Liputan6.com, Tehran - Iran telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina, menyusul pemungutan suara yang dilakukan oleh Parlemen Iran pada Rabu, 28 Desember 2017. Kata laporan media pemerintah Fars News Agency.
Pengumuman yang dilakukan Iran tersebut merupakan, "Bentuk respons atas rencana keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Ali Larijani, Juru Bicara Parlemen Iran.
Baca Juga
Advertisement
Voting berakhir dengan suara mayoritas. Sebanyak 207 dari total 290 anggota Parlemen Iran mendukung pembentukan undang-undang yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. Demikian seperti dikutip dari The Hill (28/12/2017),
Hizbullah dan Hamas Gabung Kekuatan
Pada saat yang sama, organisasi politik Hizbullah dari Lebanon dan Hamas dari Palestina dilaporkan berencana untuk menggabung kekuatan sebagai bentuk respons untuk menentang langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Rencana itu dinilai cukup mengejutkan, mengingat kedua organisasi tersebut kerap berjibaku pada sejumlah isu politik di kawasan.
Pada Perang Saudara Suriah misalnya, Hizbullah yang pro-Iran merupakan salah satu kelompok pendukung rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad. Sementara Hamas merupakan pihak yang mendukung kelompok oposisi Al Assad.
Namun, isu Yerusalem yang tengah menghangat di kawasan memicu pergeseran dinamika politik Hizbullah - Hamas.
"Pengumuman aliansi itu akan dilakukan secara resmi dalam beberapa waktu mendatang, guna mengonfrontasi langkah Presiden Trump," kata seorang sumber anonim yang dekat dengan Hamas dan Hizbullah.
Sementara itu, pada awal Desember, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, telah meminta seluruh pihak dari berbagai kelompok untuk bersatu menentang keputusan kontroversial Trump terkait Yerusalem.
Ikuti AS, 10 Negara Akan Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem?
Beberapa hari sebelum Parlemen Iran menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina, pemerintah Israel mengatakan telah menjalin komunikasi dengan setidaknya 10 negara atas kemungkinan pemindahan kedutaan besar mereka ke Yerusalem.
Hal itu dibeberkan oleh Negeri Bintang David pada Senin, 25 Desember 2017.
"Kami telah berdialog dengan setidaknya 10 negara. Beberapa di antaranya merupakan negara Eropa," kata Deputi Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely, seperti dikutip dari South China Morning Post, Selasa 26 Desember 2017
Namun, Hotovely tak menyebut nama ke-10 negara yang telah dibujuk oleh Israel untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.
Kendati demikian, seorang sumber diplomatik Israel yang anonim menyebut beberapa nama negara yang telah dibujuk, di antaranya; Honduras, Filipina, Rumania, dan Sudan Selatan.
Hotovely yakin, langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berencana untuk memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem akan diikuti oleh sejumlah negara lain, termasuk ke-10 negara tersebut.
Advertisement