Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberikan catatan terhadap kinerja pemerintah sepanjang 2017. salah satu yang mendapat sorotan dari para buruh adalah merebaknya tenaga kerja asing tanpa ketrampilan yang menyerbu Indonesia.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, catatan pertama yang menjadi rapor negatif negatif pemerintah adalah turunnya daya beli buruh di tahun 2017. Said menilai, hal itu imbas kebijakan upah melalui PP 78 Tahun 2015.
"Turunnya daya beli merupakan catatan pertama kaum buruh tahun 2017," kata dia dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (1/1/2018).
Catatan kedua para buruh adalah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana. Menurut data KSPI, hingga pertengahan 2017 sudah lebih dari 50 ribu orang pekerja di-PHK.
Baca Juga
Advertisement
"PHK terjadi di industri ritel, seperti penutupan 7-Eleven. KSPI juga memprediksi PHK akan terjadi Hypermart, Ramayana, Hero, Giant, Tiptop, dan beberapa industri yang lainnya dengan cara menutup beberapa gerai di satu daerah tapi dipindahkan ke daerah lain hanya dibentuk satu gerai," ungkapnya.
Dia menyebut, sektor lain seperti pertambangan dan perminyakan serta farmasi juga melaporkan adanya PHK besar-besaran. "Kasus yang mencuat adalah PHK yang terjadi di PT Freeport Indonesia dan PT Smelting," sambungnya.
Said menjelaskan, gelombang PHK terjadi sejak tahun 2015. Gelombang pertama ini menimpa buruh sektor tekstil dan garmen. Gelombang kedua terjadi pada kurun waktu Januari hingga April 2016 yang terjadi pada industri elektronik dan otomotif.
"Pengurangan karyawan di industri otomotif terjadi pada industri sepeda motor dan roda empat serta turunannya, seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, PT Hino, PT AWP, PT Aishin,PT Mushashi, PT Sunstar," ungkapnya.
Catatan ketiga para buruh, lanjut Said ialah merebaknya tenaga kerja asing (TKA) unskill.
"Akibatnya para pekerja Indonesia seperti tersisihkan. Lapangan pekerjaan yang semestinya bisa menyerap tenaga kerja, tidak terjadi. Tentu saja, hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kaum buruh Indonesia," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Masuk Logika
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa isu serbuan pekerja asing terutama dari China ke Indonesia tak masuk logika. Salah satu alasan yang membuat isu tersebut tak bisa diterima logika karena gaji para pekerja asing di daerah asal sudah tentu lebih besar jika dibanding dengan gaji di Indonesia.
Jokowi mengatakan, memang ada beberapa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Namun status para pekerja tersebut hanya sementara saja di Indonesia. Para pekerja asing tersebut ke Indonesia untuk membagi ilmu (knowledge transfer).
Para pekerja tersebut datang untuk menggarap tahap awal sebuah proyek. Hal tersebut dilakukan karena belum ada sumber daya manusia lokal yang menguasai teknologi dan pengetahuan.
Jadi kedatangan tenaga kerja asing bisa dimanfaatkan untuk transfer ilmu. Setelah semua selesai maka tenaga kerja asing tersebut kembali lagi ke negara asalnya.
Tenaga kerja asing tersebut juga tidak ingin berlama-lama di Indonesia, karena lebih baik di negaranya sendiri dekat dengan keluarga. Selain itu, gaji di negara asal juga jauh lebih besar dibanding di Indonesia.
"Memang mereka juga senang kok kerja di negaranya sendiri, jangan dipikir kerja di sini mereka senang, tidak lebih baik di negara mereka sendiri, dekat dengan keluarga gajinya lebih besar dari negata kita," ungkapnya.
Menurut Jokowi, kabar serbuan pekerja China tidak masuk logika, karena gaji di Indonesia masih jauh lebih rendah yaitu Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta, sedangkan di Tiongkok lebih dari Rp 5 juta.
Advertisement