Liputan6.com, Lima - Mantan Presiden Peru yang dipenjara, Alberto Fujimori, dibebaskan oleh Presiden Peru yang menjabat saat ini, Pedro Pablo Kuczynski, atas alasan kesehatan.
Pria berusia 79 tahun itu baru-baru ini dipindahkan dari penjara ke rumah sakit karena mengalami tekanan darah rendah dan irama jantung yang tak normal.
Fujimori yang berkuasa dari tahun 1990 hingga 2000, menjalani hukuman 25 tahun penjara atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan korupsi.
Dikutip dari BBC, Senin (25/12/2017), ia dikagumi oleh beberapa masyarakat Peru atas upayanya dalam memberantas pemberontak Maois. Sementara para pengkritik menganggapnya sebagai diktator korup.
Dalam beberapa tahun terakhir, Fujimori telah beberapa kali keluar masuk rumah sakit karena berbagai masalah kesehatan.
Baca Juga
Advertisement
Pengampunan yang diberikan oleh Kuczynski terjadi beberapa hari setelah pendukung Fujimori di Kongres membantu Kuczynski untuk menghindari pemakzulan karena dugaan korupsi.
Menurut tuduhan berbagai politisi oposisi, sebagai bentuk balas jasa atas bantuan politik tersebut, Kuczynski berjanji untuk memberikan pengampunan terhadap sang mantan presiden Peru periode 1990 - 2000 itu. Namun, sang presiden membantah tuduhan tersebut.
Pada pekan lalu, Kuczynski menghadapi ancaman pemakzulan atas dugaan kasus suap yang terjadi lebih dari satu dekade lalu.
Pihak legislatif oposisi baru-baru ini mengungkap bahwa Kuczynski telah menerima suap yang melibatkan perusahaan konstruksi Brasil, Odebrecht.
Menurut laporan, Odebrecht telah menyuap Kuczynski hampir US$ 5 juta atau sekitar Rp 67,8 miliar kala ia masih menjabat sebagai Menteri Ekonomi dan Sekretaris Kabinet Peru. Namun, pria berusia 79 tahun itu menyangkal bahwa ia telah melakukan kesalahan.
Alasan Fujimori Dibui
Pada 2007, Fujimori dijatuhi hukuman enam tahun penjara karena kasus suap dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dua tahun kemudian, yakni 2009, dijatuhi hukuman 25 tahun penjara karena pelanggaran hak asasi manusia saat ia masih menjabat sebagai presiden. Ia juga mengizinkan pembunuhan yang dilakukan oleh "death squad" atau pasukan kematian.
Fujimori sempat membuat Peru berada dalam kesulitan besar saat ia menerapkan program radikal berupa reformasi pasar bebas, di mana peran negara berkurang di hampir semua bidang ekonomi.
Meski demikian, ia berhasil mengakhiri hiperinflasi yang merajalela dan membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di paruh kedua tahun 1990-an.
Fujimori juga menghentikan pemberontak sayap kiri yang aksinya telah menyebabkan ribuan kematian dalam 10 tahun. Namun, ia mengkau tak pernah menyetujui perang kotor terhadap pemberontak.
Advertisement