Liputan6.com, Semarang - Membuka tahun 2018, puncak Gunung Sumbing diselimuti awan berbentuk topi. Awan ini hingga bersusun tiga dan bisa dilihat dari banyak tempat. Fenomena ini menjadi viral di media sosial.
Awalnya foto ini diunggah oleh akun Facebook Amah dan Supar di grup Info 4 Kota (Muntilan, Magelang, Borobudur, DIY). Foto yang diunggah tanggal 1 Januari 2018 pukul 06.05 ini baru beberapa menit langsung panen komentar dan mendapat banyak tanggapan.
Baca Juga
Advertisement
Mayoritas warganet mengungkapkan kekagumannya. Atas posting-an itu, warganet kemudian saling melengkapi foto-foto dari tempat mereka berada. Anehnya, mereka yang berada dekat gunung Sumbing itu, justru fotonya terlihat biasa.
Banyak juga warganet yang berharap fenomena itu sebagai pertanda baik.
"Mudah-mudahan itu pertanda baik," tulis akun Putri Rahmawati.
"Kuwi pertanda sing manggon sekitar gunung uripe adem ayem. (Itu pertanda masyarakat di sekitar gunung hidupnya akan tenang dan tenteram)," tulis akun Rianto Aji.
Di kalangan pendaki gunung, awan berbentuk topi atau mirip jamur ini dikenal dengan nama awan lenticular. Orang Jawa menyebutnya caping gunung, karena awan lenticularis puncak gunung biasanya berbentuk topi khas petani Jawa yang disebut caping.
Menurut Septima dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Semarang, Lenticular Clouds (Altocumulus lenticularis atau Lenticularis stand altocumulus) merupakan sejenis awan yang unik dan biasanya terbentuk di sekitar bukit-bukit dan gunung-gunung akibat pergerakan udara di kawasan pegunungan. Awan ini dinamakan lenticularis yang artinya “berbentuk lensa”, dan biasanya cukup disebut sebagai awan ”lennies”.
"Awan aneh atau sebenarnya lenticular dapat dibedakan menjadi Altocumulus Standing Lenticularis (ACSL) yang terjadi di dataran rendah, Stratocumulus Standing Lenticularis (SCSL) pada ketinggian tingkat menengah, dan Cirrocumulus Standing Lenticularis (CCSL) pada ketinggian yang lebih tinggi dari atmosfer," kata Septima kepada Liputan6.com, Selasa (2/1/2018).
Penyebab Gunung Bertopi
Menilik ketinggian Gunung Sumbing yang mencapai 3320 m dpl, maka kemungkinan besar awan ini tergolong jenis SCSL. Awan lenticular mampu bertahan pada posisinya selama berjam-jam, bahkan berhari-hari.
Daya tahan awan lenticular pada posisinya itu disebabkan aliran udara lembab terus menyuplai ke dalam awan ini sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan dalam pembentukannya. Proses terbentuknya Lenticular Clouds, yaitu terjadi akibat arus udara yang lembab terdorong ke atas dan melintas melalui puncak gunung atau bukit yang menyebabkan kelembaban, sehingga mengembun dan akhirnya membentuk awan ini.
Saat awan lenticular ini terjadi di Gunung Sumbing, pendaki yang merayakan tahun baru di puncak Sumbing mengaku hanya melihat kabut saja. Selain itu, angin juga berembus lebih kencang dari biasanya.
Nur Yahya, salah satu pendaki, mengaku bahwa di puncak Gunung Sumbing, kabut cukup pekat. Kabut tebal itu selain menyebabkan jarak pandang yang pendek, juga udara jadi dingin.
Atas hal ini, Septima menjelaskan bahwa hal itu disebabkan udara lembab stabil naik ke atas gunung. Setelah sampai diatas, maka terjadilah kondensasi.
"Ketika udara lembab bergerak ke area sekumpulan awan itu (palung) awan menguap kembali menjadi uap. Kira-kira seperti itu mudahnya," kata Septima.
Awan ini tergolong awan yang penampakannya sangat langka karena mereka memerlukan gunung atau bukit dengan ketinggian yang cukup serta kondisi meteorologi yang tepat. Awan lenticular umumnya berada pada ketinggian 8.000 hingga 20.000 kaki (2.438 - 6.096 meter).
Advertisement