Penjelasan RSSA Malang Soal Tuduhan Jual Beli Ginjal

Pembuktian tuduhan jual beli ginjal di RS Saiful Anwar menunggu hasil audit internal.

oleh Zainul Arifin diperbarui 23 Des 2017, 03:00 WIB
Ruang hemodialisa untuk pasien ginjal di RS Saiful Anwar Malang, Jawa Timur (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Manajemen RS Saiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, menyebut donor ginjal untuk kepentingan transplantasi ginjal hanya berdasarkan keikhlasan pendonor, tak ada praktik jual beli. Meski demikian, RSSA mengaudit internal terkait isu jual beli yang melibatkan Ita Diana seorang pendonor ginjal.

Wakil Direktur RS Saiful Anwar Malang, Hanief Noersjahdu mengatakan, sejauh ini sudah 17 kali operasi transplantasi ginjal di rumah sakit itu dengan donor ginjal oleh Ita Diana adalah operasi yang ke 16.

“Baru kali ini muncul tuduhan jual beli yang melibatkan Ita Diana sebagai pendonor. Itu semua tidak benar,” kata Hanief di Malang, Jumat (22/12/2017).

Rumah sakit bekerja sesuai Peraturan Menteri Kesehatan nomor 38 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Ginjal. Ada kesepakatan tertulis antara pendonor dan penerima donor yang dimediasi oleh rumah sakit, bahwa tak ada motif ekonomi.

“Kalau sejak awal muncul dugaan jual beli, tentu operasi bisa langsung dibatalkan. Tapi kami tak bisa mengawasi kalau ada sesuatu di luar rumah sakit,” ujar Hanief.

Ita Diana, warga Temas, Kota Batu, kecewa usai donor ginjal untuk pasien RSSA Malang bernama Erwin Susilo. Sebab, janji uang sebesar Rp 350 juta pasca operasi hanya diberikan sebesar Rp 74 juta. Ita menyebut dua dokter yakni Rifai dan Atma Gunawan mengetahui itu.

RSSA Malang mengakui dua dokter itu bagian dari 20 dokter yang mendapat surat keputusan sebagai tim transplantasi ginjal. Operasi yang melibatkan kedua dokter itu atas nama rumah sakit, bukan atas nama individu.

 


Audit Tim Transplantasi

Manajemen RS Saiful Anwar membantah ada jual beli organ tubuh (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Manajemen rumah sakit baru memulai audit internal yang melibatkan Komisi Etik untuk menilai kinerja tim transplantasi ginjal. Ketua Komisi Etik RSSA Malang, Istan Irmansyah mengatakan, tim transplantasi bertugas skrining layak tidaknya pendonor maupun penerima donor ginjal.

"Audit akan menilai kinerja tim itu. Apakah tim punya kompetensi, sesuai etika dan disiplin. Kami bekerja sesuai rekam medis dan akan bekerja secepatnya," kata Istan.

Tim transplantasi ginjal harus bekerja sesuai Permenkes, sesuai Standar Operasional Prosedur. Dalam Permenkes 38/2016 juga menegaskan syarat administrasi sampai syarat medis bagi calon pendonor. Seluruh persyaratan itu bakal dinilai saat audit internal.

"Konsekuensi kalau ada pelanggaran bisa dinonaktifkan atau diserahkan ke gubernur keputusannya," ucap Istan.

Tim Transplantasi Ginjal RSSA Malang, Dokter Atma Gunawan mengatakan, operasi transplantasi ginjal yang melibatkan Ita Diana sebagai donor dan Erwi Susilo selaku penerima sudah sesuai prosedur.

"Kalau ternyata ada perjanjian antara keduanya, itu di luar kewenangan kami. Pascaoperasi saat itu juga tak ada tuntutan dari Ita Diana," kata Atma.

Ia membantah lebih dulu mengenal Ita Diana sebelum transplantasi ginjal tersebut. Seseorang harus mengajukan diri sebagai donor dan menyatakan sukarela tanpa akad jual beli. Setelah itu, skrining administrasi dan medis. Sekaligus memastikan kecocokan secara medis dengan calon penerima donor.

"Setelah itu ada surat kesepakatan, itu juga kami beri waktu berfikir selama tiga hari. Itu untuk menghindari tuduhan ada calo dan benar – benar sukarela," lanjut Atma.

 

 

 


Jual Beli Atau Donor?

Bekas sayatan operasi ginjal Ita Diana (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Ia mengatakan adik kandung Ita Diana menjadi saksi penandatanganan kesepakatan donor itu. Rumah sakit juga memiliki beberapa dokumen yang memastikan tak ada jual beli. Sayangnya, Atma enggan menunjukkan bukti dokumen itu kepada media.

"Salinan kesepakatan kami berikan pada kedua belah pihak. Dokumen tak bisa kami tunjukkan ke publik," Atma berdalih.

Ia menegaskan, jika ada perjanjian memberi uang pasca operasi antara donor dan penerima donor maka itu di luar kesepakatan rumah sakit. Meski Atma mengakui mentransfer uang sebesar Rp 500 ribu ke rekening anak kandung Ita Diana. Namun, tak berhubungan dengan transplantasi.

"Perawat rumah sakit dan sekretaris saya yang membukakan rekening itu. Transfer itu atas dasar kemanusian, karena anaknya butuh biaya sekolah," tegas Atma.

Dokter Rifai yang namanya juga disebut oleh Ita Diana juga membantah mengenal dengan pendonor itu. Menurutnya, justru Ita yang aktif datang berkali -kali menemuinya untuk mencari penerima donor.

"Dia datang sendiri ke sekretariat dan mengatakan ikhlas donor ginjal. Kami jelaskan syarat jadi donor dan tidak pernah ada janji uang," kata Rifai.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya