Liputan6.com, Palembang - Kasus kematian siswa madrasah di Palembang seusai disuntik vaksin tetanus (sebelumnya ditulis vaksin cacar) masih terus bergulir.
Setelah 40 hari sejak JM (9), siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Yayasan Al-Hikmah Palembang meninggal dunia, orangtua JM akhirnya melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.
Jumianto, ayah JM, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolresta Palembang pada Rabu malam lalu.
Baca Juga
Advertisement
Orangtua korban melaporkan pihak Puskesmas 7 Ulu Palembang karena telah melakukan imunisasi massal di sekolah anaknya, di kawasan Gang Duren, Kecamatan SU 1 Palembang.
Warga Jalan Panca Usaha Lorong Parlova Kecamatan Seberang Ulu (SU) 1 Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), ini melaporkan pihak puskesmas, karena tidak mendapatkan kejelasan tentang kematian anaknya.
Pihak keluarga korban tidak melihat adanya iktikad baik dari pihak Puskesmas 7 Ulu Palembang maupun Dinkes Palembang.
"Sudah satu bulan lebih anak saya meninggal setelah suntik vaksin, tapi mereka belum memberikan penjelasan sedikit pun penyebabnya," kata Jumianto kepada Liputan6.com.
Dia mengakui pihak Puskesmas 7 Ulu Palembang dan Dinkes Kota Palembang memang sudah datang ke rumahnya.
Namun, kedatangan mereka hanya untuk memberikan santunan, bukan menjelaskan penyebab kematian anaknya. Pihak Dinkes Palembang hanya memberitahu bahwa kasus ini masih akan menunggu hasil investigasi dari Dinkes Sumsel.
Karena tidak ada kabar apa pun, orangtua korban tidak mempunyai jalan lain selain melaporkan ke pihak berwajib.
"Kami memilih melapor ke polisi agar semua permasalahan jelas dan menemui titik terangnya," ujarnya.
Kasat Reskrim Polresta Palembang Kompol Yon Edi Winara melalui Kasubag Humas Iptu Syamsul membenarkan bahwa laporan tersebut sudah masuk ke SPKT Mapolresta Palembang.
"Sudah kita terima dan masih dalam proses penyelidikan," katanya.
Suntik vaksin massal digelar Puskesmas 7 Ulu Palembang pada hari Jumat (7/11/2017) pagi di sekolah korban. Seusai pulang kerumah, korban mengalami panas tinggi dan kelumpuhan di tubuh.
Orangtua korban sempat membawanya ke puskesmas setempat, lalu dirujuk ke Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Palembang. Namun pada Selasa (14/11/2017), kondisi JM langsung menurun dan akhirnya meninggal dunia.
Bantah Lakukan Malpraktek
Dinkes Palembang pun menyatakan turut berduka cita atas meninggalnya korban. Namun pihaknya membantah telah melakukan malpraktek atau kesalahan dalam penanganan suntik vaksin.
Kepala Dinkes Palembang dr Letizia mengungkapkan bahwa proses penyuntikan vaksin tetanus sudah sesuai prosedur dan dilakukan oleh tenaga medis ahli.
Bahkan suntik massal yang dilakukan tidak menimbulkan efek buruk bagi siswa lainnya, hanya saja JM yang mengalami gangguan kesehatan.
"Kasus ini belum pernah terjadi dan masih dalam penyelidikan. Untuk suntikannya baru semua, satu alat suntik untuk satu siswa. Masa kadaluarsa vaksin juga masih jauh, bulan Juni 2019. Kami pastikan tidak kadaluarsa," ujarnya.
Pihak Dinkes Palembang memang belum bisa membeberkan penyebabnya, karena masih dalam penyelidikan. Mereka juga masih mencaritahu apakah meninggalnya JM karena suntik imunisasi atau bukan.
Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KOMDA PP-KIPI) Kota Palembang, dr Yusmala mengungkapkan setelah suntik imunisasi, memang ada efek samping, seperti panas tinggi dan alergi.
"Tapi responnya di bawah dua jam setelah disuntik, baru bisa dikatakan alergi. Bahkan kita temukan pasien alergi suntik imunisasi dibawah 20 menit," ujarnya.
Kasus JM tersebut masih diselidiki lagi, karena setelah suntik vaksin tetanus, JM sempat bermain dengan teman-temannya dan bisa pulang kerumah dan bermain kembali.
Sebelum melakukan suntik vaksin, pihak Puskesmas 7 Ulu Palembang juga sudah memeriksa kesehatan seluruh siswa dan semuanya dalam keadaan sehat.
"Jika demam dan batuk pilek memang tidak boleh. Atau mengidap penyakit berat, seperti kanker harus ada imunisasi khusus. Tapi JM saat itu kondisinya masih sehat seperti siswa lainnya sebelum disuntik," ujarnya.
Advertisement