Kubu Setya Novanto Sebut Jaksa Sengaja Hilangkan Sejumlah Nama

Tim penasihat hukum Setya Novanto menuding jaksa penuntut umum KPK sengaja menghilangkan beberapa nama dalam dakwaan kliennya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Des 2017, 14:06 WIB
Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum Setya Novanto menuding jaksa penuntut umum KPK sengaja menghilangkan beberapa nama dalam dakwaan Ketua nonaktif DPR itu. Padahal nama-nama yang dimaksud sempat disebut-sebut dalam dakwaan kasus e-KTP dengan terdakwa lainnya.

Nama-nama yang dihilangkan dalam dakwaan, menurut pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mantan pimpinan Komisi II DPR yang kini menjabat Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, dan mantan Pimpinan Banggar DPR yang kini menjabat Gubernur Sulut, Olly Dondokambey.

"Namun dalam dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Setya Novanto, nama-nama tersebut dihilangkan secara sengaja," ‎ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).

Pada dakwaan Irman dan Sugiharto, Ganjar Pranowo disebut menerima aliran dana suap sebesar USD 520 ribu, Yasonna Laoly menerima USD 84 ribu, dan Olly Dondokambey menerima sebesar USD 1,2 juta.

Menurut Maqdir, tak hanya nama-nama politikus PDIP yang namanya hilang dalam dakwaan Setya Novanto. Usai membacakan nota keberatan atau eksepsi, Maqdir juga sempat menyebut ada beberapa nama politikus partai lain yang hilang dalam dakwaan kliennya.

"Ada nama Agun Gunandjar, Melchias Marcus Mekeng, Anas Urbaningrum, Yasonna, Ganjar. Mudah-mudahan benar apa yang saya sebutkan (namanya hilang dalam dakwaan Setya Novanto)," kata Maqdir.

 


Tanggapan KPK

Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan kepada awak media di Gedung KPK, Kamis (17/11). Keterangan tersebut terkait Kecelakaan yang dialami Ketua DPR Setya Novanto pada Kamis (16/11) sore. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan pihaknya siap menjelaskan soal hal itu kepada publik. Jawaban itu akan disampaikan jaksa KPK pada sidang berikutnya.

"Jawaban dari seluruh poin eksepsi tersebut tentu akan kami sampaikan nanti di persidangan berikutnya," kata Febri kepada Liputan6.com.

Namun, secara garis besar dia menjelaskan, dakwaan tentu fokus kepada perbuatan terdakwa. Termasuk dalam kasus Setya Novanto. Setelah itu, baru KPK merinci ke beberapa pihak yang diperkaya dalam kasus e-KTP ini.

"Dakwaan terhadap SN (Setya Novanto) tentu fokus pada perbuatan SN. Beberapa pihak yang diduga diperkaya dari proyek e-KTP ini (yang disebut oleh pihak SN sebagai nama yang hilang) tetap masih ada."

Dia menjelaskan, di dakwaan Setya Novanto, masih disebutkan aliran dana korupsi proyek e-KTP mengalir ke sejumlah anggota DPR.

Lalu, siapa saja anggota DPR ini? Febri masih enggan merincinya. Terlebih, ini sudah masuk dalam materi perkara.

"Namun, sebagian dikelompokkan. Untuk sejumlah anggota DPR diduga menerima USD 12,8 juta dan Rp 44 miliar. Sejumlah anggota DPR itu nanti akan dirinci di persidangan sesuai kebutuhan pembuktian," ujar Febri.


Catat Hukum

Terdakwa dugaan korupsi proyek E-KTP Setya Novanto saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/12). Sidang beragendakan pembacaan eksepsi dakwaan oleh kuasa hukum Setya Novanto. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tim penasihat hukum terdakwa perkara korupsi proyek e-KTP Setya Novantomenganggap dakwaan kliennya cacat hukum. Tim penasihat beranggapan, dakwaan disusun dengan tidak cermat dan sesuai dengan kehendak jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Cacat yuridis, karena dibuat berkas perkara hasil sidikan yang tidak sah," ujar Ketua Tim Penasihat Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).

Oleh karena itu, dia berharap majelis hakim Pengadilan Tipikor bisa mengadili perkara ini dengan adil. Setidaknya, Maqdir berharap majelis hakim memeriksa kembali dakwaan-dakwaan yang dianggap berbeda dalam satu perkara.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya