Tahun Politik Bikin Untung atau Buntung?

Tahun politik punya potensi sebagai penggerak perekonomian.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Des 2017, 20:28 WIB
Menteri PPN / Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro melakukan pertemuan dengan World Bank dan IFC bahas kerja sama teknis dan investasi untuk mendorong pembangunan infrastruktur di World Bank, Washington DC, Rabu (11/10). (Liputan6.com/Pool/Bappenas)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun 2018 akan menjadi perhatian masyarakat. Pasalnya, 2018 akan menjadi tahun politik di mana akan berlangsung pemilihan kepala daerah (Pilkada) serta proses menuju pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2019. Lantas, bagaimana dampaknya perekonomian Indonesia?

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, tahun politik punya potensi sebagai penggerak perekonomian. Hal ini berkaca pada tahun politik sebelumnya. Menurutnya, tahun politik akan mendorong perekonomian dari sisi konsumsi.

"Kalau melihat pengalaman pemilu sebelumnya tahun politik itu sebenarnya potensi. Karena tahun politik biasanya konsumsi itu mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi. Apalagi setelah BPS memisahkan konsumsi rumah tangga dengan konsumsi nonrumah tangga. Konsumsi nonrumah tangga inilah yang terkait dengan kegiatan politik," jelasnya di Jakarta, Senin (18/12/2017).

Bambang menerangkan, konsumsi nonrumah tangga biasanya akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Lantaranya, kebutuhan untuk keperluan kampanye meningkat. Konsumsi itu lebih mengarah ke barang-barang yang tidak tahan lama (nondurable goods).

"Triwulan I 2014 masa kampanye Pilpres, pertumbuhan di konsumsi nonrumah tangga di atas 20 persen yang nondurable goods tadi beli kaos, t-shirt, sticker, banner, iklan TV," sambungnya.

Bukan hanya itu, ekonomi Indonesia juga akan ditopang oleh belanja pemerintah yang meningkat pada pos-pos tertentu di tahun 2018.

"Belanja pemerintah juga naik, anggaran untuk KPU meningkat, Bawaslu naik, pengamanan dari Polri juga naik. Jadi pasti ada dampak dari peningkatan anggaran," sambungnya.

Meski begitu, Bambang juga tak menampik, berdasarkan pengalaman tahun politik sebelumnya, investasi swasta juga tersendat. Pasalnya, investor berhati-hati untuk melanjutkan kegiatan ekonomi.

"Pengalaman di tahun pemilu sebelumnya, memang investasi swasta agak melambat. Wait and see cukup kencang di pemilu terakhir karena sepertinya ekonomi dan politik di Indonesia mash terlalu bercampur. Sehingga ada dinamika politik orang masih hati-hati dalam melakukan kegiatan ekonomi. Ini mudah-mudahan bisa beda ceritanya," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengusaha Ingatkan Jangan Ada Gejolak

Ketua Umum PHRI, Hariyadi B.S.Sukamdani memberi sambutan usai menandatangani MoU dengan Polri di Jakarta, Kamis, (20/7). MoU tentang Penyelenggaraan Pengamanan Hotel dan Restoran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap tahun politik yang berlangsung di 2018 berjalan dengan kondusif, sehingga tidak menciptakan kekhawatiran di kalangan investor dan kegiatan perekonomian berjalan dengan normal.

Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani‎ mengatakan, ‎tahun politik harus dikelola dengan baik, agar tidak terjadi gejolak keamanan sehingga menimbulkan perpecahan.

‎"Menjadi catatan bagi kami adalah di tahun depan, kita melihat dinamika politik akan sangat berpengaruh apabila tidak dikelola dengan baik," kata Hariyadi dalam sebuah diskusi, di Kuningan, Jakarta, Selasa (5/12/2017).

‎Menurut Hariyadi, gejolak keamanan pada tahun politik akan berpengaruh besar terhadap kegiatan usaha. Hingga akhirnya pengusaha sulit mengembangkan usahanya.‎

Kondisi tersebut terjadi saat Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Meski tidak sampai menciptakan kerusuhan, hal tersebut sempat membuat investor khawatir.

"Dinamika politik jangan belah masyarakat dengan isu agama, isu ras, saya harapkan enggak terjadi, kalau terjadi seperti Pilgub DKI ternyata berpengaruh pada persepsi pelaku ekonomi kita. Sebagian besar pelaku ekonom itu wait and see," tutur dia.

Lebih lanjut, dia melihat, pesta demokrasi yang berlangsung pada 2018 tidak sampai membuat gejolak kemanan seperti Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Pasalnya, tidak ada calon kepala daerah yang kontroversial.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya