Bebaskan Lahan Bandara Kulon Progo, AP I Diminta Lakukan Ini

Persoalan pembabasan lahan ini masih menjadi kendala yang harus diselesaikan pada proyek Bandara Kulon Progo.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 16 Des 2017, 18:31 WIB
Warga terdampak bandara baru Kulonprogo enggan pindah ke lokasi relokasi. (Liputan6.com/ Yanuar H)

Liputan6.com, Jakarta PT Angkasa Pura I (Persero) saat ini tengah melakukan pembangunan Bandara Kulon Progo, Yogyakarta. Hanya saja, persoalan pembebasan lahan ini masih menjadi kendala yang harus diselesaikan.

Guru Besar Transportasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Danang Parikesit meminta AP I lebih melakukan pendekatan secara budaya dalam menyelesaikan pembebasan lahan ini.

"Warga yang masih bersikeras menolak pembangunan bandara baru Yogyakarta Kulon Progo sebaiknya lebih mengedepankan dialog untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa kurang kepada pemerintah," ucap Danang, Sabtu (16/12/2017).

Selanjutnya, kata dia, pemerintah pun jangan lagi berpaku kepada penanganan formal, tapi harus bekerja lebih jauh dengan mengedepankan pendekatan aspek sosial dan kultural.

Sampai saat ini, masih ada sekitar 20-an penduduk yang melakukan penolakan. Di sinilah, usul dia, peran aktif pemerintah baik pemerintah pusat apakah itu Kemenhub, PT Angkasa Pura 1 , Pemda DIY maupun Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

Sebaiknya, kata dia, jangan terlalu mengedepankan pendekatan formalistis semata. Dengan hanya berpaku kepada pembayaran ganti rugi, penyediaan rumah, lapangan kerja, dan kesempatan usaha.

"Lakukanlah sosialisasi bahwa mereka yang telah rela melepas tanah rumah dan pindah rumah dari situ merupakan pahlawan pembangunan yang patut diapresiasi. Ini kali masalahnya, warga yang terkena pemindahan sebaiknya diapresiasi lebih jadikanlah mereka pahlawan pembangunan, bukan hitung-hitungan atas berapa harga tanah dan berapa harga rumah saja," paparnya lagi.

Tonton Video Pilihan Ini:

 


Meja Khusus

Konkretnya, Pemerintah Kulon Progo harus membuka meja khusus yang akan menjembatani keperluan komunikasi antara pemerintah dan penduduk. Desk ini harus terdiri dari gugus tugas yang melibatkan semua potensi, misalnya Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan, Dinas Perdagangan.

"Desk ini membuka hotline langsung kepada penduduk. Hingga masyarakat pun bisa memanfaatkan hotline ini untuk menjawab dan mengatasi segala permasalahan yang menurut warga perlu penyelesaian holistik dan menyeluruh. Ini saya kira yang harus dilakukan," jelas Danang.

Senada dengan Danang, Dosen Infrastruktur dari ITB, Harun Alrasyid, mengungkapkan masih adanya warga yang menolak pembangunan Bandara Kulon Progo itu adalah persoalan di akar rumput.

"Ya kalau soal penggantian, kompensasi dan pembayaran sudah sesuai ketentuan ya apalagi. Mungkin mereka tidak puas dengan harga, ya dicarikan akar masalahnya. Kenapa yang lain menerima, yang ini gak menerima. Di sini juga dituntut ketegasan pemerintah," tutur dia.

Harun Alrasyid setuju dalam hak penolakan sebagian warga itu mungkin ada aspek sosial dan kultural yang belum dipenuhi atau diabaikan. "Ya dialoglah, tapi bagaimanapun juga pemerintah harus tegas," tutupnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya