Liputan6.com, Calgary Harga minyak mentah dunia merosot pada hari ini usai melaju mendekati level tertinggi dalam 2,6 tahun, akibat masalah pasokan di Libya dan Laut Utara.
Melansir laman Reuters, Kamis (28/12/2017), harga minyak mentah Brent berada di level US$ 66,44 per barel, turun 0,9 persen, atau 58 sen.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) di posisi US$ 59,64 per barel, turun 33 sen atau 0,6 persen.
Baca Juga
Advertisement
Pada hari sebelumnya, harga minyak Brent menembus level US$ 67 untuk pertama kalinya sejak Juni 2015 dan WTI naik di atas US$ 60 per barel untuk pertama kalinya sejak Mei 2015.
"Pasar terus condong ke arah berita bullish tapi hari ini kita melihat sedikit profit taking," kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar Tradition Energy di Stamford, Connecticut.
Harga minyak sempat naik setelah kelompok industri American Petroleum Institute mengatakan bahwa stok minyak mentah AS turun lebih dari perkiraan pada minggu lalu.
Pada hari Selasa, Libya kehilangan sekitar 90.000 barel per hari (bpd) pasokan minyak mentah setelah pipa terjadi ledakan pipa. Perbaikan bisa memakan waktu seminggu namun tidak akan berdampak besar pada ekspor, menurut kepala perusahaan minyak negara Libya NOC.
Analis RBC Capital Markets Helima Croft mengatakan dalam sebuah catatannya, kerusuhan politik menjelang pemilihan nasional selanjutnya dapat mengurangi produksi Libya dalam beberapa bulan mendatang.
Gangguan pasokan lainnya dalam beberapa pekan terakhir termasuk penutupan jaringan pipa terbesar di Inggris.
Meski penurunan dari Libya hanya berjumlah sekitar 500.000 bpd, relatif kecil di pasar global sekitar 100 juta bpd.
Pasar minyak telah diperketat seiring pembatasan pasokan yang dipimpin Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan non-OPEC Rusia. Data dari Administrasi Informasi Energi AS menunjukkan pasar minyak global berangsur-angsur terealisasi pada 2016 dan mulai menunjukkan defisit pasokan sedikit tahun ini.
Di sisi lain, membatasi upaya OPEC dan Rusia untuk menopang harga, produksi minyak AS telah melonjak lebih dari 16 persen sejak pertengahan 2016 yang mendekati 10 juta bpd.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ledakan Pipa di Libya Bikin Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi
Harga minyak menyentuh level tertinggi dalam dua setengah tahun meskipun volume perdagangan tidak terlalu ramai. Pendorong kenaikan harga minyak adalah ledakan pada pipa minyak mentah di Libya dan pemotongan pasokan secara suka rela yang dipimpin oleh negara-negara anggota Organisasi Pengekspor Minyak (OPEC).
Mengutip Reuters, Rabu (27/12/2017), harga minyak mentah Brent yang merupakan patokan internasional naik US$ 1,51, atau 2,31 persen menjadi US$ 66,76 per barel. Pada perdagangan sesi pertama, harga minyak ini sempat mencapai level tertinggi di US$ 66,83 per barel yang merupakan level tertinggi sejak akhir Mei 2015.
Sedangkan harga minyak mentah AS naik US$ 1,29 atau 2,21 persen menjadi US$ 59,76 per barel setelah menyentuh level US$ 59,86 per barel, tertinggi sejak akhir Juni 2015.
Baca Juga
Libya telah kehilangan sekitar 90 ribu barel per hari minyak mentah karena adanya ledakan di sebuah pipa pemasuk di Es Sider port. Sejauh ini, dampak kerusakan dan juga kerugian dari ledakan tersebut masih dihitung.
Sebuah sumber dari militer Libya mengatakan bahwa terdapat orang-orang bersenjata yang telah menanam bahan peledak di jalur pipa.
Dengan adanya ledakan ini, produksi minyak mentah Libya kembali turun setelah sebelumnya sempat pulih. Beberapa bulan lalu produksi minyak di negara ini memang turun drastis karena adanya konflik dan kerusuhan.
"Perlu diingat juga bahwa pipa-pipa penyalur minyak tersebut juga sudah tua sehingga rentan," jelas analis ICAP di Durham, North Carolina, Scott Shelton.
Aktivitas perdagangan minyak tidak terlalu ramai karena libur Natal di banyak negara.
Sentimen lain yang mengangkat harga minyak adalah kesepakatan dari negara-negara produsen minyak untuk tetap memotong produksi sepanjang 2018.
Menteri Perminyakan Irak mengatakan bahwa keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan mendorong kenaikan harga. OPEC memperkirakan keseimbangan tersebut akan tercipta pada 2018.
Advertisement