Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ahli hadir di kantor Kemenko Polhukam. Pertemuan itu untuk membahas gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Ini soal gugatan HTI di PTUN. Jadi bagaimana menghadapi gugatan itu. Karena kan dari PTUN mengundang pihak pemerintah. Pak Wiranto senang sekali mendapat dukungan dari civil society, termasuk saya sendiri. Karena memang ini bukan hal sederhana," ucap cendekiawan muslim, Azyumardi Azra di gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Advertisement
Dia menuturkan, ada beberapa cara yang ditawarkan dalam mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, kegiatan HTI saat ini masih berlangsung kendati dengan nama yang berbeda.
"Kita menawarkan beberapa langkah. Misalnya, menghadapi secara lebih serius langkah-langkah yang dilakukan HTI. Karena memang mereka masih aktif di lapangan, meski tidak pakai nama HTI," jelas Azyumardi.
Dia menyebut, pemerintah harus lebih banyak menyosialisasikan kepada masyarakat tentang khilafah. Karena banyak dari mereka yang mendukung khilafah lantaran terbawa arus pemahaman itu kendati tidak mengetahui konsepnya.
"Bagi mereka itu eksotik, sesuatu yang baru bagi mereka. Jadi yang perlu dijelaskan oleh pemerintah. Pemerintah harus lebih proaktif untuk menjelaskan. Kalau tidak, orang-orang yang tidak mengerti akan mendukung," kata Azyumardi.
HTI sebelumnya menggugat SK Kemenkumham soal pembatalan izin organisasinya ke PTUN. Adapun sidang masih berjalan dan digelar kembali pada 4 Januari 2019 dengan agenda pembacaan duplik dari pemerintah, selaku tergugat.
HTI Tak Bisa Ajukan Gugatan
Kuasa hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Hafzan Taher menilai, HTI sudah tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan.
Menurut dia, ketika surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan pengesahan pendirian Badan Hukum Perkumpulan HTI tertanggal 19 Juli 2017 sudah dikeluarkan, HTI seharusnya tidak bisa menggugat.
Menurut dia, ketika surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan pengesahan pendirian Badan Hukum Perkumpulan HTI tertanggal 19 Juli 2017 sudah dikeluarkan, HTI seharusnya tidak bisa menggugat.
"Tidak ada undang-undang yang menyebutkan acara PTUN berbeda untuk status badan hukum. UU itu berlaku umum, di mana saat surat (SK pencabutan HTI) itu keluar langsung mati (tidak bisa menggugat)," ucap Hafzan usai sidang pembacaan replik penggugat di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/12/2017).
Advertisement
Gugatan Perorangan
Seharusnya, kata dia, HTI mengajukan gugatan tidak sebagai perkumpulan lagi. Namun, melalui seseorang yang berkepentingan dengan HTI.
"Pihak yang mengajukan gugatan bukan dia (perkumpulan HTI) yang mengajukan gugatan sama seperti di Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya orang yang ada dan berkepentingan yang bisa mengajukan gugatan. Kan begitu seharusnya," ujar Hafzan dalam siaran tertulis Kemenkumham kepada Liputan6.com.
HTI melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra telah menyampaikan replik atas jawaban tergugat. Yusril menilai jawaban tergugat mengenai HTI yang tidak memiliki legal standing karena sudah dibubarkan, tidaklah tepat.
Saksikan video pilihan berikut ini: