Liputan6.com, Jakarta Hidup di kota besar harus pandai mengelola emosi. Bila percikan emosi yang kerap mewarnai hidup kita tidak segera dipadamkan, bisa-bisa merugikan diri kita sendiri.
Kita tidak pernah sadar jika emosi bisa merasuk sampai ke organ tubuh yang paling dalam. Kita baru menyadarinya setelah psikosomatik menyerang.
Advertisement
Baca juga: Selain Sulit Tidur, Ini Efek Buruk Jika Memendam Emosi
Hipnoterapis Rishita Dewi mengatakan psikosomatik adalah penyakit yang tidak memiliki obat. Untuk menyembuhkan psikosomatik ini, kita harus bisa berdamai dengan diri sendiri.
Memaafkan dan menerima adalah kunci terbebas dari penyakit yang disebabkan oleh pikiran, yang bisa menyerang organ tubuh secara spesifik.
"Kalau yang senang olahraga, bisa membuang emosi itu dengan olahraga. Kalau senang musik, bisa karaokean, mungkin?" kata Dewi saat berbicang dengan Health Liputan6.com belum lama ini.
Bukan Berarti Emosi Telah Pergi Semua
Namun perlu diingat, bukan berarti emosi yang menancap di diri kita sudah 100 persen hilang. Pasti masih ada residunya.
"Kalau saya biasanya menyarankan melakukan meditasi healling releas," kata dia.
Meditasi seperti yang Rishita sebutkan itu bisa dilakukan bersama-sama di tempatnya di kawasan Bangka, Kemang, setiap Selasa malam. Kira-kira pukul 19.00 WIB. Dalam pengerjaannya, metode yang akan digunakan adalah sedona metode.
Baca Juga
Rishita menjelaskan bahwa metode ini pertama kali diperkenalkan oleh pejuang kanker dari Amerika, yang divonis tidak akan berumur panjang. Hidupnya kurang dari tiga bulan lagi. Perempuan itu kemudian melepas semua pengobatannya. Dia pasrah, berusaha menerima takdir yang tengah dia hadapi.
Dia bertekad tidak akan melakukan pengobatan medis lagi. Dia lagi pergi ke bukit Sedona di Arizona, dan mulai meditasi.
"Perempuan itu mer-releas semua emosi-nya. Dia memaafkan dan menerima dirinya sendiri. Tiga bulan kemudian, dia masih hidup, bahkan (kalau tidak salah) sampai sekarang," kata Reshita Dewi menambahkan.
Advertisement
Mari Lepas Emosi
Reshita menyadari bahwa menerima adalah hal paling sulit untuk dilakukan. Namun, kalau kita sungguh-sungguh melakukannya, menerima akan menjadi sesuatu yang mudah.
"Kita boleh marah, boleh juga sedih. Kita sulit menerima, karena (yang kita hadapi) antara ekspetasi dan kenyataan ada gap. Itu yang membuat kita marah, sedih, dan tidak menerima keadaan," ujarnya.
Emosi bisa itu pada dasarnya bisa dikendalikan. Tinggal bagaimana kita mengelolanya.