Liputan6.com, Washington - Gedung Putih membeberkan bahwa Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence menunda kunjungannya ke Timur Tengah.
Keputusan tersebut dibuat karena ia harus memberikan suara penentu untuk meloloskan rancangan undang-undang (RUU) reformasi pajak di gedung Kongres Capitol Hill.
Advertisement
Meski ada optimisme dari kalangan Partai Republik di DPR, RUU itu kini menghadapi rintangan besar di Senat, sedangkan pemerintahan Presiden Donald Trump ingin RUU itu sampai di Gedung Putih sebelum akhir tahun.
"Semoga pemungutan suara akan berjalan lancar, karena kami tidak mau mengambil risiko apa pun," kata seorang pejabat senior pemerintah, seperti dikutip dari AFP, Selasa (19/12/2017).
Tak hanya tanggungan di Capitol Hill, tertundanya lawatan Pence ke Timur Tengah juga disebabkan oleh merebaknya amarah internasional setelah Trump mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Pence direncanakan melakukan lawatan ke Mesir dan Israel pada hari Selasa mengenai keputusan Yerusalem. Namun, kunjungannya kali ini harus ditunda hingga tahun depan, tepatnya pertengahan Januari 2018.
Dalam kunjungan ini, Pence tidak akan melakukan pertemuan dengan para tokoh Kristen dari Palestina dan Gereja Koptik Mesir, yang menolak bertemu terkait keputusan Trump soal status Yerusalem. Pimpinan Otoritas Palestina juga enggan menemui Pence setelah keputusan Trump.
Para pemimpin Palestina mengatakan, Pence tidak akan pernah diterima di negara-negara Timur Tengah. Mereka secara terbuka dan beramai-ramai menolak permintaan pertemuan dengan Wapres AS itu.
Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmud Abbas telah membatalkan rencana bertemu dengan Pence di Ramallah. Ia dengan tegas memperingatkan bahwa AS tidak lagi berperan dalam proses perdamaian.
Seorang pejabat tinggi di kantor Pence menuduh Palestina telah mengabaikan kesempatan emas untuk membicarakan masa depan kawasan itu.
Paus Kristen Koptik Mesir, Tawarik II, juga membatalkan pertemuan dengan Pence. Ia mengatakan bahwa keputusan Trump telah melukai perasaan orang-orang Arab.
Meski demikian, Pence akan menyampaikan pidato di Knesset (Parlemen) Israel, bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dalam lawatan lima hari tersebut.
Bahas Kelompok Minoritas
Seperti diberitakan, Trump mengumumkan keputusan pemerintahannya untuk mengakui status Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Rabu lalu. Keputusan ini diprotes keras oleh kalangan internasional, termasuk negara–negara Arab.
Israel menginginkan seluruh Kota Yerusalem sebagai ibu kota masa depannya dan mendukung keputusan Trump, sedangkan Palestina dan negara-negara Arab, serta Eropa, mendukung solusi dua negara dengan Kota Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Israel menguasai Kota Yerusalem Timur lewat perang pada 1967 meskipun dunia internasional tidak pernah mengakui kedaulatan negeri Zionis atas kota ini.
Dalam kunjungan ke Mesir dan Israel ini, Pence bakal menyoroti perjuangan kelompok minoritas di dua negara itu. Pence juga bakal membahas upaya mengadang Iran, mengalahkan militan ISIS dan melawan ideologi ekstrem.
Pence dijadwalkan berangkat pada Selasa waktu setempat dan tiba di ibu kota Mesir, Kairo, pada Rabu untuk bertemu dengan Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi.
Setelahnya, ia akan terbang ke Israel pada hari yang sama dan bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Presiden Reuven Rivlin. Saat di Israel, Pence bakal berpidato di parlemen Israel dan mengunjungi Tembok Barat Yerusalem.
"Kita tidak bisa membayangkan skenario Tembok Barat tidak menjadi bagian dari Israel," kata seorang pejabat AS kepada media.
Advertisement
Senator Republik AS Tetap Lakukan Pemungutan Suara RUU Pajak
Setelah bertemu dengan Trump, para senator Partai Republik, Senin (27/11), menegaskan niat mereka untuk melakukan pemungutan suara mengenai rencana perombakan pajak.
Bila lolos, perombakan itu akan secara permanen mengurangi pajak perusahaan, mengurangi pajak pendapatan untuk sementara waktu, dan menambah utang nasional lebih dari US$ 1 triliun.
“Rencana kami kali ini adalah melakukan pemungutan suara di Senat mengenai undang-undang perpajakan,” kata Wakil Ketua Senat John Cornyn.
“Tujuannya, yakni membuat perekonomian bertumbuh lagi," imbuhnya.
Cornyn dan senator Republik lain telah bertemu dengan Trump di Gedung Putih bulan lalu. Mereka berupaya untuk menggalang sekurang-kurangnya 50 persen suara yang mendukung RUU itu. Fraksi Republik memiliki mayoritas dua suara.
Sementara itu, tidak ada Senator Demokrat yang menyatakan akan mendukung RUU tersebut. Jika hasil pemungutan suara adalah 50-50, Wakil Presiden Mike Pence akan memberikan suara penentu untuk meloloskan RUU.