Liputan6.com, Jambi - Aksi penambangan emas liar di Provinsi Jambi, sungguh memprihatinkan. Akibat penambangan liar itu, sejumlah daerah mengalami kerusakan lingkungan yang parah dan dinyatakan kritis. Salah satunya di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun.
Kabupaten Sarolangun merupakan salah satu daerah paling parah di Jambi yang banyak terdapat lokasi penambangan liar. Kecamatan Limun menjadi target Pemerintah Provinsi Jambi untuk dipulihkan kembali setelah rusak akibat penambangan emas liar.
"Daerah-daerah kritis akan kita tanami pohon. Ada satu juta bibit pohon yang sudah mulai kita sebar secara gratis," ucap Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, M Dianto usai kegiatan peluncuran model hutan serba guna di Kampus IAIN Sultan Thaha Syaifuddin, Jambi, pada Sabtu, 23 Desember 2017.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Dianto, penanaman pohon tersebut bekerja sama dengan Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Provinsi Jambi serta IAIN Sultan Thaha Syaifuddin Jambi. Sementara, bibit pohon yang sudah disebar baru 370.000 batang, dan masih ada 630.000 batang lagi.
"Nah saya sarankan untuk disebar di kawasan kritis. Sebab, penambangan emas liar itu rata-rata ada di hulu Sungai Batanghari. Untuk perbaikan harus ditanami pohon," ujar Dianto.
Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat, Hermanto Sigit mengatakan, sejumlah daerah aliran sungai (DAS) khususnya sungai Batanghari, Jambi memang dalam kondiri rusak. Salah satunya akibat maraknya aktivitas penambangan emas liar.
"Ini akan menjadi rencana yang baik. Dan perlu dilakukan secara berkelanjutan," kata Hermanto.
Bibit pohon yang disiapkan tersebut tidak hanya dibagikan kepada kelompok masyarakat. Namun juga kepada individu atau perorangan. Jenisnya bermacam-macam, mulai jenis tanaman kayu hingga buah-buahan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ribuan Hektare Lahan Rusak
Tak hanya mengabaikan faktor lingkungan, tak jarang penambang juga mengabaikan nyawanya sendiri. Puluhan jiwa melayang akibat penambangan emas liar menjadi bukti.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, dalam catatan akhir tahun mengatakan, aktivitas penambangan emas liar sudah merambah hampir seluruh kawasan. Mulai dari daerah aliran sungai (DAS), permukiman, perkebunan, hingga masuk ke kawasan hutan.
KKI Warsi merupakan salah satu lembaga nonpemerintah yang fokus pada isu lingkungan serta pendampingan terhadap Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi.
"Kerusakan tutupan hutan dari aktivitas penambangan liar ini terjadi di tiga kabupaten," ujar Rudi di Jambi, Selasa, 19 Desember 2017.
Tiga daerah itu adalah Kabupaten Sarolangun menjadi daerah tertinggi luas kerusakannya akibat penambangan emas liar, yakni mencapai 13.762 hektare. Kemudian Kabupaten Merangin dengan luas kerusakan 9.966 hektare.
Terakhir, ada Kabupaten Bungo mencapai 4.094 hektare. Tiga daerah ini merupakan daerah kabupaten di Jambi yang saling bersebelahan.
Menurut Rudi, catatan kerusakan lahan itu didasarkan pada citra Lansat 8 di Jambi pada 2017. Total kerusakannya mencapai 27.822 hektare.
"Dibanding tahun 2016 lalu, tingkat kerusakan tahun ini naik 100 persen," ucap Rudi.
Advertisement
Tak Bisa Ditanami
Menurut Rudi, akibat penambangan emas liar itu banyak lahan tak bisa ditanami lagi. Belum lagi kawasan lubuk larangan.
Lubuk larangan merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Jambi. Lubuk larangan adalah sungai dan terdapat berbagai macam jenis ikan yang hanya bisa dipanen saat-saat tertentu saja berdasarkan aturan adat.
Rudi menyebutkan, total ada 825 hektare lahan sawah yang rusak dan tidak bisa ditanami lagi. Kemudian, ada 126 titik lubuk larangan di Kabupaten Bungo terancam rusak karena tercemar merkuri yang timbul akibat aktivitas penambangan emas liar.
Penambangan emas yang menggunakan zat kimia merkuri dinilai sangat berbahaya untuk jangka panjang. Titik penambangan yang sebagian besar berada di daerah aliran sungai semakin memudahkan merkuri mencemari air sungai.
Ikan-ikan sungai akan terpapar merkuri dan apabila dikonsumsi manusia bisa menimbulkan ancaman kesehatan. "Dampaknya mungkin tidak sekarang, tapi bila terus-menerus terjadi berbahaya untuk ke depannya," Rudi menambahkan.
Tumbal Nyawa
Senin, 24 Oktober 2016, menjadi hari paling kelam bagi warga Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Siang itu, warga dikejutkan dengan tertimbunnya 11 penambang emas di sebuah sumur tambang yang lokasinya tak jauh dari Sungai Batanghari.
Sebelas penambang emas tersebut, yakni Tami (45), Yung Tuk (30), Siam (28), Hamzah (55), Jurnal (21), Catur (24), dan Guntur (34) merupakan warga Sungai Nilau, Kecamatan Sungai Manau, Kabupaten Merangin. Selanjutnya, Cito (25) dan Zulfikar (25) warga Perentak, Kecamatan Pangkan Jambu, serta Dian Arman (53) dan Erwin warga Air Batu, Kecamatan Renah Pembarap.
Berhari-hari puluhan petugas SAR, BPBD, kepolisian dan TNI melakukan evakuasi. Berbagai upaya, bahkan ritual doa di lokasi kejadian tak kunjung membuahkan hasil.
Akhirnya, setelah lewat dua pekan upaya evakuasi, Bupati Merangin, Al Haris, akhirnya mengumumkan proses evakuasi ke-11 penambang dihentikan. Keputusan itu diambil karena kondisi di lapangan yang tidak memungkinkan lagi.
Kondisi sumur tambang yang berada tak jauh dari aliran sungai menyebabkan lubang sumur digenangi air. Hal itu tidak memungkinkan untuk petugas masuk ke dalam lubang sedalam lebih dari 50 meter. Curah hujan yang tinggi makin menambah sulit proses evakuasi.
Akhirnya, setelah berunding dengan keluarga korban, Bupati Al Haris secara resmi menghentikan proses evakuasi. Lubang tambang akhirnya ditutup. Kemudian di atasnya ditanam 11 batu nisan sebagai tanda dan prasasti.
Sebelum kejadian itu, korban jiwa akibat aktivitas penambangan liar sudah banyak terjadi. Dari catatan Pemprov Jambi, sepanjang 2016 saja tercatat ada 22 korban meninggal dunia akibat aksi penambangan emas liar itu.
Advertisement