Liputan6.com, Bitung - Sebanyak 159 warga negara asing (WNA) dideportasi kantor Imigrasi Kelas II Bitung. Jumlah itu merupakan akumulasi dari penindakan keimigrasian sepanjang tahun ini.
"Mereka dideportasi karena masuk wilayah Indonesia tanpa dokumen yang lengkap. Itu jelas pelanggaran sehingga harus ditindak," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Bitung, Lexie Mangindaan, pada Selasa, 19 Desember 2017.
Pemulangan WNA itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku, yakni Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011.
Baca Juga
Advertisement
Tindakan deportasi ini berlangsung sepanjang 2017. Selain hasil operasi Kantor Imigrasi Kelas II Bitung, WNA yang dideportasi juga hasil penindakan instansi lain. "Terutama yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal, mereka itu hasil penindakan instansi lain," kata dia.
Mangindaan berjanji penindakan serupa akan terus diintensifkan. Tahun depan, pihaknya akan lebih aktif dalam melancarkan kegiatan operasi.
"Itu sudah jadi komitmen kita. Baik lewat operasi bersama Tim Pora atau Pengawasan Orang Asing, maupun operasi rutin kita sendiri. Apalagi di sini cukup rawan penyebaran orang asing tanpa dokumen lengkap," tuturnya.
Dari data yang ada, WN Filipina paling mendominasi dengan jumlah 147 orang. Kemudian, ada warga Vietnam (4), Inggris (3), Taiwan (2), dan Malayia, Irlandia, dan Perancis masing-masing 1 orang.
Simak video pilihan berikut ini:
64 WNA Dipulangkan dari NTB
Sementara itu, kantor Imigrasi Kelas 1 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) sepanjang 2017 telah memberikan tindakan hukum terhadap dua WNA yang menyalahi aturan keimigrasian.
Kedua WNA tersebut adalah masing-masing bernama Peter Johanes asal Belanda dan Ki Hasan Bin Mamat asal Malaysia. Keduanya diadili karena terlibat penyalahgunaan dokumen keimigrasian.
"Peter Johanes diberikan tindakan pro justisia pada bulan Agustus 2017 lalu, sedangkan Ki Hasan diberikan tindakan hukum pro justisia bulan ini," ujar Rahmat Gunawan, Kepala Seksi Statuskim, Kantor Imigrasi Mataram, Selasa, 19 Desember 2017.
Peter Johannes divonis 10 bulan penjara karena tidak memiliki dokumen keimigrasian, sedangkan KI Hasan bin Mamat saat ini masih mendekam di Lapas Mataram. Ia diadili karena telah memalsukan identitas, yaitu menggunakan KTP dan KK palsu untuk membuat paspor.
"Dengan KK dan KTP palsu itu dia buat paspor RI. Jadi saat yang bersangkutan (Ki Hasan) sedang diproses, termasuk Imigrasi akan memeriksa sejumlah saksi dan orang yang terlibat," kata Rahmat.
Sejak Januari hingga Desember 2017, Imigrasi Mataram telah memberikan tindakan administratif berupa deportasi atau pemulangan ke negara asalnya terhadap 64 WNA.
Dari 64 WNA yang dideportasi tersebut, Tiongkok dan Malaysia mendominasi pelanggaran keimigrasian, yaitu sebanyak 18 orang dan WN Malaysia sebanyak 11 orang. Kemudian disusul Australia enam orang, dan Timor Leste lima orang.
"Rata-rata yang dideportasi itu terlibat penyalahgunaan izin tinggal, yaitu menggunakan visa tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Rahmat.
Advertisement
Imigrasi Medan Tolak Masuk 214 WNA
Adapun, Imigrasi Kelas I Khusus Medan menolak masuk sebanyak 214 WNA ke Indonesia. Penolakan melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Bandara Kualanamu Internasional Airport, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kepala Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Fery Monang Sihite, mengatakan, penolakan itu dilakukan Imigrasi Medan sejak Januari hingga 9 Desember 2017. Alasan penolakan dilakukan karena 214 WNA itu tidak memiliki tiket kembali ke negaranya.
"Tidak ada paspor yang akan menjamin keberadaan WNA tersebut selama di Medan. Kemudian tidak memiliki Visa untuk melakukan kegiatan tertentu," kata Fery dalam jumpa pers Laporan Capaian Kinerja Tahun 2017 di Kantor Imigrasi Medan, Selasa, 19 Desember 2017.
Disebutkan, ada WNA yang menggunakan visa bebas, tetapi bukan berkunjung untuk menghasilkan devisa bagi negara. Malah para WNA bertujuan mencari kerja. Hal ini menjadi perhatian khusus pihak Imigrasi Klas I Khusus Medan.
Selain penolakan, selama Januari hingga Desember 2017, sebanyak 39 orang dideportasi, dengan perincian laki-laki berjumlah 33 orang dan perempuan 6 orang. Deportasi dilakukan karena melanggar keimigrasian.
Untuk WNA yang terbanyak dideportase pertama Malaysia 12 orang, China 12 orang, dan Nepal 3 orang. Adapun, tindakan pro justitia sejak Januari hingga 18 Desember 2017 sebanyak lima orang. Rinciannya, empat WNA asal Nepal dan satu orang dari Thailand.
"Mereka juga melakukan pelanggaran keimigrasian," kata Fery.