Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kenaikan harga minyak membawa manfaat baik. Lantaran keuntungan negara yang didapat masih lebih besar, dibanding subsidi yang dikeluaran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sri Mulyani mengatakan, jika harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang terpengaruh oleh harga minyak dunia naik, akan menguntungkan Indonesia.
"Jadi nanti mekanismenya kalau dilihat postur APBN 2018 setiap kenaikan ICP menguntungkan bagi kita," kata Sri Mulyani, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani menilai, meski kenaikan harga minyak akan memicu peningkatan subsidi BBM, tetapi uang yang didapat dari kenaikan harga minyak jauh lebih besar ketimbang yang dikeluarkan untuk menambah subsidi BBM. Jadi pemerintah tetap diuntungkan atas kenaikan harga minyak.
"Kenaikannya lebih besar dari subsidi, secara netto kenaikan ICP memberikan dampak positif," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani melanjutkan, selain dari kenaikan harga minyak, keuntungan lain yang didapat pemerintah berasal dari pelemahan rupiah terhadap dolar Ameria Serikat (AS). Lantaran harga minyak yang dijual menjadi jauh lebih mahal.
"Nilai tukar kalau makin lemah terdepresiasi. Itu penerimaan kita makin postif," ujar dia.
Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan tetap menjaga inflasi dan produksi minyak dan gas bumi (migas) siap jual (lifting), meski mendapat keuntungan dari kenaikan harga minyak.
"Sekarang kami mengelola APBN kurs bergerak, ICP bergerak, tetap menjaga lifting dan inflasi tetap kita perkirakan," tutur Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Minyak AS Sempat Sentuh di Atas US$ 60
Sebelumnya, harga minyak AS di tutup di atas US$ 60 per barel pada perdagangan terakhir di 2017. Untuk pertama kalinya sejsk 2015, harga minyak mampu berada di atas level tersebut. Pendorong penguatan harga minyak adalah permintaan yang kuat tak hanya di AS tetapi juga di dunia terutama dari China.
Mengutip Reuters, Sabtu 30 Desember 2017, harga minyak mentah berjangka AS atau West Texas Intermediate (WTI) berjangka ada di US$ 60,42 per barel, penutupan tertinggi sejak Juni 2015. Sedangkan harga minyak mentah Brent naik 45 sen menjadi US$ 66,62 per barel. Brent menembus US$ 67 per barel pada minggu ini untuk pertama kalinya sejak Mei 2015.
Harga minyak mentah AS mengalami kenaikan 12 persen sepanjang tahun ini. Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan dunia naik 17 persen. Sentimen pendorong positifnya kinerja minyak ini karena komitmen dari negara-negara anggota organisasi pengeskpor minyak OPEC dan beberapa negara lainnya untuk menahan produksi.
Dengan adanya kenaikan harga minyak yang cukup tinggi sepanjang tahun ini maka mampu mengurangi kekhawatiran yang selama ini terus menggelayuti pelaku pasar sejak 2014 lalu. Saat itu, harga minyak merosot tajam dari di atas US$ 100 per barel menjadi di kisaran US$ 60 per barel.
Sebenarnya di awal tahun ini harga minyak masih tertekan karena adanya tambahan pasokan dari Nigeria dan Libya. Tambahan produksi tersebut mengganggu aksi pemotongan produksi yang dilakukan oleh OPEC dan beberapa negara di luar OPEC seperti Rusia.
Tetapi reli terus terjadi sejak pertengahan tahun karena permintaan yang kuat dan kepatuhan dari negara OPEC dan lainnya untuk tetap menahan produksi sesuai dengan kesepakatan.
"Tren ini kemungkinan akan terus berlanjut pada 2018 dan persediaan akan minyak dunia akan terus menurun," jelas Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Lipow memperkirakan bahwa harga minyak mentah AS akan merayap hingga sekitar US$ 63 per barel pada akhir tahun depan. Sementara harga minyak Brent akan bertahan sekitar US$ 67 per barel karena ekspor minyak AS naik ke rekor tertinggi.
Advertisement