5 Wanita Cantik Ini Jadi Primadona Industri Teknologi 2017

Industri teknologi mungkin memang didominasi oleh laki-laki, tapi bukan berarti perempuan tak punya peran penting di dalamnya.

oleh Andina Librianty diperbarui 25 Des 2017, 17:00 WIB
Susan Fowler menjadi sampul majalah Time, Person of the Year, bersama Ashley Judd, Adama Iwu, Taylor Swift, and Isabel Pascual (Foto: Time via Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Industri teknologi mungkin memang didominasi oleh laki-laki, tapi bukan berarti wanita tak punya peran penting di dalamnya. Ada banyak wanita hebat yang berhasil mengembangkan bisnis hingga bisa membuat perusahaan yang akhirnya sukses di industri teknologi.

Media berita industri teknologi TechCrunch merangkum sejumlah nama wanita berbakat yang berhasil mencuri perhatian pada tahun ini. Memang tidak semuanya pendiri perusahaan, tapi ada yang memiliki peran besar di tempatnya bekreja hingga mampu "mengguncang" industri teknologi Amerika Serikat (AS).

Berikut lima dari sejumlah wanita di industri teknologi yang berhasil menarik perhatian publik pada 2017. Mereka diyakini akan membuat semakin banyak gebrakan positif pada tahun depan.

1. Susan Fowler

Susan Fowler menjadi sampul majalah Time, Person of the Year, bersama Ashley Judd, Adama Iwu, Taylor Swift, and Isabel Pascual (Foto: Time via Reuters)

Di antara sejumlah wanita berbakat lain, Fowler mungkin salah satu yang paling banyak menyita perhatian publik internasional pada tahun ini. Software engineer ini membuka cerita tentang berbagai pelecehan seksual yang terjadi di perusahaan ride-sharing Uber.

Cerita yang dipublikasikan oleh Fowler di blog pribadinya tidak hanya membuat Uber menjadi sorotan, tapi juga kehidupan industri startup. Pengakuan Fowler memperpanjang laporan tentang berbagai kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Silicon Valley. Seksisme sejak lama telah menjadi masalah umum di sana, tapi tak pernah terselesaikan.

Fowler kini dikenal karena perannya memengaruhi perubahan pada Uber dan perusahaan teknologi di Silicon Valley dalam menangani kasus pelecehan seksual. Ia juga telah sepakat dengan sebuah perusahaan film untuk mengangkat kisahnya saat bekerja di Uber.

 


COO Didi Chuxing

2. Jean Liu

Jean Liu (Foto: TechCrunch)

Liu menjalani karirnya selama 12 tahun dengan Goldman Sachs hingga akhirnya menjabat sebagai Managing Director pada 2012. Namun, peran besarnya terjadi saat bergabung dengan raksasa ride-sharing asal Tiongkok, Didi Chuxing, sebagai COO pada 2014. Ia kini menjabat sebagai Presiden di Didi Chuxing.

Anak dari pendiri Lenovo Liu Chuanzhi ini, memiliki banyak peran penting dalam perkembangan Didi Chuxing. Liu tidak hanya berhasil "menaklukkan" Uber di Tiongkok, tapi juga membantu mengarahkan perusahaan tersebut untuk tumbuh lebih besar termasuk soal pendanaan.

Menurut laporan dari SoftBank of Japan dan Mubadala, Didi menutup pekan ini dengan pendanaan segar senilai US$ 4 miliar. New York Times melaporkan, kesepakatan baru ini membuat nilai Didi mencapai US$ 56 miliar.

Didi memiliki para penyokong kuat sebagai investor termasuk Apple, Alibaba Group, dan Tencent Holdings. Perusahaan juga disebut memiliki ambisi untuk menjangkau lebih banyak pasar baru dan hal ini seharusnya membuat para kompetitornya untuk waspada.

3. Jini Kim

Jini Kim (New York Times via TechCrunch)

Kim memiliki adik dengan autisme yang menggantungkan hidupnya pada Medicaid, sehingga ia memiliki alasan tepat untuk memahami soal keterbatasan sistem. Hal ini yang kemudian membuatnya mendirikan perusahaan analisis kesehatan, Nuna, pada 2010.

Kendati Kim sudah memiliki latar belakang sebagai Product Manager di Google Health, tidak mudah baginya meyakinkan para investor. Namun, mereka mulai mempertimbangkannya ketika Kim dipanggil oleh White House untuk membantu Healthcare.gov pada akhir 2013. Setelah itu, ia juga tampil di sampul majalah Time.

Nuna mendapatkan pendanaan pertama pada 2014. Perusahaan ini mendapatkan kucuran dana sebesar US$ 90 juta pada awal 2017 yang dipimpin oleh Kleiner Perkins Caufield & Byers.

 


Pendiri Aplikasi Kencan

4. Laura Behrens Wu

Laura Behrens Wu (Foto: TechCrunch)

Platform pengiriman bisnis, Shippo, lahir dari kekecewaan Wu terharap berbagai hal menyangkut sistem pengiriman. Ia adalah salah satu pendiri sekaligus CEO Shippo.

Layanan yang ditawarkan Shippo ternyata berhasil menarik perhatian investor. Mereka menilai Shippo merupakan alternatif pengiriman yang lebih baik daripada saat ini. Para investor mengucurkan dana US$ 20 juta dalam pendanaan seri B pada awal tahun ini.

Lalu apa daya tarik Shippo? Shippo dapat membantu pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk melacak dan melakukan pengiriman, sehingga membuat mereka bisa lebih kuat untuk bersaing dengan perusahaan besar seperti Amazon.

5. Whitney Wolfe Herd

Whitney Wolfe Herd (Foto: TechCrunch)

Tiga tahun lalu, Herd dikenal atas klaimnya yang telah mengalami pelecehan seksual dan diskriminasi di perusahaan layanan kencan online, Tinder. Ia sendiri merupakan co-founder Tinder dan menjabat sebagai VP of Marketing.

Herd hengkang dari Tinder pada 2014 disebabkan meningkatnya ketegangan hubungan dengan sejumlah eksekutif. Setelah hengkang, ia mengajukan gugatan hukum terhadap Tinder atas kasus pelecehan seksual.

Tak lama kemudian, Herd memiliki cara "balas dendam" yang manis dengan berhasil menarik perhatian banyak pengguna Tinder untuk menggunakan layanan perusahaan barunya, Bumble. Bumble adalah aplikasi kencan untuk perempuan, dan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat.

Bumble memiliki lebih dari 22 juta pengguna terdaftar dan diperkirakan bisa menghasilkan penjualan lebih dari US$ 100 juta pada tahun ini. Aplikasi ini juga terus meningkatkan kualitas layananya, salah satu yang terbaru dengan mengajak para pengguna untuk mencari kolega dan calon mentor, sehingga tidak hanya terbatas pada teman kencan saja.

(Din/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya