Liputan6.com, Washington, DC - Seorang penulis Amerika Serikat, Gordon Chang, baru-baru meramalkan bahwa Perang Dunia III mungkin akan pecah. Tak tanggung-tanggung, pertempuran skala global itu diprediksi akan meletus dalam 9 bulan mendatang.
Ramalan Perang Dunia III ini berdasarkan bahwa fakta Korea Utara tak mungkin sukarela mengakhiri program nuklirnya. Dengan begitu, Donald Trump punya alasan untuk nekat menggunakan militernya untuk menyerang Korea Utara.
Baca Juga
Advertisement
"Semua itu bisa terjadi dalam 9 bulan mendatang," kata Chong seperti dikutip dari Express.co.uk pada Jumat (28/12/2017).
"Ada ketakutan di Washington bahwa AS terlalu lamban untuk mempreteli kekuatan Korea Utara, itulah mengapa kita kerap mendengar isu perang," lanjut penulis buku 'Nuclear Showdown: North Korea Takes On The World', tentang ramalannya tentang Perang Dunia III.
"Perlu saya tekankan, perbincangan soal isu perang bukan datang dari para analis, melainkan datang dari para pejabat senior di Gedung Putih," ucapnya lagi.
Chang juga menambahkan, "Untungnya, saat ini, Amerika Serikat tidak sedang bersiap menggunakan kekuatannya." Tapi pada titik tertentu, hal tersebut sangat mungkin terjadi.
"Presiden Trump mengatakan berkali-kali bahwa dia tidak akan membiarkan Korea Utara memiliki kemampuan untuk membunuh jutaan orang Amerika," ucap Chang.
"Nah, jika dia sebaik kata-katanya, Trump akan menggunakan kekuatan dalam sembilan bulan -- atau setahun dari sekarang jika dia tidak bisa melucuti senjata Korea Utara sebelum itu," ujar Chang tentang prediksi Perang Dunia III -nya.
Opsi Paling Akhir
Namun, sejumlah analis mengatakan, perang sejatinya adalah pilihan paling terakhir.
Profesor dan mantan penulis pidato Patrick Greenfield mengatakan, AS harus menghabiskan semua opsi diplomatik sebelum memicu perang terhadap Korea Utara.
Muncul di Fox News, Granfield mengatakan: "Saya pikir jika ingin diplomasi berjalan lancar, kita perlu memiliki peta kekuatan lawan yang kredibel."
"Meskipun tengah berada di musim harapan, sukacita dan kedamaian, saya pikir kita perlu untuk berpikir secara serius -- pikirkan dengan keras tentang kemungkinan konfrontasi militer, tentang provokasi apa yang akan dilakukan Korea Utara di tahun 2018," ucapnya.
Hal itu bukan mudah diprediksi. "Sejak Korea Utara mendapatkan kemampuan nuklirnya pada tahun 2006, pada masa Pemerintahan Bush, tak ada kejelasan tentang pilihan dan apa yang harus kita lakukan."
Sebelumnya, untuk menghentikan ambisib nuklir Korut, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Pyongyang.
Resolusi DK PNN tersebut berusaha untuk melarang hampir 90 persen ekspor produk minyak sulingan ke Korea Utara.
Advertisement
Seandainya AS Menyerang Korea Utara...
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bulan lalu menggambarkan Amerika dan Korea Utara laksana dua kereta api yang meluncur semakin cepat dan siap untuk bertabrakan, namun hingga hari ini, Kamis 26 April 2017 tak ada petunjuk AS hendak menyerang Korut.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menegaskan, ia tidak lagi menuruti kebijakan pendahulunya melakukan "kesabaran strategis" terhadap Korea Utara.
Sikap itu menunjukkan pemerintahannya siap mempertimbangkan kemungkinan tindakan militer untuk mencegah Korut mengembangkan peluru kendali antar benua, dengan hulu ledak nuklir yang dapat mencapai daratan Amerika.
Di tengah konfrontasi antara Amerika dengan Korut ini, tidak jelas apakah China akan menanggapinya dengan kekuatan jika Amerika melancarkan tindakan militer terhadap rezim Kim Jong-un yang tertutup itu.
Ralp Cossa, Presiden Pacific Forum CSIS di Honolulu mengatakan bahwa ia ragu China akan mengambil tindakan.
"China tidak akan mau berperang membela sahabat yang tidak tahu berterima kasih," kata Cossa seperti dikutip dari VOA News, April 2017 lalu.
"Hal itu mengingat bahwa Korea Utara telah menghina dan merongrong kepentingan nasional China dalam beberapa tahun belakangan," imbuhnya.
Tetapi beberapa pengamat mengatakan, asalkan serangan Amerika terhadap Korut sesuai dengan kepentingan China, Beijing dapat menerima tindakan Amerika itu.
Sementara di Washington DC, para anggota kedua majelis Kongres Amerika pada Kamis Rabu 26 April 2017 mendapat briefing luar biasa rahasia dari pemerintah.
Pada kesempatan itu mereka boleh bertanya pada tim Keamanan Nasional tentang "pilihan yang terbuka untuk menyingkirkan ancaman dari Korea Utara."
Seorang pejabat senior menggambarkan ancaman yang ditimbulkan oleh rezim Kim Jong-un yang brutal dan tidak dapat diramalkan sebagai "sangat gawat".
Sebanyak 100 senator hadir di auditorium Gedung Eksekutif yang berdampingan dengan Gedung Putih mendengarkan briefing yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Jim Mattis, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, direktur badan intelijen nasional Dan Coats dan ketua Gabungan Kepala Staf Jenderal Joseph Dunford.
Dunia masih harap-harap cemas, menanti apakah Donald Trump akan mewujudkan janjinya menyerang Korea Utara.