Paket Kebijakan Ekonomi Bakal Kembali Meluncur di 2018?

Pemerintah Joko Widodo sebelumnya mengeluarkan membuat paket kemudahan impor untuk usaha kecil dan menengah (UKM).

oleh Septian Deny diperbarui 03 Jan 2018, 19:15 WIB
Menko Perekonomian Darmin Nasution memasuki ruangan untuk mengkuti Rakor Tingkat Menteri di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (6/11). Rakor tersebut membahas tentang evaluasi pelaksanaan program Beras Sejahtera (rastra). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah belum berencana kembali mengeluarkan paket kebijakan ekonomi di 2018. Namun demikian, jika ada paket kebijakan yang akan dikeluarkan pada tahun ini, akan lebih mengarah pada pengembangan di bidang industri.
 
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna tentang Program dan Kegiatan Tahun 2018 di Istana Negara, hari ini.
 
 
"Kalaupun ada, mungkin lebih banyak di perindustrian karena kita ingin perindustrian lebih tajam," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
 
Darmin mengungkapkan, penajaman yang dimaksud yaitu penguatan dan pengembangan sektor industri secara lebih spesifik. Dengan demikian, Indonesia benar-benar memiliki sejumlah industri yang menjadi andalan ke depannya.
 
"Industri apa aja persisnya, jadi enggak terlalu global makanan dan minuman. Jadi fokus. Kita lebih merumuskan, makanan dan minuman ini apa? satu, dua, tiga. Di baja apa, satu, dua, tiga, dan seterusnya," jelas dia.
 
Dengan penajaman di bidang industri ini, kata Darmin, diharapkan akan sejalan dengan layanan kemudahan perizinan investasi yang akan mulai diterapkan pada tahun ini yaitu Single Submission.
 
‎"Kita mau memasangkannya dengan single submission. Kalau perizinan dipermudah, industrinya dipertajam, kita bicara dengan perbankan, harusnya jalan," tandas dia.
 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Beri UKM Paket Super Mudah Impor Bahan Baku

Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) membuat paket kemudahan impor untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Kebijakan ini bertujuan untuk menggeliatkan kembali bisnis UKM yang terimbas dari kebijakan larangan impor borongan atau importir berisiko tinggi.

"Kita relaksasi peraturan perizinan impor untuk UKM menjadi super mudah," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Dia menuturkan, jika volume impor yang dibutuhkan UKM minim atau jumlahnya sedikit, bisa melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) atau gudang raksasa yang digunakan untuk menimbun barang impor.

"Impor bisa lewat PLB dan melalui indentor (memesan ke satu importir). Tapi dibuka identitasnya nama perusahaan, NPWP. Boleh juga bergabung juga dengan importir borongan lain tapi yang sesuai aturan," terang Darmin.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, sejak deklarasi penertiban impor berisiko tinggi atau impor borongan pada 12 Juli 2017, program reformasi ini telah membuahkan hasil positif.

Capaian tersebut diakui Sri Mulyani, peningkatan basis pajak rata-rata 39,4 persen per dokumen impor, kenaikan pembayaran pajak impor dalam bentuk bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) 49,8 persen per dokumen impor, penyelundupan barang lebih sedikit.

Selain itu, terjadi kenaikan volume produksi dan penjualan produk tekstil dalam negeri sekitar 25 persen-30 persen, serta produk elektronik dan komoditas lainnya.

"Tapi kita mendengar penertiban ini memberi tekanan ke pengusaha kecil. Yang tadinya nitip ke importir borongan jadi kesulitan, makanya kita lakukan relaksasi dari prosedur administrasi, menghilangkan syarat, supaya impor yang kecil-kecil ini tidak ilegal," paparnya.

Tujuan lainnya, kata Sri Mulyani, untuk membantu UKM supaya tetap mendapat pasokan bahan baku impor secara legal dan tidak mahal, tidak kena pungutan liar, dan beban menjadi serendah mungkin atau sama sekali hilang.

"Bagaimana tata cara impor dipermudah? Keperluan UKM bisa impor melalui PLB maupun indentor tapi tetap mencantumkan identitas mereka, NPWP, tetap bayar pajak walaupun 1 persen Final sehingga kita bisa memerangi penyelundupan dan menjaga impor legal," tegas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya