Jelang Pilkada Serentak, Kapolri akan Bentuk Satgas Money Politic

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berencana membentuk Satgas Money Politic.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 29 Des 2017, 13:26 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengepalkan tangan di atas pesawat Sukhoi sebelum lepas landas di landasan pacu Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (20/12). (Liputan6.com/Pool/Agus)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berencana membentuk Satgas Money Politic. Hal ini guna mencegah potensi permainan politik uang pada Pilkada Serentak 2018.

Tito mengaku, wacana ini sudah dikomunikasikan dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Nantinya, tim tersebut diisi oleh anggota Polri dan KPK.

"Saya sudah sampaikan ke Ketua KPK, kita buat saja bersama. Satgas Money Politic untuk pilkada," kata Tito dalam acara Laporan Akhir Tahun Kinerja Polri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/12/2017).

Menurut dia, Satgas itu akan dipimpin oleh Kabareskrim Polri. Kemudian, sambung dia, Satgas Money Politic mulai bekerja pada Januari 2018.

"Setelah itu mulai Januari kita bergerak sama-sama. KPK dan Polri punya kemampuan," ucap mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Tito menegaskan Satgas Money Politic ini dibutuhkan karena masih banyak kasus politik uang pada pelaksanaan pilkada. Hal ini menurutnya diakibatkan oleh biaya yang tinggi untuk menjadi seorang kepala daerah.


Prediksi Pengamat

Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai, politik identitas akan menjadi tantangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam memenangi pertarungan Pilpres 2019. Menurut dia, masalah itu menjadi penyebab elektabilitas Jokowi yang dianggap sejumlah lembaga survei belum aman.

"Ini satu tantangan kepada Pak Jokowi dan koalisinya jelang Pilpres 2019 bagaimana mempercepat progres elektabilitas yang trennya naik lambat," papar Ray dalam diskusi Politik di D'Hotel Jakarta, Selasa (26/12/2017).

Dia menambahkan, politik identitas tersebut adalah penggunaan isu SARA di media sosial. Seperti Jokowi dikaitkan dengan darah komunis dan pola pembangunan pemerintah yang dianggap mirip dengan negara komunis Tiongkok.

"Itu lah kenapa elektabilitasnya lambat sekali. Daya rekat (isu komunis) kuat, daya menjatuhkan juga," jelas Ray.

 


Lebih Efektif

Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Dia berpendapat, politik identitas yang membawa SARA agaknya lebih efektif di era kekinian. Ketimbang politik uang yang efeknya hanya jangka pendek.

"Karenanya politik SARA lebih berbahaya dari politk uang. Karena efeknya panjang," tegas Ray.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya