OJK Rilis Aturan Surat Utang Daerah untuk Biayai Infrastruktur

OJK menerbitkan peraturan obligasi daerah, green bond, dan pelayanan secara elektronik untuk percepatan perizinan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 29 Des 2017, 16:30 WIB
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan pembahasan enam langkah sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan beberapa ketentuan di bidang pasar modal. Beberapa ketentuan tersebut yakni Peraturan OJK (POJK) terkait obligasi daerah, green bond atau obligasi ramah lingkungan, dan registrasi elektronik (e-registration).

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, obligasi daerah bisa menjadi alternatif pembiayaan untuk pembangunan daerah. Terlebih, anggaran dari pemerintah daerah relatif terbatas.

"Hari ini mimpi itu kenyataan, bahwa obligasi daerah peraturannya dikeluarkan," kata Wimboh di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (29/12/2017).

Sementara meluncurnya peraturan terkait green bond merupakan komitmen Indonesia terhadap pembangunan berwawasan lingkungan. Sebab itu, lanjut Wimboh, OJK perlu memfasilitasi hal tersebut.

"Green bond bisa memfasilitasi pembangunan yang ada persyaratan ramah lingkungan," dia berujar.

Selain itu, Wimboh melanjutkan, e-registration merupakan upaya OJK untuk mempercepat perizinan. "Kita tidak lagi manual, tapi digital sehingga servisnya lebih cepat, lebih bagus," ungkapnya.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan, untuk mendorong kemajuan di daerah tak cukup hanya mengandalkan penerimaan dari daerah maupun anggaran pemerintah pusat. Sebab itu, perlu alternatif pembiayaan untuk pembangunan.

"Dengan launching peraturan, perbaikan, penyempurnaan oleh OJK tentang obligasi daerah, green bond, mudah-mudahan bisa berhasil dan pecah telur," tutup dia.

Tonton Video Pilihan Ini


OJK Terbitkan Aturan buat Pengusaha Terimbas Letusan Gunung Agung

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan kebijakan relaksasi bidang keuangan dan perbankan, khususnya di wilayah Bali yang terkena dampak letusan Gunung Agung. Kebijakan ini dikeluarkan untuk merespons banyaknya debitor yang kesulitan membayar atau melunasi pinjaman.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, saat ini OJK sedang mengidentifikasi kebutuhan perumusan kebijakan terkait dampak meningkatnya aktivitas Gunung Agung untuk penanganan debitur dan perbankan.

Wimboh menambahkan, OJK sudah memiliki aturan untuk menyikapi dampak atas kondisi daerah yang terkena bencana alam, termasuk di kawasan sekitar Gunung Agung, Bali. Pengurus Himpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menunjukkan data adanya penurunan okupansi hotel sekitar 20 persen.

“OJK mengantisipasi dampak lanjutan karena banyak debitur yang tidak bisa kembali berusaha karena adanya travel warning yang membuat kedatangan wisatawan berkurang,” kata Wimboh dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (26/12/2017).

Wimboh lebih jauh menjelaskan, perbankan di Bali, seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, Bank Mantap, dan Perbarindo melaporkan bahwa kondisi kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) masih terjaga dalam tiga bulan ini.

Namun, terhadap debitur yang terdampak langsung beberapa bank telah melakukan restrukturisasi baik yang diatur dalam aturan internal bank maupun aturan OJK.

“OJK mengantisipasi hal ini dengan kebijakan yang terukur menjaga ekonomi Bali agar kondusif, terutama karena ketergantungan dari sektor pariwisata,” ujar Wimboh.

Sementara itu, Wakil Gubernur Provinsi Bali I Ketut Sudikerta mengungkapkan, pemerintah daerah terus berupaya mengikis persepsi negatif di media sosial bahwa seluruh Bali terkena dampak letusan Gunung Agung. Hal ini pun dilakukan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkunjung ke Bali baru-baru ini.

Setelah kunjungan Jokowi, Sudikerta mengklaim telah terjadi peningkatan okupansi hotel pada liburan Natal dan akhir tahun ini.

"Kondisi ini menghidupkan ekonomi masyarakat Bali. Perhotelan, restoran, penyewaan mobil, tour guide, pedagang asongan, dan suvenir merasakan kembali denyut kehidupan setelah penutupan bandara Ngurah Rai beberapa waktu lalu," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya