Liputan6.com, Beijing - Sejak tahun 2015, pemerintah China telah menutup lebih dari 13 ribu situs online. Hal itu dilakukan lantaran website tersebut dinilai melanggar aturan di Negeri Tirai Bambu.
Dikutip dari laman Hindustan Times, Rabu (27/12/2017), hal semacam ini telah dilakukan oleh pemerintah China guna memperketat aturan penggunaan internet di negaranya.
Menurut kritikus, aturan ini semakin diperketat sejak Presiden Xi Jinping mulai berkuasa tahun 2012.
"Langkah ini bertujuan untuk memberi efek jera," ujar Wang Shengjun, Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC).
Baca Juga
Advertisement
Pada tahun 2015, sebuah laporan dari think tank AS Freedom House menyebutkan, meski tercatat sebagai negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia, China merupakan negara yang memiliki kebijakan penggunaan internet paling ketat.
Segala aturan penggunaan internet di negara ini selalu diawasi oleh pemerintah. Sama halnya dengan apa yang diterapkan oleh Irn dan Suriah.
Tahun ini saja, pemerintah telah memberlakukan aturan baru yang mengharuskan perusahaan teknologi asing untuk menyimpan data penggunanya kepada pemerintah.
Tak hanya itu, ada pembatasan konten sehingga membuat para pelaku sulit menggunakan perangkat lunak.
Google, Facebook, Twitter dan situs New York Times adalah beberapa situs milik asing yang diblokir di China.
Otoritas China mengatakan, ini adalah bentuk menjaga 'kedaulatan siber' untuk menjaga keamanan nasional.
Harus Mendaftar Terlebih Dahulu
Di China, situs web harus mendaftar terlebih dahulu kepada pihak berwenang dan bertanggungjawab untuk memastikan legalitas informasi apapun. Aturan tersebut berlaku sejak tahun 2000.
Ketika konten yang mereka tampilkan tak sejalan dengan pemerintah, maka otoritas dapat memblokir website tersebut dan dikenakan denda.
Salah satu cara untuk mengakses Facebook, Twitter, Google serta yang lainnya dapat menggunakan jaringan pribadi virtual (VPN). Namun, biayanya cukup mahal.
Advertisement