Catatan Akhir Tahun 2017: Beda Pilihan, Utamakan Persatuan

Politik Indonesia tahun 2017 riuh dan panas seiring dengan berlangsungnya Pilkada DKI Jakarta.

oleh Muhammad Ali diperbarui 31 Des 2017, 22:18 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Politik Indonesia tahun 2017 riuh dan panas. Ini tercermin dari wilayah yang dianggap miniatur Indonesia yaitu Jakarta.

Sejak akhir 2016, di Jakarta berlangsung tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Warga harus memilih salah satu dari tiga pasangan calon gubernur dan wakilnya untuk memimpin Ibu Kota selama lima tahun mendatang.

Pasangan Agus-Sylvi mendapatkan nomor urut satu, disusul Ahok-Djarot nomor urut dua dan Anies-Sandi nomor urut tiga. Kampanye antara Oktober 2016 hingga Januari 2017 berlangsung meriah dan lebih panas di kancah dunia sosial.

Polarisasi pun tak terhindarkan. Warga Jakarta seakan terbelah ke dalam kubu-kubu pendukung setiap calonnya.

Debat kandidat Pilkada digelar tiga kali. Momen dinantikan warga yang ingin menyaksikan jagoannya beradu visi dan program. Selain itu, debat juga menjadi penarik simpati calon pemilih yang masih ragu menentukan pilihan

Pada 15 Januari 2017, tibalah saatnya hari pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Hasilnya, pasangan Agus-Sylvi meraih 17,06 persen suara, Ahok-Djarot 42, 99 persen, dan Anies-Sandi 39,95 persen.

Sesuai aturan untuk Jakarta, jika tidak ada pasangan yang meraih 50 persen plus satu suara, Pilkada pun berlanjut dua putaran. Agus-Sylvi tersingkir. Persaingan mengerucut kepada Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.

Suhu politik makin memanas seiring proses kampanye dan debat kandidat. Begitu pun warga Jakarta telah dewasa sehingga mampu menjaga ketertiban dan keamanan.

Puncaknya 19 April 2017 warga menentukan pilihan antara Ahok-Djarot yang diusung koalisi PDI P dengan sejumlah partai dan pasangan Anies-Sandi yang diusung Gerindra dan PKS.

Jelang sore hari itu, sejumlah lembaga hitung cepat mengumumkan keunggulan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno atas pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat. Hasil rekapitulasi suara KPUD DKI Jakarta pun menegaskan kemenangan Anies-Sandi dengan 57,96 persen suara, sedangkan Ahok-Djarot 42,04 persen suara.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno melaju ke Balai Kota Jakarta menjadi gubernur dan wakil gubernur ke-19 untuk periode 2017-2022. Pelantikan oleh Presiden Jokowi berlangsung di Istana Negara pada 16 Oktober 2017.

Sore harinya, Anies Baswedan menyampaikan pidato politik pertamanya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Pidatonya mengungkap sejarah perjuangan warga Jakarta yang kemudian menuai pro kontra pada penggunaan kata 'pribumi'.

 


Ahok Tersandung Kasus Penistaan Agama

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tidak dapat dipisahkan dari nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pada 2017 menjadi tahun terakhir Ahok sebagai gubernur. Ahok tidak dapat mempertahankan posisinya karena kalah dalam perolehan suara pada Pilkada DKI putaran kedua.

Kasus hukum dugaan penistaan agama menyertai perjalanan Ahok berkompetisi di ajang Pilkada DKI. Kasus yang menyita publik Indonesia ini berawal pada 26 September 2016. Kunjungan kerja Ahok ke Kepulauan Seribu menuai kegaduhan karena kalimat yang dilontarkannya dianggap telah menistakan agama.

Rangkaian unjuk rasa yang berlanjut dengan laporan beberapa pihak ke kepolisian menuntut aparat segera memproses dugaan penistaan agama.

Ahok akhirnya ditetapkan menjadi tersangka. Publik pun terbelah. Sebagian menilai kasus ini dipolitisasi untuk menjegal Ahok di Pilkada DKI. Namun banyak pula yang berpendapat Ahok telah melakukan penistaan agama.

Sidang perdana kasus dugaan penistaan agama digelar pada 13 Desember 2016. Dalam nota pembelaannya Ahok membantah telah menistakan agama.

Di tengah rangkaian kegiatan Pilkada Jakarta, sidang kasus Ahok terus berlanjut. Walau berlangsung tertutup, di luar ruang sidang, massa yang pro dan kontra selalu hadir menyuarakan aspirasi.

Sesudah rangkaian sidang selama lima bulan, majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis. Pada 9 Mei 2017 atau sekitar 20 hari sesudah kekalahannya di Pilkada DKI, Ahok dinyatakan bersalah dan dihukum dua tahun penjara.

Istri Ahok, Veronica Tan, 13 hari kemudian membatalkan pengajuan banding atas vonis hakim. Ahok berharap pembatalan ini bisa menenangkan suasana di tengah masyarakat yang terbelah akibat kasus penistaan agama.

Di tengah gelombang simpati para pendukungnya, Ahok pun harus menjalani hari-harinya di penjara. Awalnya, Ahok ditahan di LP Cipinang, kemudian dipindahkan ke Mako Brimob. Gelombang simpatisan serta pendukung Ahok berdatangan ke Mako Brimob untuk memberikan simpati.


Tahun-Tahun Politik

Tahun 2017 yang segera berlalu tak bisa dilepaskan dengan perhelatan politik yang lebih besar di tahun 2018 dan 2019. Sebab, pada pertengahan 2018 akan berlangsung Pilkada Serentak dan Pemilu di 2019.

Sejak akhir September 2017, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran partai politik yang akan berlaga di Pemilu 2019. Sebanyak 27 partai politik (parpol) mendaftar di KPU dari 73 parpol yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Jika dibandingakan dengan Pemilu 2014, jumlah parpol yang mendaftar ke KPU berkurang. Saat itu tercatat 34 parpol yang mendaftar ke KPU dan hanya 10 partai yang lolos menjadi peserta Pemilu 2014.

Tahun 2017, setelah memverifikasi administrasi partai pendaftar, KPU meloloskan 12 parpol ke tahapan selanjutnya yaitu verifikasi faktual yang ditargetkan tuntas pada Januari 2018.

Sementara itu, hingar bingar menuju Pilkada Serentak 27 Juni 2018 juga telah dimulai. Sebanyak 171 daerah akan memilih kepada daerahnya. Terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.

Persaingan pada Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dipastikan akan berlangsung sengit. Hal ini mengingat tiga wilayah ini menjadi lumbung suara untuk Pilples 2019 mendatang.

Saat ini, sejumlah parpol bahkan sudah mendeklarasikan dukungannya pada calon yang diusung. Untuk Jawa Timur, PDIP dan PKB berkoalisi mengusung pasangan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas (Gus Ipul-Anas). Sedangkan Partai Demokrat dan Golkar mengusung pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak.

Di Jawa Barat, sejumlah parpol masih bimbang. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil awalnya mendapat dukungan empat partai yaitu Nasdem, PPP, PKB, dan Golkar. Namun, belakangan Partai Golkar mencabut dukungan setelah pucuk pimpinan Partai Beringin ini beralih dari Setya Novanto ke Erlangga Hartarto dalam musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).

Munaslub Partai Golkar digelar setelah Setya Novanto menjadi terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor. Erlangga Hartarto meraih dukungan penuh dari 34 DPD Tingkat I, 514 DPD Tingkat II, dan 10 ormas underbow Partai Golkar.

Kini, tahun 2017 akan berakhir. Alih-alih mereda, suhu politik diprediksi bakal meningkat sepanjang dua tahun mendatang. Tentunya, setelah 20 tahun menikmati era reformasi, kita warga Indonesia mestinya makin matang dan dewasa dalam kehidupan demokrasi. Pilihan boleh berbeda, tapi tetap utamakan persatuan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya