadap perluasan pidana kesusilaan, menurut Fadli harus dikaji ulang kalangan ahli. Sebab saat ini masyarakat sudah memasuki era baru.
"Saya kira perlu kajian dari kalangan ahli, bahwa kita ini berada di era baru," kata Fadli.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini juga menyebut putusan MK tersebut kontroversial. Sehingga diperlukan kajian para tokoh-tokoh yang lebih mengetahui perkembangan zaman saat ini.
"Bagi saya, secara pribadi itu satu hal yang kontroversial. Maksudnya dalam studi hukum yang ada, di dalam hukum positif perlu dikaji," jelas Fadli.
Advertisement
Perluasan Pasal Perzinahan
Sebelumnya, MK menolak uji materi terhadap sejumlah pasal dalam KUHP yang mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan. Adapun tiga pasal yang digugat adalah Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292. MK pun menolak uji materi terhadap sejumlah pasal itu.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang pleno di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 14 Desember 2017.
Dalam uji materi terkait Pasal 284 KUHP, pemohon mengatakan cakupan seluruh arti kata "zina" hanya terbatas bila salah satu pasangan atau keduanya terikat dalam hubungan pernikahan. Padahal, pasangan yang tidak terikat pernikahan juga bisa dikatakan zina.
Adapun untuk Pasal 285 KUHP, pemohon juga meminta perluasan makna perkosaan, bukan hanya dilakukan pelaku terhadap wanita, tetapi juga kepada pria.
Kemudian Pasal 292, pemohon meminta para pelaku seks menyimpang atau dalam hal ini LGBT, diminta jangan hanya dibatasi oleh orang dewasa.
Meski demikian, majelis hakim memandang pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
Saksikan video pilihan berikut ini: