CSIS: Nasib Airlangga di Kabinet Hak Prerogatif Jokowi

Arya menilai, beberapa menteri yang merangkap jabatan ketua umum partai mempunyai kinerja yang cukup baik.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 23 Des 2017, 18:24 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan tokoh Golkar lainnya menyanyikan lagu Indonesia Raya saat penutupan Munaslub Golkar di Jakarta, Rabu (20/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Airlangga Hartarto resmi menjadi Ketua Umum Golkar berdasarkan hasil musyawarah luar biasa (munaslub), Rabu, 20 Desember 2017. Sejumlah pihak meminta agar Airlangga mundur dari jabatannya di pemerintahan sebagai Menteri Perindustrian.

Terkait hal itu, pengamat politik Arya Fernandes menilai, tidak ada aturan yang melarang menteri merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.

Menurut dia, tak hanya Airlangga Hartarto, sejumlah tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua umum partai pernah merangkap jabatan menteri di pemerintahan.

"Dulu ketika Pak JK menjabat Wapres di era pemerintan SBY, beliau merangkap Ketum Golkar, lalu ada Pak Suryadharma Ali (Ketum PPP), ada Cak Imin (Ketum PKB) yang menjadi Menaker. Jadi memang tak ada aturan baku tentang rangkap jabatan ketum Parpol dan di eksekutif," kata ucap Arya di Jakarta, Sabtu (23/12/2017).

Justru kata Arya, beberapa menteri yang merangkap jabatan ketua umum partai mempunyai kinerja yang cukup baik, sehingga mampu bertahan sejak pertama dilantik hingga akhir periode pemerintahan.

"Pak JK, beliau tetap mampu memimpin Partai Golkar walau saat itu berstatus Wakil Presiden. Jadi memang belum ada temuan atau kajian yang menunjukkan rangkap jabatan menteri dan parpol itu pengaruhi kinerja belum ada," kata dia.

Terkait dengan konsistensi Jokowi yang dipertanyakan mengenai rangkap jabatan ini, Arya menilai, keputusan mencopot menteri yang menjadi Ketum Parpol sepenuhnya hak prerogatif Jokowi.

 


Psikologis Politik 2019

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan sambutan saat pembukaan Munaslub Partai Golkar di Jakarta, Senin (18/12). Munaslub Partai Golkar mengusung tema Menuju Golkar Bersih Bangkit Untuk Indonesia Sejahtera (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Terkait dengan Airlangga, Arya menilai, Jokowi akan berpikir dua kali mencopot jabatannya sebagai Menteri Perindustrian. 

"Jokowi lebih berpikir bagaimana psikologis politik yang terjadi bila Airlangga dicopot. Airlangga baru dikukuhkan, bila dicopot, maka ada reshuffle, dan bila reshuffle, kondisi Golkar bisa bergejolak," ucap dia.

Menurut dia, Jokowi tentu lebih menginginkan agar tidak ada gejolak politik diakhir masa jabatannya. Karena itu, Arya memprediksi Jokowi lebih mempertimbangkan tetap mempertahankan Airlangga sebagai menteri Perindustrian.

"Tak hanya Golkar yang mungkin gaduh (bila Arilangga dicopot) imbasnya akan kepada relasi Jokowi dengan partai-partai pendukung pemerintah yang lain. Karena Presiden sadar betul, bila reshuffle dilakukan, akan kuras energi publik dan elite," ucap pengamat dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu.

 


JK: Airlangga Tak Perlu Mundur

Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengisyaratkan, Airlangga Hartarto tak perlu mundur dari jabatannya sebagai Menteri Perindustrian.

Airlangga saat ini telah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto.

Isyarat ini terlihat saat JK menutup Musyawaran Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (20/17/2017).

JK mengungkapkan, dia pernah menjadi Ketua Umum Golkar, sambil tetap memangku jabatannya sebagai wakil presiden.

Menurut JK, hal ini tidak masalah. Bahkan, dia mencontohkan ketum parpol yang menjadi presiden juga.

"Waktu saya wakil presisen dulu, malah saya ketua partai juga. Enggak jadi masalah. Ibu Mega juga ketua partai, Pak SBY juga ketua partai, ya presiden," ucap JK.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya