24 Penembakan di Papua Sepanjang 2017

Perjuangan politik kelompok separatis diprediksi masih berlanjut di Papua, dengan memanfaatkan lembaga internasional dan NGO asing.

oleh Katharina Janur diperbarui 29 Des 2017, 20:00 WIB
Lambert Pekikir (kedua dari kanan), salah satu pemimpin kelompok separatis yang pernah menguasai perbatasan Papua-Papua Nugini di Kabupaten Keerom. (Liputan6.com / Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Kepolisian Polda Papua memprediksi gerakan separatis di Papua pada 2018 masih terjadi. Gerakan untuk memisahkan diri dari NKRI juga dilakukan oleh kelompok separatis dengan kekerasan bersenjata, maupun perjuangan politik dengan memanfaatkan lembaga internasional dan NGO asing.

Kelompok separatis di Papua kerap memperjuangkan kemerdekaannya dengan mengangkat isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, implementasi otsus yang gagal mensejahterahkan masyarakat asli Papua, serta pelaksanaan Pepera yang dinilai tidak sesuai dengan New Yok Agreeament.

Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar di Mapolda Papua menyebutkan gerakan separatis akan terus membuat opini dan mempengaruhi masyarakat dan pemerintah negara lain, untuk mendukung perjuangan Papua merdeka.

Bahkan, sepanjang 2017, kepolisian setempat mencatat jumlah penembakan di Papua meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun ini, jumlah penembakan yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata berjumlah 24 kasus. Jumlahnya meningkat 9 kasus, dibandingkan pada 2016 yang terjadi sebanyak 15 kasus. Kekerasan

Kelompok bersenjata dilakukan paling banyak dilakukan di Kabupaten Puncak Jaya, Kepulauan Yapen, Lanny Jaya, dan Mimika.

"Akibat kejadian ini, enam orang meninggal dan dua orang meninggal dari kelompok yang diduga anggota kelompok bersenjata, serta sembilan orang luka-luka,” kata Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar, Kamis (28/12/2017).

Saksikan video pilihan berikut ini: 

https://www.vidio.com/watch/291107-segmen-1-penembakan-di-papua-hingga-pemakaman-anggota-brimob

Proses evakuasi ribuan warga di Tembagapura yang terisolir oleh kelompok bersenjata. (Liputan6.com / Katharina Janur / Polda Papua)

Operasi Satgas Terpadu Penganggulangan Kelompok Bersenjata

November 2017, penembakan sepanjang dua minggu terakhir juga terjadi di areal tambang PT Freeport Indonesia. Untuk menanggulangi hal ini, polisi melakukan Operasi Satgas Terpadu Penanggulangan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

“Sampai hari ini, operasi terus dilakukan. Aparat gabungan masih bertahan di Kampung Utikini, Kimbeli dan Banti yang sempat dikuasai oleh kelompok bersenjata. Penjagaan aparat dilakukan, agar masyarakat di kampung merasa aman,” Boy menambahkan.

Selama operasi satgas teradu itupun, kelompok bersenjata melakukan aksi penembakan yang mengganggu keamanan di areal Freeport sebanyak 11 kali. Penembakan dilakukan sepanjang mile 60 hingga mile 69. Polisi pun berduka dalam operasi tersebut, sebab satu anggota Brimob Polda Papua, Brgpol Firman gugur dalam kontak senjata dengan kelompok tersebut.

"Anggota kami juga kena tembak bersama 2 orang karyawan PT Freeport. Lalu, 4 mobil LWB kena tembakan dan 2 haul truk milik Freeport dibakar," jelasnya.

Operasi bersama TNI/Polri dalam penanggulangan KKB tak sia-sia. Tiga kampung yakni Banti, Uktiki dan Kimbeli yang dikuasai kelompok bersenjata akhirnya dapat direbut oleh aparat gabungan.

Sesaat setelah dikuasai oleh personil TNI/Polri, 3000-an masyarakat lokal dan pendatang yang bermukim di kampung tersebut akhirnya dievakuasi ke Kota Timika.

'Hampir sebagian besar masyarakat pendatang di kampung itu berprofesi sebagai pedagang dan pendulang di kampung tersebut,' kata Boy.

Penjagaan polisi di Papua dalam aktifitas anti huru hara. (Liputan6.com / Katharina Janur)

Kasus Menonjol 2017

Keterlibatan kelompok bersenjata juga terjadi pada pilkada 2017. Keterlibatan kelompok bersenjata dengan salah satu pasangan calon, nyata terjadi pada pelaksaan pilkada di Puncak Jaya.

"Kelompok bersenjata masih menjadi ancaman bagi terselenggaranya demokrasi Pilkada 2018 dan antisipasinya akan dilakukan dengan peningkatan kegiatan kepolisian," ujar Boy.

Pilkada serentak 2018 akan diikuti tujuh kabupaten dan satu pemilihan Gubernur Papua. Polisi memprediksi potensi gangguan yang akan terjadi pada pilkada serentak 2018 adalah keberpihakan penyelenggara pilkada terhadap pasangan calon petahana; hubungan kekerabatan pasangan calon dengan kelompok bersenjata; intervensi elit politik dan birokrat; masih akan terjadi perang suku atau perang antar kelompok.

"Penyebaran ujaran kebencian dan hoax dalam pilkada di Papua juga terjadi. Namun angkanya kecil dibandingkan dengan kejadian di kota lain di Indonesia. Walau begitu, mulai saat ini kami memberikan edukasi kepada semua pihak untuk santun beretika dalam menggunakan medsos,"kata Boy.

Sementara itu, dalam refleksi akhir tahun 2017, Polda Papua juga merilis 5 kasus tertinggi di tanah Papua, yakni pencurian kendaraan bermotor yang meningkat 17,6 persen dari tahun sebelumnya dengan jumlah 1.776 kasus pada 2016 dan meningkat 2.088 kasus pada 2017. Lalu, pencurian berat meningkat 5,4 persen dengan 663 kasus dari sebelumnya hanya 629 kasus.

Kejadian berikutnya adalah penganiayaan dengan pemberatan dengan penurunan kasus 46 persen dari angka sebelumnya 742 kasus, menurun di angka 405 kasus pada tahun ini.

Tapi, kasus pencurian dengan kekerasan meningkat 4,9 persen dari 386 kasus, meningkat di tahun ini menjadi 405 kasus dan kasus terakhir yang menurun adalah pengeroyokan dengan jumlah 11,7 persen dari total 480 kasus pada tahun sebelumnya, menjadi 424 kasus.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya