Liputan6.com, Tel Aviv - Israel mengumumkan kepada ribuan warga Afrika yang berada di negaranya untuk segera angkat kaki. Orang-orang Afrika ini merupakan imigran gelap yang masuk ke negeri zionis tanpa izin.
Para imigran tersebut diberi tenggang waktu selama tiga bulan untuk meninggalkan Israel. Apabila mereka mengindahkan seruan tersebut, maka pihak berwenang akan menjebloskan mereka ke dalam penjara pada bulan April.
Advertisement
Pemerintah Israel juga memberikan dana sebesar US$ 3.500 untuk memfasilitasi keseluruhan pemulangan imigran Afrika tersebut. Mereka akan diberi pilihan, kembali ke negara asal mereka atau pergi ke negara ketiga.
Juru bicara Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel mengatakan, ada sekitar 40.000 imigran Afrika yang tidak memiliki surat-surat sah di Israel. Kebanyakan berasal dari Eritrea dan Sudan. Otoritas melaporkan, sebanyak 1.420 imigran ilegal telah ditahan.
Sementara itu, para migran yang memiliki aplikasi pengungsi tetapi telah habis masa berlakunya, disarankan untuk datang ke kantor Kementerian Dalam Negeri guna memperbarui izin tinggal mereka. Meski demikian, mereka tetap diminta untuk meninggalkan Israel.
Rencana pendeportasian imigran gelap asal Afrika itu diungkapkan minggu ini dalam sebuah pernyataan oleh Menteri Dalam Negeri Israel, Arye Deri, dan Menteri Keamanan Publik, Gilad Erdan.
Mereka mengatakan bahwa imigran hanya memiliki dua pilihan saja: deportasi sukarela atau mendekam di penjara. Hingga kini, belum ada keterangan lanjutan mengenai peran mahkamah agung Israel dalam mengatasi permasalahan ini.
Sebagian besar imigran tiba di Israel pada paruh kedua dekade terakhir. Mereka menyeberang dari Mesir sebelum pihak keamanan yang berjaga di perbatasan menutup rute tersebut.
Baru-baru ini, komisaris tinggi PBB untuk pengungsi, Filippo Grandi, mengkritik rencana Israel tersebut.
"Keputusan pemerintah Israel untuk mengusir 40.000 pencari suaka Afrika sangat memprihatinkan," katanya, dikutip dari The Guardian, Selasa (2/1/2018).
"Israel (Bangsa Yahudi) memiliki sejarah keimigrasian dan pengasingan yang menyakitkan. Generasi baru tidak boleh lupa bahwa pengungsi yang kabur ke negara-negara tetangga tidak punya pilihan lain," pungkasnya.
Rwanda Siap Tampung 10.000 Pencari Suaka yang Disingkirkan Israel
Menteri Luar Negeri Rwanda, Louise Mushikiwabo mengonfirmasi, negaranya saat ini tengah bernegosiasi dengan Israel, untuk mengambil alih sekitar 10 ribu pencari suaka asal Afrika yang ada di negeri zionis.
Pada sebuah wawancara bersama The New Times, Mushikiwabo mengatakan, kedua negara telah mencapai kesepakatan perihal seberapa banyak pengungsi dari Israel yang dapat diberangkatkan ke Rwanda.
Sang Menlu menjelaskan, "Kami (Rwanda) telah berdiskusi dengan Israel bahwa negara kami siap untuk menerima sejumlah imigran dan pencari suaka dari Afrika." Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera pada Jumat (24/11/2017).
"Jika mereka merasa siap untuk datang ke sini, kami akan mengakomodasi mereka. Bagaimana itu nantinya akan dilakukan, kami masih belum dapat menjelaskannya lebih lanjut," tambahnya.
Dikutip dari media Haaretz, Israel akan memberikan uang senilai US$ 5.000, atau lebih dari Rp 67 juta rupiah, untuk para pencari suaka yang akan diberangkatkan ke Rwanda.
Pemerintah Rwanda nantinya akan mengelola uang pemberian itu, dengan diberikan pada para pengungsi sebesar US$ 3.500 (sekitar Rp 47 juta) per orang, sudah termasuk potongan untuk membayar ongkos pesawat.
Sementara itu, PBB menaruh perhatian seputar kemungkinan terjadinya kesepakatan deportasi pencari suaka ke negara ketiga seperti Rwanda.
"Sebagai pihak yang terlibat dalam Konvensi Pengungsi 1951, Israel memiliki kewajiban hukum untuk menjaga pengungsi atau pihak lainnya yang membutuhkan perlindungan internasional," ujar Volker Turk, asisten komisaris tinggi Badan Pengungsi PBB (UNHCR), menyikapi kesepakatan yang dibuat oleh Israel-Rwanda itu.
Advertisement