Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Indonesian E-Commerce Association (idEA) meminta bertemu dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati untuk membahas rencana pengenaan bea masuk barang-barang digital (digital goods). idEA berharap ada kesetaraan pajak antara perlakuan di dalam dan luar negeri.
"Kami sudah dengar wacana itu, tapi belum bisa komentar. Kami lagi atur waktu dengan Bu Sri Mulyani dan Pak Enggar (Mendag)," ujar Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis idEA, Ignatius Untung di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia menuturkan, idEA hanya meminta adanya kesetaraan atau level playing field. "Kalau kita bayar pajak atau bayar bea masuk, mudah-mudahan orang Indonesia yang berbelanja dari e-commerce luar negeri juga kena pajak yang sama," terang Untung.
Kekhawatiran idEA terkait pengenaan bea masuk barang digital, sambung dia, perbedaan perlakuan tersebut membuat pengusaha e-commerce di dalam negeri kalah bersaing dengan pemain luar negeri.
"Selama permainan adil, buat kita tidak apa. Karena yang ditakutkan oleh player idEA atau non idEA, ketika kita dipajaki, ada yang tidak dipajaki, kita jadi tidak kompetitif dibanding pemain luar negeri. Kapan industrinya mau tumbuh," papar Untung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alasan Sri Mulyani Ingin Pungut Bea Masuk Software hingga E-Book
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati berencana memungut bea masuk dari barang-barang tak berwujud (intangible goods) atau disebut barang-barang digital (digital goods). Saat ini, pemerintah sedang berjuang melobi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengakhiri moratorium.
"Pernyataan Bu Menkeu jelas, kita akan mengenakan (bea masuk) untuk digital goods. Kita akan putuskan hasil akhirnya setelah sidang WTO selesai," tegas Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Deni Surjantoro saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa 12 Desember 2017.
DJBC Kementerian Keuangan bersama Kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan tengah melakukan perundingan untuk meyakinkan WTO terhadap kebijakan bea masuk barang-barang digital, seperti jual beli software (perangkat lunak), e-book (buku elektronik), mengunduh film dan lagu di situs luar negeri, serta lainnya. Negosiasi atau lobi ini sedang berlangsung di Argentina.
"Selama ini kan kita belum pernah mengenakan bea masuk dan pajak impor atas digital goods ini. Jadi DJBC bersama kemeterian terkait lagi di Argentika untuk upaya lobi menjelaskan posisi kita terhadap moratorium supaya dibuka," Deni menjelaskan.
Untuk diketahui, moratorium atau penghentian sementara pengenaan perpajakan terhadap intangible goods oleh WTO secara elektronik akan berakhir pada 2017. Seharusnya otomatis mulai Januari 2018, moratorium sudah dicabut.
Akan tetapi, menurut Deni, ada keinginan dari negara maju untuk melanjutkan moratorium pungutan perpajakan atas barang-barang tersebut.
"Misalnya Freeport kirim software dari kantor pusat (AS) ke Indonesia dengan cara di-download. Mereka menganggap business to business (B2B), tapi pemerintah mendukung saja," terangnya.
Sementara pemerintah Indonesia beralasan harus menciptakan kesetaraan atau level playing field yang sama antara barang-barang digital yang diperjualbelikan secara konvensional maupun online.
"Kan sudah berakhir di 2017, dan kita menganggap perlu ada kesetaraan antara perdagangan konvensional dan online. Barang-barang sejenis di dalam negeri sudah kena pajak, tapi kok yang dari luar negeri, malah tidak kita kenakan. Lagipula moratorium ini sudah lama," kata Deni.
Advertisement