Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso dibuat geram dengan perilaku bandar narkotika di Indonesia. Dia berharap dapat mengeksekusi mati para perusak generasi bangsa itu dengan cara menembak mati mereka.
"Sebenarnya amunisi kami cukup untuk 58 ribu. Tapi mereka (bandar) tidak melawan. Kami berharap mereka melawan, senjata menganggur nih. Senjata saya kok enggak meledak-ledak," kata Buwas, sapaan Budi Waseso, di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (27/12/2017).
Advertisement
Seharusnya, kata Buwas, para bandar tersebut layak dieksekusi mati. "Cukup ditaruh di lapangan, enggak usah ribut-ribut, tembak, selesai. Kalau ditanya sudah mati," kata Buwas.
Perilaku bandar saat ini sudah tidak manusiawi dan berperasaan. Ditambah lagi jaringan para bandar yang cukup kuat dalam mengedarkan narkoba. Belum lagi prosedur eksekusi para bandar yang dinilainya cukup rumit.
"Harus melihat dari sisi korban-korbannya, dari kebiadaban mereka. Bukan dilihat dari keluarga pelaku nangis," tegas Buwas.
Mengacu pada negara lain, Indonesia seharusnya mengeksekusi mati narapidana secara diam-diam. "Tidak usah diramaikan," ujar Buwas.
Sepanjang menjabat Kepala BNN, Buwas kerap menemukan peredaran narkoba di balik jeruji besi. Inilah salah satu yang dinilainya tidak mudah dalam mengungkap peredaran narkoba.
"Di lapas itu tidak bisa lagi dijaga manusia, harus dijaga buaya. Sistem harus diperbaiki agar bandar jaringan tidak lagi berhubungan dengan sipir atau di lapas," kata Buwas.
Konsisten
Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulistiandriatmoko mengatakan, harus ada sikap konsisten mengenai penolakan grasi terpidana mati kasus narkoba.
"Grasi itu hak prerogatif Presiden, kalau sudah Indonesia darurat narkoba, sudah wajar grasi ditolak setiap usulan yang diajukan oleh pihak keluarga terpidana mati narkoba," ucap Sulistiandriatmoko saat ditemui Liputan6.com, Kamis, 26 Oktober 2017.
Mengenai grasi, tutur Sulistiandriatmoko, kalau Presiden setuju dengan grasi kasus terpidana narkoba akan menjadi kontradiktif. Namun, sampai saat ini Presiden Jokowi tetap konsisten dan menolak grasi terpidana mati kasus narkoba.
"Sudah banyak terpidana kasus narkoba terus mengajukan grasi terhadap Presiden. Tentu hal itu selalu ditolak oleh Presiden Jokowi," ujar Sulistiandriatmoko.
Ia melanjutkan, pada 2014 tercatat 1,6 juta jiwa sebagai coba pakai, 1,4 juta jiwa teratur pakai, dan sisanya pecandu narkoba.
"Salah satu terpidana mati kasus narkoba, Fredy Budiman sudah sering kali mengajukan garasi," imbuh Sulistiandriatmoko.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement