Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kejadian dramatis di daerah-daerah pada 2017 menyita perhatian khalayak luas, salah satunya insiden ular piton menelan bulat-bulat seorang petani di Sulawesi. Insiden itu memicu konflik manusia dan ular yang memanas sejak akhir Maret hingga pertengahan bulan berikutnya.
Aksi ular menyerang manusia tentu tak datang tiba-tiba. Ada asap ada api. Berikut rentetan kejadian yang mengiringi konflik manusia dan ular piton tersebut.
Ular Piton Telan Orang Bulat-Bulat
Pada akhir Maret 2017, warga Sulawesi Barat (Sulbar) digegerkan dengan kabar penemuan ular piton sepanjang 4-5 meter. Sebab, dari dalam perutnya ditemukan jasad seorang petani bernama Akbar (25). Kejadiannya di Desa Salo Biro, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulbar.
"Kata keluarga yang ada di dekat lokasi saat itu, kelapa sawit yang dipanen tampak terhambur. Jadi kemungkinan memang korban diserang ular piton tersebut saat mengambil kelapa sawit," ujar kata Supriadi, warga Desa Salo Biro, Selasa, 28 Maret 2017.
Baca Juga
Advertisement
Proses evakuasi korban dari perut ular piton itu langsung viral usai sebuah video berdurasi 5 menit 43 detik yang menayangkan sekelompok warga membelah perut ular piton itu tersebar di media sosial.
Satriawan, salah seorang warga yang menyaksikan langsung proses pembelahan perut ular tersebut, menjelaskan bahwa Akbar pergi ke kebun kelapa sawit miliknya sejak Minggu, 26 Maret 2017, pukul 09.00 Wita. Namun, ia tak kunjung pulang hingga keesokan harinya. Akhirnya warga memutuskan untuk mencari Akbar.
"Setelah beberapa jam mencari, sekitar jam 10 malam warga menemukan ular piton sepanjang kira-kira 4 meter. Ular itu besar, seperti kekenyangan, sehingga sulit bergerak," ujar Satriawan.
Warga curiga Akbar yang sejak sehari sebelumnya hilang ditelan oleh ular piton tersebut. Pasalnya kelapa sawit yang habis dipetik ditemukan berserakan di sekitar lokasi penemuan ular tersebut.
"Kemungkinan ular tersebut menyerang Akbar dari belakang," ujarnya.
Warga pun berembuk. Akhirnya warga bersepakat untuk membelah perut ular tersebut dengan menggunakan peralatan seadanya.
"Kami sepakat membelah perut ular itu malam itu juga dengan menggunakan alat seadanya, hanya menggunakan senter dan parang. Lalu kami menemukan Akbar yang sudah tidak bernyawa di dalam perut ular tersebut," ujar dia.
Saat dikeluarkan perlahan dari perut ular piton itu, jasad Akbar langsung dikenal kerabatnya dengan ciri-ciri mengenakan celana pendek dan kaus, sedangkan wajah korban masih utuh. Usai dievakuasi dari dalam perut ular piton itu, jasad korban lalu diambil pihak keluarganya untuk dimakamkan.
"Memang sejak lama masyarakat setempat juga sering kehilangan ternak sapi yah kemungkinan besar ular piton itu juga yang menyantapnya," kata Supriadi menambahkan.
Petani Lolos dari Gelungan Piton
Belum lepas dari ingatan soal peristiwa nahas yang terjadi di Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, ular piton berukuran raksasa kembali berusaha memangsa seorang manusia. Korbannya kali ini adalah Darwis, seorang petani kakao di Kampung Tengah, Kelurahan Pallette, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu, 1 April 2017 sekitar pukul 15.30 Wita. Beruntung, Darwis berhasil lolos dari terjangan mematikan ular piton sepanjang 7 meter yang diyakini warga setempat sebagai penjaga hutan sekitar.
"Ular itu sudah mati saya tebas di bagian perut dan kepalanya," kata Darwis, Senin 3 April 2017.
Ia menceritakan kejadian bermula saat hendak berangkat ke kebun untuk membersihkan alang-alang dari pohon kakaonya. Saat sedang membersihkan pohon-pohon kakao, tiba-tiba ular piton itu menggigit tangannya yang sedang memegang parang dan melilit kakinya.
"Parang yang saya pegang sempat jatuh, namun saya kembali raih dan langsung menebas perut ular itu. Kemudian, ular itu melepaskan lilitannya di kaki saya, selanjutnya hendak pergi. Tapi saya kejar lalu menebas kepalanya sehingga mati," tutur Darwis.
Saat dililit ular piton itu, Darwis mengaku sempat berteriak memanggil warga setempat, tetapi tak ada yang berani mendekat. "Saya sendirian berusaha melawan. Meski sempat sesak dan tak sadarkan diri, tapi hanya berlangsung beberapa menit. Saya bangkit meraih kembali parang yang terlepas dari tangan," kata Darwis.
Usai membunuh ular piton tersebut, Darwis langsung berlari memberitahu warga setempat, sehingga warga beramai-ramai mengerumuni ular tersebut. Ia baru dilarikan ke rumah sakit di Kabupaten Bone untuk menjalani perawatan medis.
"Alhamdulillah saya selamat. Sempat juga tak habis pikir dengan kejadian itu di mana saya berhasil selamat dari peristiwa maut," kata dia.
Jauh sebelumnya, ucap Darwis, warga setempat sudah sering melihat ular piton berukuran besar di sekitar hutan dekat kebun kakao. Namun, warga hanya membiarkannya begitu saja.
"Warga yakin kalau diganggu ular itu malah bisa beringas dan mengganggu juga, sehingga kadang dilihat jelas dibiarkan begitu saja," kata Darwis.
Atas kejadian yang dialami Darwis, Lurah Palette Andi Pangeran mengingatkan kepada seluruh warganya agar selalu berhati-hati ketika sedang beraktivitas di hutan.
"Untuk semua warga hendak berhati-hati kalau beraktivitas karena memang di sini rawan serangan ular," kata Andi.
Advertisement
Perburuan Ular Piton
Usai insiden ular menelan orang, warga Mamuju, Sulawesi Barat, intensif menangkap ular piton yang bergentayangan di permukiman. Terakhir, pada Senin, 3 April 2017, tiga ekor ular piton raksasa ditangkap warga.
Ketiga ekor ular yang ditangkap tersebut diyakini warga sebagai kawanan ular piton yang telah menelan bulat-bulat petani kelapa sawit asal Desa Salo Biro Kecamatan Karossa, Mamuju Tengah, Sulbar.
Ketiga ekor ular piton yang ditangkap itu langsung ditebas dengan parang kemudian dikeringkan di bawah terik matahari dan dikuliti. Tiga ekor piton yang tertangkap itu berukuran 7 meter dan ditangkap di lokasi yang berbeda.
"Masing-masing di dekat kantor pajak Mamuju, dalam kanal kompleks Pemda Mamuju, serta di dekat Bandara Mamuju," kata Anriadi, warga Lingkungan Tampadang, Kelurahan Bebanga, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulbar, Selasa, 4 April 2017.
Aparat Turun Tangan
Kepolisian Daerah Sulawesi Barat terus berupaya meredam konflik antara warga dan ular piton. Untuk meredamnya, Kapolda sudah menginstruksikan para Kapolres se-Sulbar untuk berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kehutanan masing-masing.
"Imbauannya itu untuk tetap lakukan aktivitas namun tetap waspada serta tidak turun ke kebun seorang diri tapi dalam ikatan tim minimal tiga orang," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Barat (Sulbar), AKBP Mashurah, Rabu 5 April 2017.
Mashurah mengatakan saat ini seluruh personel Bhabinkamtibmas di Sulbar sudah dikerahkan untuk terus memberikan arahan dan pendampingan kepada warga agar tetap berkebun dengan normal.
"Bhabinkamtibmas kita sudah proaktif di lapangan dalam memberikan imbauan kepada warganya masing-masing, khususnya para petani kelapa sawit," kata dia.
Komandan Kodim (Dandim) Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Letnan Kolonel Arhanud Muhammad Imran, mengatakan pihaknya juga terjun langsung dalam perburuan ular piton di Desa Salubiro, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Hal itu sebagai antisipasi agar kejadian warga diserang hewan melata tak berbisa itu tak terulang lagi.
Selain mencari ular, kata Muhammad Imran, TNI juga membantu warga untuk berjaga malam. Jangan sampai, kawanan ular piton itu masuk ke permukiman warga.
"Masyarakat dan TNI juga lebih aktif berjaga malam. Jangan sampai ular itu masuk ke permukiman warga," kata Muhammad Imran, Jumat 7 April 2017.
"Lewat Babinsa pula kami imbau untuk tidak lagi di kebun (kelapa sawit) hingga malam hari, karena itu sangat berbahaya, bisa saja ada serangan ular piton lagi," ia menerangkan.
Ular Piton Terdesak Kebun Sawit
Pegiat lingkungan mencemaskan konflik manusia dan ular.
"Ini sepertinya akan terus berlangsung jika semua pihak terkait tidak mencari solusi. Habitat ular piton akan punah, demikian juga warga setempat akan terancam," ujar Anriadi yang juga Ketua Mapala Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu.
Menurut dia, ular piton sering muncul di daerah Mamuju karena kondisi hutan yang mulai kritis akibat pembukaan lahan sawit. Lahan sawit hampir menguasai seluruh area hutan yang ada di Sulawesi Barat.
"Kawasan hutan diubah menjadi lahan perkebunan sawit menjadi salah satu faktor kerusakan habitat ular piton dan hewan lainnya yang menggantungkan hidupnya di hutan," terang Anriadi.
Dahulu ular piton yang berada di kawasan hutan hanya memakan babi hutan. Sekarang karena hutan telah diubah menjadi lahan kebun sawit secara luas, ular pun kesulitan mendapatkan makanan.
"Jadi kita tidak bisa menyalahkan ular pada kejadian ini, karena mereka juga butuh makan untuk bertahan hidup, sama dengan manusia," kata Anriadi.
Menurut dia, membunuh ular piton merupakan perbuatan yang kurang efektif untuk mencegah ular masuk ke area kebun sawit. Aksi itu bisa menghilangkan populasi ular piton atau membawa kepunahan ular tersebut.
Syamsuddin (45) warga Desa Salugatta, Kecamatan Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) mengatakan kemungkinan ular piton tersebut marah. Sebab, habitatnya yang dahulunya adalah hutan belantara kini disulap menjadi kebun kelapa sawit.
"Sejak hutan belantara itu diubah menjadi lahan kebun kelapa sawit. Sejak itu pula warga sering melihat penampakan ular piton. Bukan kali ini saja," kata Syamsuddin, Rabu, 29 Maret 2017.
Bapak tiga anak itu menduga kuat kejadian ular piton menelan petani kemarin itu kemungkinan adalah karma. Hewan melata itu merasa terusik sejak rumah mereka yang berada di tengah hutan belantara dirusak dan dijadikan lahan kelapa sawit yang luasnya puluhan hektare.
"Ular piton dulunya sering muncul di daerah pasang kayu bahkan ke jalan raya sering sekali melintas dan buat pengendara kaget tiba- tiba. Kemana lagi mereka mencari makan kalau rumahnya dirusak bahkan diubah jadi lahan kelapa sawit," terang Syamsuddin.
Aktivis lingkungan setempat, Herman Kambuna, mengatakan kejadian nahas yang menimpa petani sawit kemarin merupakan pelajaran yang berharga. Kata dia, ular adalah mahluk hidup yang butuh adaptasi dan juga merupakan hewan yang dilindungi.
"Sebenarnya ini karena awal dari habitatnya yang terganggu dimana dahulunya para ular itu menjadi hutan belantara sebagai rumahnya untuk berkembang biak. Setelah diubah menjadi lahan kelapa sawit baru ada kejadian demikian," ujar dia.
"Artinya ini ular ini jelas merasa terusik sehingga perlu perhatian serius dari semua pihak terutama dinas kehutanan," kata Herman yang juga senior dari Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu.
Jika hal ini tak menjadi perhatian serius pemerintah setempat, ke depan maka tak mungkin akan ada korban berikutnya. Bahkan terbuka kemungkinan ular piton di daerah Sulbar juga akan terancam punah akibat menjadi kejaran masyarakat yang dendam dengan hewan melata tersebut.
Advertisement