Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas mandek di Kejaksaan Agung lebih dari dua tahun. Jaksa terus mengembalikan berkas kasus itu dengan alasan belum lengkap.
Rabu, 20 Desember 2017, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Advertisement
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan gugatan praperadilan atas kasus kondensat ini ditujukan untuk Kapolri, Jaksa Agung dan KPK.
"Barusan hari ini, MAKI telah mendaftarkan gugatan Praperadilan melawan Kapolri, Jaksa Agung dan KPK atas berlarut-larutnya penanganan perkara korupsi Kondensat SKK Migas dan PT TPPI yang sedang ditangani Bareskrim Polri dengan tersangka Raden Priyono, Honggo Wendratno dkk," ujar Boyamin kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan Kapolri digugat karena Bareskrim dianggap tidak mampu memenuhi petunjuk jaksa, sehingga berkas perkara selalu dikembalikan. Sementara, Jaksa Agung digugat karena dinilai salah dalam memberikan petunjuk kepada penyidik Bareskrim.
"Petunjuk bersifat subyektif dan sulit dipenuhi oleh penyidik Bareskrim. Jaksa Agung tampak ingin selalu mempersulit penyidik. KPK digugat karena membiarkan perkara kondensat berlarut-larut dan tidak mau mengambil alih perkara padahal dengan waktu hampir 3 tahun tidak selesai maka wajib bagi KPK untuk ambil alih," Boyamin menuturkan.
Mandek 2,5 Tahun
Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas mandek di Kejaksaan Agung mandek lebih dari dua tahun. Padahal, berkas perkara yang telah disusun oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah empat kali dilimpahkan. Namun, berkas itu belum dinyatakan lengkap oleh Kejagung.
"Penyidik telah menyelesaikan Berkas Perkara PT TPPI/Kondensat dengan men-splitsing menjadi dua berkas perkara yaitu berkas perkara dengan tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono serta berkas perkara dengan tersangka Honggo Wendratno," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.
Tetapi yang sudah ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan pascaoperasi jantung di Singapura.
Pada akhir 2017, Bareskrim Polri kembali menindaklanjuti perkara tersebut dengan menggarap berkas perkara dengan tersangka Honggo Wendratno. Hanya saja, pihak Bareskrim belum mau buka suara terkait berkas perkara Honggo yang sudah dilimpahkan ke Kejagung.
"Itu materi. Kalau berkasnya sudah dikirim, berarti sudah ada pemeriksaan," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya saat dihubungi soal kasus kondensat di Jakarta, Selasa (19/12/2017).
Agung mengaku pihaknya telah memenuhi petunjuk formil dan materiil dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun ketika disinggung apakah optimistis berkas perkara bisa naik ke penuntutan, Agung hanya menjawab diplomatis. "Itu tanya Kejaksaannya saja," singkat Agung.
Advertisement
Kerugian Negara
Seiring berjalannya kasus itu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah mengantongi angka kerugian negara atas kasus tersebut.
Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang ketika itu dijabat Kombes Golkar Pangarso membeberkan jumlah kerugian negara atas kasus tersebut. Dari hasil perhitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui kerugian negara atas kasus tersebut sebesar US$ 2,7 miliar atau setara Rp 38 triliun.
"Jumat pekan kemarin kami terima. Perkara korupsi itu, jika merujuk pada PKN BPK, telah merugikan negara sebesar US$ 2,7 miliar atau jika dengan nilai tukar saat ini sebesar Rp 38 triliun," kata Golkar saat dihubungi di Jakarta, Senin 25 Januari 2016 silam.
Saksikan video pilihan di bawah ini: