Liputan6.com, Pulau Manus - Badan PBB yang mengurus masalah pengungsi, UNHCR mendesak Australia untuk menemukan solusi yang manusiawi terhadap nasib ratusan pengungsi dan pencari suaka yang tinggal di Pulau Manus, Papua Nugini (PNG)
Pusat penahanan di Pulau Manus secara resmi ditutup pada bulan Oktober lalu, namun banyak pencari suaka menolak untuk pergi, karena takut akan keamanan mereka di akomodasi alternatif.
Pihak berwenang Papua Nugini (PNG) akhirnya memindahkan orang-orang yang tidak bersedia meninggalkan pusat penahanan di Pulau Manus itu ke lokasi baru. Demikian seperti dikutip dari The Australia Plus pada Senin (25/12/2017).
Staf di salah satu dari fasilitas ini dipaksa meninggalkan lokasi tersebut oleh penduduk setempat yang marah, yang telah memblokir pengiriman makanan.
Berbicara pada sebuah pertemuan UNHCR di Jenewa, Cecile Pouilly menggambarkan situasinya sebagai hal yang kritis.
Baca Juga
Advertisement
"Kita berbicara di sini tentang orang-orang yang telah menderita trauma ekstrem, dan sekarang merasa sangat tidak aman di tempat tinggal mereka," katanya.
"Ada banyak korban penyiksaan, orang-orang yang mengalami trauma mendalam, dan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada diri mereka," ucap Pouilly.
"Mengingat situasi berbahaya yang terus berlanjut di Pulau Manus Papua Nugini untuk para pengungsi dan pencari suaka yang ditinggalkan oleh Australia, UNHCR telah kembali mendesak Pemerintah Australia pekan ini untuk memenuhi tanggung jawabnya dan segera menemukan solusi yang manusiawi dan layak."
Cecile Pouilly mengatakan bahwa dalam empat pekan terakhir, setidaknya terjadi lima insiden keamanan.
Dia menambahkan bahwa meskipun Papua Nugini sekarang harus menghadapi situasi ini, penolakan itu harus dihentikan oleh Australia.
"Apa yang hendak kita tegaskan adalah bahwa ini adalah tanggung jawab Australia sejak pertama kali masalah ini terjadi," katanya.
"Australia adalah negara yang menciptakan situasi dengan menempatkan fasilitas pemrosesan lepas pantai ini. Jadi, yang kami minta adalah Australia mencari solusi untuk orang-orang ini," ucapnya lagi.
Komentar Pouilly disampaikan setelah para pengungsi mengatakan bahwa mereka kehabisan makanan karena pemilik lahan setempat memblokir akomodasi mereka.
Protes yang dilakukan oleh para pemilik lahan ini telah menghentikan pengiriman staf, obat-obatan dan makanan untuk tidak masuk ke Pusat Transit Lorengau Timur, Papua Nugini, di mana lebih dari 300 pria ditempatkan, sejak 19 Desember.
Soal Pengungsi, PBB Imbau Australia Terima Tawaran Selandia Baru
Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa 15 November mengimbau Australia agar menerima tawaran Selandia Baru untuk menampung 150 pengungsi dari pusat penahanan pengungsi yang dikelola Australia di Papua Nugini.
UNHCR menyerukan hal itu saat sekitar 450 pengungsi mengurung diri di dalam pusat penahanan yang ditelantarkan itu, tanpa makanan dan air minum.
Para pencari suaka itu telah bertahan di pusat penahanan tersebut selama dua pekan terakhir dan menentang upaya Australia dan Papua Nugini untuk menutup fasilitas tersebut, dengan alasan keamanan mereka terancam jika dipindah ke pusat-pusat transit.
Dengan banyak tahanan jatuh sakit karena kondisi yang buruk di dalam kamp, Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi mengimbau Australia agar mengizinkan 150 pencari suaka ditampung di Selandia Baru.
Para pencari suaka itu umumnya datang dari Afghanistan, Iran, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka, dan Suriah.
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull sebelumnya menolak tawaran permukiman kembali pengungsi dari Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan memilih untuk melakukan pertukaran pengungsi yang dirundingkannya dengan Presiden Barrack Obama tahun lalu.
Advertisement