Liputan6.com, Tegal - Sepanjang 2017 ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di wilayah pantai utara (Pantura) barat yang Pekalongan (Batang, Pekalongan Kota, Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Tegal Kota, Kabupaten Tegal, dan Brebes.
Berikut Liputan6.com merangkumnya menjadi enam peristiwa paling disorot yang terjadi di wilayah pantura barat sepanjang tahun 2017.
Pemuda Pekalongan Berangkat Haji dengan Jalan Kaki
Nama Muhammad Khamin Setiawan (29) mendadak dibicarakan banyak orang. Pemuda asal Pekalongan, Jawa Tengah itu melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki.
Saofani Solichin, ayahanda Khamim menuturkan, perjalanan putra bungsunya ke Tanah Suci dilalui penuh liku. Keluarga juga sempat sangsi Khamim mampu tiba di Mekah karena medan yang dilalui cukup berat.
Baca Juga
Advertisement
Rintangan yang dilalui Khamim di antaranya, ia beberapa kali dirampok. Sehingga ia pernah melewati perjalanan tanpa membawa perbekalan apa pun.
Sejak saat itu, Khamim mengandalkan masjid dan musala sebagai tempatnya melepas lelah. Saat tiba di rumah Allah itu, ia mendapatkan petunjuk dan sedikit bantuan dari sesama muslim.
Rintangan demi rintangan ia lalui. Negera demi negara ia jajaki. Hingga akhirnya Khamim bisa menunaikan ibadah haji. Total jarak tempuh dari Pekalongan mencapai 13.800 kilometer.
Saksikan video pilihan berikut ini:
OTT Wali Kota Tegal, Siti Masitha
Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wali Kota cantik itu diamankan terkait dugaan suap proyek kesehatan.
Penangkapan ini sangat mengejutkan warga Tegal. Pasalnya, enam bulan sebelumnya, Masitha baru saja menggandeng KPK untuk melaksanakan program Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi (Korsupgah).
Masitha saat itu mengatakan, Pemerintah Kota Tegal bersama KPK siap melaksanakan program Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korupsi mulai 2017. Sebagai langkah awal, Pemkot Tegal sudah menyusun rencana aksi yang telah dikoordinasikan dengan KPK.
Akan tetapi pada kenyataannnya Masitha sendiri ternyata tidak melaksanakan kebijakannya itu. Setelah menangkap Masitha, penyidik KPK langsung menyegel kantor Wali Kota Tegal dan sebuah ruangan di RSUD Kardinah.
Advertisement
Siswi SMP Diperkosa dan Dibunuh
Kronologi pembunuhan yang dilakukan AR (17), warga Bodeh Pemalang, kepada korban bocah perempuan berseragam SMP terbilang sadis.
Kasatreskrim Polres Pemalang, AKP Akhwan Nadzirin, mengatakan pelaku membunuh korban dengan mencekiknya. Korban yang merupakan pelajar kelas III SMP, siang itu berjalan kaki sendirian ketika pulang sekolah.
Namun, tiba-tiba di tengah perjalanan, tepatnya di sebuah kebun jagung yang berada di Desa Gunungbatu, korban dicegat pelaku.
Pelaku membawa korban ke tengah kebun jagung dan hendak memperkosanya. Dengan sekuat tenaga korban memberontak saat pelaku hendak melakukan niat jahatnya itu.
Kesal dengan pemberontakan yang dilakukan korban, pelaku lalu mencekik korban menggunakan kerudung yang dipakainya hingga meninggal dunia.
Mengetahui korban telah meninggal, pelaku lalu menyeret tubuh korban ke parit yang berada di tengah kebun. Kemudian pelaku menutupnya dengan daun pisang. Merasa aman, pelaku tanpa rasa berdosa meninggalkan tempat tersebut.
Sementara mayat korban ditemukan oleh orang yang kebetulan lewat di kebun jagung pada pukul 15.00 WIB. Penemuan mayat tersebut kemudian dilaporkan ke polisi.
Mantan Murid Ajak 65 Guru Piknik ke Luar Negeri
Fredy Chandra, alumnus SMAN 1 Pekalongan tahun 1993, mengajak 65 guru dan karyawan di sekolahnya dulu ke Singapura dan Malaysia untuk berekreasi. Fredy menggratiskan semua biaya termasuk pembuatan paspor. Fredy juga memberi uang saku ke 65 guru dan karyawan di sekolahnya itu.
Para guru dan karyawan itu diajak rekreasi selama lima hari empat malam. Mereka diajak berkeliling di beberapa tempat wisata yang berada di Singapura dan Malaysia.
Wisata itu sebagai bentuk rasa terima kasih Fredy kepada guru yang dianggap paling berjasa. Fredy benar-benar ingin menunjukan rasa bakti kepada para pahlawan tanpa tanda jasa yang telah membentuknya menjadi orang sukses.
Tak hanya itu, karena ada beberapa guru yang sudah berusia lanjut dan tak mampu berjalan normal, Fredy menyiapkan empat kursi roda khusus untuk mengantar guru itu selama berwisata di sana.
Advertisement
Viral, Siswi di Lereng Gunung Slamet Wajib Bercadar
Para siswi di sebuah SMK di Tegal membuat heboh warganet. Pasalnya, mereka terlihat menggunakan cadar saat mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolahnya.
Sejumlah foto tersebar luas di media sosial yang memperlihatkan aktivitas KBM di SMK tersebut. Para siswi terlihat selain mengenakan seragam OSIS lengkap, juga mengenakan cadar kain bewarna hitam. Keterangan pada foto tersebut tertulis, SMK Attholibiyah Bumijawa Kabupaten Tegal.
Untuk memastikan kebenarannya, Liputan6.com melakukan penelusuran melalui jejaring sosial dan pihak Dinas Pendidikan setempat. Hasilnya, foto siswi SMK bercadar di dalam kelas saat mengikuti KBM itu benar tanpa rekayasa.
Para siswi di dalam foto viral itu merupakan siswi SMK Attholibiyah Bumijawa Kabupaten Tegal. Mereka setiap hari mengenakan cadar saat mengikuti KBM di sekolahnya yang berlokasi di lereng Gunung Slamet.
Kepala Sekolah SMK Attholibiyah, Kustanto Widyamoko mengatakan para siswi yang memakai cadar itu merupakan santri dari pondok pesantren yang memang diwajibkan oleh pengurus pondok untuk memakai cadar sewaktu beraktivitas sehari-hari saat sekolah.
Bayi Meninggal Usai Ditolak Puskesmas
Telapak tangan kanan Emiti, perempuan 32 tahun, terus mengusap kedua matanya. Ia tak mampu menahan kesedihan yang mendalam saat berada di makam anak kelimanya, almarhumah Icha Selfia, bayi berusia 7 bulan.
Bayi mungil warga Desa Sidamulya, Kecamatan Wanasari, Brebes, Jawa Tengah itu, meninggal dunia, pada Minggu, 10 Desember 2017.
Ironisnya, bayi mungil itu nyawanya tak tertolong karena tidak mendapatkan penanganan medis dari puskesmas setempat. Sang bayi ditolak dengan alasan kelengkapan administrasi.
Emiti mengatakan, anak terakhirnya itu mulai merasakan sakit sejak Jumat malam, 8 Desember 2017. Icha mengalami gejala muntah dan berak (muntaber) secara terus-menerus.
Keesokan harinya, sekitar pukul 10.00 WIB, dia jalan kaki membawa anaknya ke puskesmas yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari rumahnya. Tapi bukannya mendapat penanganan, sampai puskesmas dia malah ditelantarkan.
Alasan penolakan saat itu, menurut Emiti, dia tidak membawa Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas nama anaknya yang meninggal dunia tersebut. Dia hanya membawa kartu jaminan kesehatan miliknya sendiri.
Merasa tak akan mendapat penanganan, dia pun akhirnya pulang. Emiti sempat mampir ke bidan di dekat rumahnya, tapi yang bersangkutan sedang tidak ada.
Keesokan harinya, Minggu, 10 Desember 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, Icha meninggal dunia. Nyawa bayi malang itu, tak bisa diselamatkan karena lambatnya penanganan.
Advertisement