Soal Harga BBM di 2018, Pertamina Tunggu Keputusan Pemerintah

Pertamina berharap harga minyak dunia tidak melambung tinggi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Des 2017, 07:47 WIB
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Untuk bahan bakar jenis Premium turun Rp 150/liter dan harga solar turun sebesar Rp 800/liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Pers‎ero) menanti keputusan pemerintah mengenai harga Bahan Bahan Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi untuk tahun 2018. Saat ini harga minyak dunia yang menjadi dasar penentuan harga BBM di Indonesia terus naik. 

Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan, penetapan harga BBM merupakan wewenang pemerintah. Oleh sebab itu, Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) menanti keputusan pemerintah.

"BBM ini keputusan pemerintah. Pertamina bagian pemerintah, jadi kami hanya menunggu ketentuan pemerintah," kata Gigih seperti ditulis Senin (18/12/2017).

Berdasarkan gejolak global, ada indikasi harga minyak terus naik. Namun, hal tersebut cukup rumit untuk diprediksi karena banyak parameter yang dapat memicu kenaikan harga minyak.

"Memang ada efek Donald Trump dan lainnya, sehingga saat ini ada kecenderungan naik. Orang minyak bilang tidak terprediksi karena terlalu kompleks parameternya," ucapnya.

Gigih pun berharap harga minyak dunia tidak melambung tinggi. Pasalnya, saat ini Indonesia mengandalkan pemenuhan kebutuhan BBM dari impor‎. Dengan begitu, jika harga minyak dunia naik, akan sangat terasa dampaknya.

"Semoga stabilitas tetap terjamin, karena crude itu impor, BBM impor," ucap Gigih.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kehilangan pendapatan

Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Jelang awal tahun 2016, Pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya,  Pertamina mencatat kehilangan pendapatan sebesar US$ 1,2‎ miliar atau sekitar Rp 16,11 triliun (asumsi kurs Rp 13.520 per dolar Amerika Serikat) akibat keputusan pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak jenis Premium dan solar bersubsidi sepanjang 2017.

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menegaskan, Pertamina tidak mengalami kerugian karena harga Premium dan solar subsidi tidak naik sepanjang 2017. Akan tetapi, kehilangan pendapatan mencapai US$ 1,2 miliar.

"Pertamina seharusnya mendapat tambahan revenue US$ 1,2 miliar. Jadi bukan rugi, tapi kehilangan pendapatan, karena pemerintah memang sebagai pemilik Pertamina tidak mengizinkan kenaikan harga," kata Elia, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Senin (4/12/2017).

Elia mengungkapkan, saat ini harga minyak dunia sudah meningkat 30 persen sejak ditetapkannya harga Premium Rp 6.450 dan Solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Namun, kenaikan harga minyak ini tidak diimbangi dengan kenaikan harga kedua jenis BBM‎ tersebut.

"Harga crude ini naik 30 persen, itulah yang tadi masuk mekanisme kenaikan harga," tutur dia.

Elia menuturkan, sebenarnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina telah menyepakati formula sebagai pembentukan harga Premium dan Solar bersubsidi, dengan mengacu pada harga minyak dunia. Jika harga minyak dunia berubah, harusnya harga Premium dan Solar subsidi disesuaikan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya