Meski Dianggap Obesitas, Trump Tak Berhenti Makan Junk Food

Nyaris setahun menghuni Gedung Putih, Trump belum menunjukkan tanda-tanda berhenti mengonsumsi junk food, padahal dokter bilang dia obesitas

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 29 Des 2017, 15:34 WIB
Presiden AS Donald Trump tersenyum saat berbicara di telepon pada malam natal di Palm Beach, AS (24/12). Donald Trump dan istrinya sibuk berbicara di telepon dengan anak-anak saat mengiktui NORAD Tracks Santa. (AFP Photo/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington, DC - Saat pemeriksaan kesehatan ketika masih menjadi calon presiden AS, dokter sudah mewanti-wanti bahwa Donald Trump kelebihan berat badan. Nyaris setahun menghuni Gedung Putih, Trump belum menunjukkan tanda-tanda berhenti mengonsumsi junk food kesukaannya, seperti burger dan minuman soda.

Dikutip dari Newsweek pada Jumat (29/12/2017), Gedung Putih mengumumkan bahwa Trump akan kembali melakukan pengecekan kesehatan. Juru bicara kepresidenan Sarah Huckabee Sanders mengatakan, Presiden akan diperiksa di Walter Reed National Military Medical Center di Bethesda, Maryland.

Dokter Gedung Putih, Rear Admiral Ronny Jackson, M.D, akan jadi orang yang mengecek kesehatan Trump. Jackson juga pernah melakukan pemeriksaan serupa pada presiden sebelumnya, Barack Obama.

Namun, presiden kali ini mungkin tak suka mendengar apa yang dikatakan dokter setelah dia mengecek timbangannya.

Saat sebagai kandidat dalam pilpres AS 2016, Donald Trump merilis sepucuk surat dari dokter pribadinya, Dr Harold Bornstein, yang mengungkapkan bahwa eks bintang reality TV itu memiliki berat sekitar 107 kg. Itu berarti indeks massa tubuh (BMI) Trump berkisar di angka 29,5, bukti bahwa dirinya kelebihan berat badan alias obesitas.

Tim kampanye Trump mengatakan bahwa surat tersebut mengungkapkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh Bornstein pada September 2016.

Meski dikatakan nyaris obesitas, dokter Bornstein dalam kesimpulannya menyebutkan, "Jika terpilih, Trump, saya dapat menyatakan dengan tegas, akan menjadi individu paling sehat yang pernah terpilih menjadi presiden."

Meski di ambang obesitas, kebiasaan makan presiden dijadikan lelucon nasional sejak pemilihan 2016. Trump pernah memasang foto di Twitternya sambil bersiap mengunyah satu ember ayam goreng Kentucky Fried Chicken.

Trump juga dikabarkan minum sekitar selusin Diet Coke setiap hari dan suka makan steak yang dimasak hingga well done (sangat matang) dengan saus di sampingnya.

Mantan manajer kampanye Corey Lewandowski mengungkapkan dalam bukunya baru-baru ini bahwa Donald Trump memilih untuk memesan dua Mac Big Mac, dua sandwich Filet-o-Fish, dan susu kocok cokelat dari McDonalds saat kampanye.

"Yah, dia tidak pernah makan roti, yang merupakan bagian penting," kata Lewandowski kepada jurnalis CNN Alisyn Camerota.

"Dia sibuk berkampanye, kami tidak sempat duduk untuk makan."

Bahkan tanpa roti, makanannya mengandung sekitar 1.880 kalori dan satu ton gula.

Di luar cara makan presiden, para kritikus mengajukan pertanyaan lain tentang kesehatan mental dan fisiknya karena Trump, 71, adalah pria tertua sebagai presiden AS pada tahun pertamanya.

Baru-baru ini, dia tampak tak sehat saat mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada awal bulan ini.

"Tenggorokan Presiden tengah kering, tidak lebih dari itu," kata Sanders mengungkapkan kondisi Donald Trump kala itu. 


Sebut Yerusalem Jadi Jeroozhum, Ada Apa dengan Donald Trump?

Presiden AS Donald Trump menunjukkan dokumen pengumuman Yerusalem sebagai ibukota Israel yang telah ditandatangani di Ruang Penerimaan Diplomatik Gedung Putih, Washington, Rabu (6/12). (AP Photo / Evan Vucci)

Pada Rabu, 6 Desember 2017, Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sang miliarder nyentrik berdalih, keputusannya itu demi menciptakan perdamaian di Timur Tengah, meski banyak orang yang meragukannya.

Sejumlah pemimpin dunia bahkan mengkhawatirkan, langkah AS justru akan memicu konflik.

Tak hanya isi pidato Donald Trump soal Yerusalem yang jadi perhatian. Sejumlah orang justru mempermasalahkan cara pengucapan orang nomor satu di Amerika Serikat itu. Ia dinilai belibet.

Dikutip dari Newsweek pada 7 Desember lalu, keanehan ditengarai muncul pada akhir pidato.

Donald Trump dinilai terlihat kesulitan mengucapkan kata "God bless the United States" yang dia lafalkan menjadi "God bless the United Shtesh".

Sementara, acara The Daily Show menyoroti lafal Donald Trump saat mengucapkan Jerusalem (Yerusalem) yang terdengar seperti Jeroozhum.

"Presiden Amerika Serikat mengakui Jeroozhum (sebagai ibu kota Israel)," demikian tulis pengguna Twitter dengan tagar #DentureDonald, seperti dikutip dari Washington Examiner.

Spekulasi pun bermunculan. Ada yang menduga, kondisi kesehatan Donald Trump sedang tak prima alias sakit.

Lainnya menduga, deretan rapi gigi suami Melania itu tak lagi asli alias pakai gigi palsu dan saat pidato hampir berakhir, gigi palsu itu copot.

"Gigi-gigi itu tidak senang ketika dipaksa untuk mengucapkan Yerusalem dari mulut Donald Trump," tulis salah satu pengguna media sosial.

Lainnya beranggapan, gigi Trump "bergabung" dalam perlawanan untuk memprotes keputusan memindahkan Kedutaan AS ke Yerusalem.

Kicauan lain meledek dengan mengatakan, "Menunggu pernyataan dari dokter gigi pribadi Trump, yang mengatakan dia memiliki gigi asli terindah yang pernah dimiliki seorang presiden."

Ini bukan pertama kalinya gigi sang Presiden jadi perhatian. Sebuah artikel dari blog Atlanta Center for Cosmetic Dentistry pada Februari 2017 menyebutkan, memiliki gigi putih bersih dapat membantu seorang presiden saat tampil di hadapan publik.

Namun, deretan gigi Donald Trump diragukan keasliannya. Bisa jadi gigi-giginya sudah diganti porselen.

"Senyum super cerah Donald Trump (kemungkinan besar) bukan hasil dari pemutihan gigi. Sebab, gigi Trump terlalu putih dan karenanya terlihat palsu."

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya