Buntut Kematian Pemuda Korban Amukan Warga

Pemuda berusia 20 tahun meninggal sia-sia setelah tak bisa menjawab pertanyaan petugas ronda secara jelas.

oleh M Syukur diperbarui 20 Des 2017, 07:29 WIB
Video detik-detik nyawa pemuda melayang usai gelagapan menjawab pertanyaan petugas ronda tersebar luas di media sosial. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Kematian pemuda berusia 20 tahun di Kabupaten Kampar, Wahyu Fikranda, berbuntut panjang. Polisi mengusut peristiwa yang terjadi pada akhir pekan lalu karena ditakutkan akan aksi main hakim sendiri makin merajalela.

"Takutnya nanti menjadi kebiasaan kalau tak ditangani, ini tidak bisa ditolerir," kata Kapolda Riau Irjen Nandang di Pekanbaru, Selasa siang, 19 Desember 2017.

Nandang menyatakan sudah memerintahkan Kapolres Kampar AKBP Deni Oktavian mengumpulkan bukti. Mulai dari mempelajari foto yang beredar di media sosial, begitu juga videonya yang memperlihatkan pengeroyokan terhadap korban.

Dari video itu, kata Kapolda, penyidik bisa mempelajari siapa yang menjadi aktor intektual dan siapa saja yang turut serta mengeroyok. Wajah-wajah yang terlihat di video mulai diidentifikasi untuk selanjutnya diproses sesuai aturan berlaku.

"Kan ada aktor intelektualnya, siapa yang menyoraki untuk memukul. Kan tidak mungkin semua yang ada di foto itu menjadi komandan semua," kata Nandang.

‎Kejadian ini juga sudah dikomunikasikan Kapolda dengan Bupati Kampar Aziz Zaenal supaya meminta masyarakat tidak main hakim sendiri. Pasalnya, perbuatan menghilangkan nyawa orang tanpa ada bukti tindak pidana bisa berakibat malapetaka bagi pelakunya.

Di samping itu, Kapolda menyebut yang berhak menentukan orang bersalah adalah hakim. Tentunya, setelah menjalani serangkaian penyelidikan hingga penyidikan dengan kepolisian sudah menemukan alat bukti.

"Nantinya juga dikoreksi oleh jaksa dan diputus hakim. Dan pengadilan sendiri ada tingkatannya sampai ke mahkamah agung," ujar Kapolda.

‎Menurut Nandang, pengeroyok pemuda dengan tudingan begal sehingga korban tewas bisa dijerat dengan pasal berlapis. Hal itu dimulai dengan Pasal 351 KUHP tentang menghilangkan nyawa seseorang juncto Pasal 170 karena dilakukan secara bersama-sama.

"Harus dipertanggungjawabkan di depan hukum, ini sebagai pelajaran supaya tidak main hakim sendiri," ucap Nandang.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Niat Baik Korban Sebelum Tewas

Video detik-detik nyawa pemuda melayang usai gelagapan menjawab pertanyaan petugas ronda tersebar luas di media sosial. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebelumnya, Wahyu Fikranda menemui ajalnya setelah mampir di semak-semak di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar. Petugas ronda yang menghampirinya langsung menginterogasi karena belakangan marak isu begal.

Korban yang gelagapan berusaha lari dari petugas ronda. Dia akhirnya diteriaki begal hingga memancing perhatian warga sekitar dan langsung menangkapnya.

Dia menjadi bulan-bulanan massa meski sudah minta ampun hingga akhirnya meninggal dunia karena kehabisan darah.

Berdasarkan catatan kepolisian, Wahyu yang tinggal di Kecamatan Bangkinang ini memang pernah terlibat kasus pidana. Di antaranya percobaan pencabulan dan pemerasan terhadap pasangan yang sedang berpacaran.

Namun demikian, berdasarkan status Facebooknya dalam beberapa pekan sebelum tewas, dia ingin "berhijrah" dari perangai buruknya. Dia berusaha mencari kerja ke sejumlah tempat dan ditulis dalam akunnya.

Video dan foto korban diamuk massa beredar luas di media sosial seperti Facebook. Dalam video berdurasi beberapa detik, terlihat korban sudah meminta ampun tapi tetap saja dipukuli meski sudah terbaring lemas bersimbah darah.

 


Tuntutan Orangtua Korban

Video detik-detik nyawa pemuda melayang usai gelagapan menjawab pertanyaan petugas ronda tersebar luas di media sosial. (Liputan6.com/M Syukur)

Jasri, orangtua korban, meski sudah ikhlas dengan kepergian anaknya, tetap menyesalkan tindakan warga. Dia pun mempertanyakan bukti anaknya yang dituduh sebagai pelaku begal.

"Siapa korban begal anak saya itu, apa buktinya dia berbuat begal, kenapa diperlakukan seperti itu anak saya. Apakah tahu (warga) kejadian sebetulnya," tanya Jasri.

Jasri berharap kepolisian berlaku adil terhadap kematian anaknya ini dan berencana melaporkan kejadian ini. "Akan saya laporkan peristiwa pengeroyokan anak saya ini," katanya.

Menurut Jasri, anaknya memang sudah 15 hari tak pulang dengan alasan pergi ke Batam untuk mencari pekerjaan. Selama itu pula, komunikasi tetap terjalin, hanya saja sang anak menyebut masih berada di Pekanbaru untuk mencari ongkos.

Selama pergi dari rumah, korban membawa Yamaha Mio milik ayahnya. Diduga karena motornya ini, korban dituduh sebagai begal apalagi gelagapan ketika ditanyai warga.

Warga Kabupaten Kampar memang belakangan diresahkan berita aksi begal. Sejumlah akun di media sosial ikut menyebarkan berita korban begal yang disebut terjadi di Pekanbaru dan Kampar, tapi ternyata kejadiannya di daerah lain.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya