Liputan6.com, Semarang - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menertibkan impor borongan atau impor berisiko tinggi sejak pertengahan Juli 2017. Hasilnya 91 importir kini melakukan kegiatan impor sesuai aturan dan penjualan industri dalam negeri tumbuh 30 persen.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengungkapkan reformasi dalam penertiban impor borongan telah berkontribusi pada setoran perpajakan sebesar 80 persen, penerimaan bea cukai 27 persen, dan penerimaan pajak impor dalam perpajakan 18,4 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Begitu impor borongan dilakukan penertiban, penjualan industri dalam negeri naik 30 persen karena yang sebelumnya disuplai dari impor borongan, sekarang sudah bisa dipasok dari industri dalam negeri," ujar Heru saat berbincang dengan wartawan di Semarang, Selasa (19/12/2017).
Di samping itu, kata dia, dengan upaya ini, industri dalam negeri semakin meningkatkan kapasitas produksi dengan melakukan penambahan mesin, dan lainnya.
Ongkos logistik pun turun menjadi 21,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan peningkatan daya saing industri dalam negeri serta perbaikan peringkat kemudahan berusaha.
Ditjen Bea dan Cukai pernah memblokir lebih dari 700 perusahaan atau importir nakal yang melakukan impor borongan, termasuk mengemplang pajak atau tidak pernah menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
"Setelah dilakukan upaya penertiban, sekarang 91 perusahaan atau importir yang melaporkan transaksi secara riil atau yang bekerja sesuai ketentuan. Pelaku usaha sekarang sudah insyaf," ujarnya.
Dalam ketentuan impor barang, importir harus mengirimkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai. Jumlah importir turun 29 persen karena tidak aktif atau diblokir untuk meningkatkan kepatuhan importir berisiko tinggi.
"Tapi saya tidak katakan dari 700 perusahaan yang kita blokir tinggal 91, karena jumlahnya pasti lebih banyak lagi. Sebanyak 91 importir itu misal yang dulunya memberitahukan Rp 10, sekarang Rp 100," Heru menambahkan.
Dampak dari penertiban impor borongan itu juga diakuinya, telah menurunkan volume dokumen pemberitahuan impor menjadi 47 persen dengan volume impor borongan atau berisiko tinggi 36 persen.
"Tapi nilai devisa atau tax base naik 29 persen. Kita hitung per hari dari pernah Rp 100 juta lebih menjadi Rp 298 juta," ujar Heru.
Tonton Video Pilihan Ini:
Bangun Gudang Raksasa
Advertisement