Liputan6.com, Jakarta - Dunia keamanan siber di Indonesia hingga sekarang ternyata tidak sepenuhnya aman. Ambil bukti, selama 2017, dunia keamanan siber selalu 'dikejutkan' dengan sejumlah upaya peretasan.
Ada banyak kasus yang terjadi, mulai dari kasus peretasan Komisi Pemilihan Umum (KPU), situs web Telkomsel, hingga Kejaksaan. Kemudian, serangan ransomware WannaCry hingga ransomware Nopetya.
Kasus peretasan ini tentu menjadi lampu merah bagi pemerintah untuk lebih sigap dalam menangani isu keamanan siber. Karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah merevitalitasi Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang juga dibentuk bersama dengan Kepala BSSN, Djoko Setiadi.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, pakar keamanan siber Pratama Persadha, juga mengatakan bahwa PR besar pemerintah saat ini adalah melihat sedalam apa negara bisa mengedukasi masyarakat terkait ancaman keamanan siber.
"Tanpa keterlibatan dan kesadaran masyarakat, sulit menciptakan keamanan siber yang kuat dan paripurna," tambah Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Pratama juga yakin, situasi politik yang memanas pada 2018 dan tahun depan akan mengakibatkan saling retas antarkubu. Bisa jadi, ancaman ransomware seperti WannaCry akan kembali terjadi di tahun ini. Karena itu, ia mengimbau pemerintah harus mengantisipasi hal tersebut.
Edukasi dengan 3 Cara
Di mata Donny Koesmandarin, Territory Channel Manager Kaspersky Indonesia, antisipasi yang dimaksud adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keamanan data mereka agar tidak mudah diretas pihak tak bertanggung jawab.
"Antisipasi pertama yang paling signifikan dan paling tepat adalah kita harus mempersiapkan backup, yang diserang itu kan data, backup menjadi poin kunci yang sampai saat ini menjadi langkah terbaik. Kita bisa antisipasi (hal ini) tapi tidak semua (data) bisa terdeteksi," ujar Donny kepada Tekno Liputan6.com via telepon.
Yang kedua, antisipasi yang harus dilakukan adalah patching sistem operasi dan aplikasi pihak ketiga dan ekosistem pendukungnya. "Semua harus di-patch karena banyak yang memanfaatkan celah keamanan dari sistem operasi dan pihak ketiga. Contohnya, banyak malware yang menginfeksi dokumen PDF karena aplikasinya tidak diperbarui," lanjutnya.
Dan yang paling penting, antisipasi berikutnya adalah mengedukasi ke pengguna awam itu sendiri sendiri.
Mirisnya, kebanyakan pengguna awam tidak tahu ciri-ciri komputer yang terkena malware atau ransomware. Jadi, Donny menyarankan sebaiknya pengguna harus mempersiapkan proteksi berupa anti virus yang teknologinya terpercaya.
Advertisement
BSSN Bisa Edukasi
Dalam poin ini, BSSN diharapkan bisa menjadi perpanjangan tangan untuk mengedukasi terkait antisipasi yang harus dilakukan.
"Ransomware akan secara masif menginfeksi smartphone Android dan iOS. Dari bocoran Wikileaks, malware semacam ini memang sudah dikembangkan oleh CIA sehingga negara sudah sepatutnya waspada," jelasnya.
Selain itu, ancaman serangan pada individu diperkirakan meningkat tajam. Hal ini menyusul pesatnya perkembangan teknologi, seperti Internet of Things (IoT). Semua perkembangan teknologi wajib diikuti dengan peningkatan keamanan siber di semua aspek.
(Jek/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: