Aksi Penertiban Ditjen BC Bikin Ratusan Importir Nakal Insaf

Reformasi dalam penertiban impor borongan telah berkontribusi pada setoran perpajakan sebesar 80 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Des 2017, 11:50 WIB
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Semarang - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menertibkan impor borongan atau impor berisiko tinggi sejak pertengahan Juli 2017. Hasilnya 91 importir kini melakukan kegiatan impor sesuai aturan dan penjualan industri dalam negeri tumbuh 30 persen.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengungkapkan reformasi dalam penertiban impor borongan telah berkontribusi pada setoran perpajakan sebesar 80 persen, penerimaan bea cukai 27 persen, dan penerimaan pajak impor dalam perpajakan 18,4 persen.

"Begitu impor borongan dilakukan penertiban, penjualan industri dalam negeri naik 30 persen karena yang sebelumnya disuplai dari impor borongan, sekarang sudah bisa dipasok dari industri dalam negeri," ujar Heru saat berbincang dengan wartawan di Semarang, Selasa (19/12/2017).

Di samping itu, kata dia, dengan upaya ini, industri dalam negeri semakin meningkatkan kapasitas produksi dengan melakukan penambahan mesin, dan lainnya.

Ongkos logistik pun turun menjadi 21,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan peningkatan daya saing industri dalam negeri serta perbaikan peringkat kemudahan berusaha.

Ditjen Bea dan Cukai pernah memblokir lebih dari 700 perusahaan atau importir nakal yang melakukan impor borongan, termasuk mengemplang pajak atau tidak pernah menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

"Setelah dilakukan upaya penertiban, sekarang 91 perusahaan atau importir yang melaporkan transaksi secara riil atau yang bekerja sesuai ketentuan. Pelaku usaha sekarang sudah insyaf," ujarnya.

Dalam ketentuan impor barang, importir harus mengirimkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai. Jumlah importir turun 29 persen karena tidak aktif atau diblokir untuk meningkatkan kepatuhan importir berisiko tinggi.

"Tapi saya tidak katakan dari 700 perusahaan yang kita blokir tinggal 91, karena jumlahnya pasti lebih banyak lagi. Sebanyak 91 importir itu misal yang dulunya memberitahukan Rp 10, sekarang Rp 100," Heru menambahkan.

Dampak dari penertiban impor borongan itu juga diakuinya, telah menurunkan volume dokumen pemberitahuan impor menjadi 47 persen dengan volume impor borongan atau berisiko tinggi 36 persen.

"Tapi nilai devisa atau tax base naik 29 persen. Kita hitung per hari dari pernah Rp 100 juta lebih menjadi Rp 298 juta," ujar Heru.

Tonton Video Pilihan Ini:


Bangun Gudang Raksasa

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menargetkan pembangunan Pusat Logistik Berikat (PLB) lebih dari 100 lokasi di seluruh Indonesia pada 2018. Targetnya gudang raksasa multifungsi ini menyebar ke wilayah luar Jawa, sehingga mampu menekan tingginya biaya logistik. 
 
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan, pemerintah telah melampaui target PLB dari 50 lokasi menjadi 76 lokasi. Capaian selama hampir dua tahun berjalan, sudah ada 45 PLB di 76 lokasi. 
 
"Saya pikir bisa menjadi lebih dari 100 lokasi PLB tahun depan. Kalau jumlah PLB-nya terserah, karena yang penting lokasinya menyebar ke seluruh wilayah Indonesia," ujar Heru saat Presstour di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/12/2017). 
 
PLB masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid II yang dikeluarkan pemerintah pada Maret 2016 untuk menekan tingginya biaya logistik nasional dan membuat industri dalam negeri menjadi kurang kompetitif.
 
PLB adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor atau lokal dengan kemudahan fasilitas perpajakan, berupa penundaan pembayaran bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta menawarkan fleksibilitas operasional lainnya.
 
Sekarang ini, Heru menambahkan, PLB yang terbangun di bidang otomotif, makanan dan minuman, industri gas, BBM, tambang dan minyak, alat berat, industri kecil dan menengah, pertahanan, bahan kimia, komoditas, personal care, tekstil, dan aircraft MRO. 
 
Adapun perusahaan yang sudah menerima fasilitas PLB, di antaranya PT Perta Arun GAs di Lhokseumawe, PT Petrosea Tbk di Balikpapan, PT Pel. Penajam di Balikpapan, PT Indra Jaya Swastika di Surabaya, PT Khrisna Cargo di Denpasar dan Ngurah Rai, PT Cipta Krida Bahari di Sorong, dan masih banyak lainnya. 
 
"Rig terbesar akan masuk ke sana (ditimbun di PLB Balikpapan). Saya dapat informasi dari Kepala Kanwil saya. Tapi untuk rig normal sudah masuk ke sana dan hasilnya bagus untuk menurunkan ongkos logistik," jelas Heru. 
 
Heru menerangkan, target penambahan lebih dari 24 lokasi PLB atau gudang raksasa tahun depan, diharapkan menjangkau luar Jawa. "Karena kalau tersebar di seluruh Indonesia, maka biaya logistik bisa turun dan terjadi pemerataan ekonomi nasional," tegasnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya